11- TITIK TERANG

2K 136 0
                                    

Udah satu bulan ini, sikap Fajar ke gue masih sama. Malah kadang dia seperti sudah mengakui kalo gue itu pacar dia. Mungkin seluruh anak pelatnas bahkan petinggi-petinggi PBSI juga udah tau.

Rasanya gue pengen pergi dari sini dan mengakhirinya. Berada di dekat Fajar sedikit demi sedikit, gue semakin lemah. Gue gak seberani waktu pertama masuk, bentak-bentak dia, cuekin dia atau gak peduli dengan apa yang dia lakukan.

Sekarang gue malah jadi lemah. Karena setiap hari yang Fajar berikan ke gue, buat gue semakin lama semakin nyaman. Dan gue gak bisa biarin ini. Gue takut. Lebih tepatnya gue takut sakit hati lagi.

Gue jadi khawatir sama diri gue lagi. Dibawa melayang dan tiba-tiba dijatuhkan, gue gak bisa terima kenyataan. Gue juga gak mau ngerusak hubungan Fajar dengan caca. Walaupun dulu, caca juga ada di antara kita, gue gak pengen caca ngerasain apa yang gue rasa.

Fajar adalah mantan pertama gue, dan setelah putus pun gue belum pernah pacaran lagi.

"Jar! Kita butuh ketemu! Taman alun-alun deket pelatnas" kata gue lewat telfon.

Saat ini gue sedang duduk di kursi. Gue rasa, gue harus mengakhiri ini semua. Gue gak tau motif apa yang dilakukan Fajar dari gue.

Enam tahun lalu, dia yang mengakhiri hubungan, saat ini dia ngedeketin gue lagi. Buat apa sebenernya?

Lamunan-lamunan yang terlintas di pikiran gue, hilang seketika oleh kehadiran Fajar.

Dari raut wajahnya dia kelihatan bingung. Dan mencoba untuk tanya ke gue. 'ada apa?'

Gue berusaha untuk menguatkan diri, dan menarik nafas sepanjang-panjangnya untuk menormalkan detak jantung yang seakan gak terima dengan keputusan yang gue buat.

"Jar, lo udahan ya?" ucap gue memohon.

"Udahan gimana maksudnya?"

"Lo gak usah deket-deket gue lagi. Lo jauhin gue, pleasee.." satu tetes air jatuh dari sudut mata gue.

"Aku gak paham sama yang kamu minta Da!" dia pun ngomong dengan lirih.

"Apa motif kamu deketin aku lagi?" akhirnya gue tanya kayak gini.

"Motif? Aku gak ada motif apapun. Aku pengen memperbaiki hubungan dengan kamu aja." kata dia sambil raih tangan gue.

"Memperbaiki? Lo kan bisa minta maaf aja. Kenapa malah deket-deket gue?" nada suara gue lebih meninggi.

Bukannya menjawab pertanyaan gue, dia malah bangkit sambil bawa tangan gue. Gue langsung berhentiin langkah gue. Dan dia berhenti.

"Mau bawa kemana?" ucap gue melotot.

"Aku pengen minta satu janji yang kamu simpan. Apapun yang terjadi, kamu harus mau." ucap dia.

"Tapi gue gak mau!" ucap gue sedikit membentak.

"Ini harus. Dan kamu nyanggupin buat jaga satu janji buat aku." kata dia lagi dengan suara dingin.

"Oke. Tapi mau kemana?"

"Ketemu Caca."

"Lo gila? Gue gak mau. Kenapa sih lo harus maksa gue?" nada suara gue udah tinggi.

Tapi di sini emang sepi. Jadi gak ada yang lihat perdebatan gue dan Fajar.

"Maksud lo apa? Mau pamer hubungan sama Caca ke gue?" ucap gue lagi.

"Aku gak ngerti maksud kamu Panda. Kamu salah paham. Please Caca butuh kamu banget." kata dia memohon.

"Oke. Kali ini aja. Setelah itu, lo gak boleh deketin gue lagi." kata gue menantang.

"Keputusan akhir ada di kamu. Aku gak tau apa yang akan kamu putuskan saat kamu tau ini." ucap Fajar, lalu bawa gue menuju mobil.

Selama perjalanan, kita pun hanya diem. Lebih tepatnya gue yang males buat bicara sama dia. Dan Fajar pun hanya fokus menyetir. Hingga mobil berhenti, dan Fajar lepas sabuk pengamannya.

"Turun Da." ucap dia dengan nada dingin.

"Jar? Rumah sakit?" tanya gue sama dia.

Gue juga gak tau, kenapa Fajar bawa gue ke rumah sakit. Sebenernya apa yang terjadi?

Double FATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang