Part 9

1.5K 209 12
                                    

Gue mendapatkan tugas pertama gue sebagai asisten dosen dari Professor Alan. Dia meminta gue untuk merekap nilai untuk di inpun ke bidang akademik.

Ini hal yang sangat mudah dan merupakan tugas basic bagi semua asisten dosen. Tapi satu yang membuat pekerjaan ini sedikit menyulitkan. Di ruangan ini hanya ada gue dan Professor Alan, gue sibuk memindai nilai sementara ia hanya berdiam sambil menatap gue, tanpa henti.

Bukan pertama kali dia menatap gue seperti ini. Sejak pertama gue ketemu, pandangannya itu bisa membahayakan gue.

"Saya nggak bisa fokus kalo Prof natap saya terus kaya gitu." Ucap gue jujur.

"Then focus on me, Carissa." Ujarnya terdengar sangat seduktif di telinga gue.

"Prof, deadline rekap nilai ini besok pagi. Saya yang akan disalahkan akademik kalau terlambat memberikan rekap nilai ini."

Gue bertanya ke asisten dosen yang lainnya, tugas ini sebenarnya diberikan dari beberapa minggu yang lalu. Tapi Professor Alan baru mengerjakannya hari ini dan lebih tepatnya meminta gue menyelesaikan semuanya hari ini juga.

Bukannya mengembalikan konsentrasi gue, Professor Alan malah semakin mendekat. Dia duduk di meja yang ada di hadapan gue sekarang.

Lalu tanpa seizin gue, dia meraih helaian rambut gue untuk diciumnya.

"Shampoo apa yang kamu pakai ini Carissa? Sangat harum."

"Udah gila lo!!!" Gue kaget bukan main dia tiba-tiba melakukan hal itu.

Dia semakin mendekat, "eits, belum saatnya kamu berbicara seperti itu, Carissa. Saya masih bertugas sebagai Professor disini." Tepat ditelinga gue dia membisikkannya.

Darah gue berdesir, jantung gue ga karuan dan gue merinding. Bener-bener udah nggak waras lagi ini orang.

"Kalo gitu biarkan gue bertugas jadi asisten dosen lo!"

Dia memindahkan wajahnya yang sebelumnya berada di samping wajah gue ke depan wajah gue. Dia menghadapkan bibirnya tepat ada di hadapan bibir gue.

"Sepertinya tidak akan tuntas kalau diselesaikan disini. Bagaimana kalau kita selesaikan di apartemen saja, hmm?"

Jantung gue beneran akan meledak kalau gini caranya.

Drttt drrrtt📞📞

Suara panggilan itu menyelamatkan gue. Gue sedikit menolak dada bidang Professor Alan dan keluar dari ruangan untuk menjawab panggilan yang masuk barusan.

[ on the phone ]

"Jess?" Panggilan itu datang dari Agent Jessica.

"Terkait pembunuhan kemarin dan berdasarkan laporan yang anda berikan kalau tembakan itu Sehun yang menembakkannya kita perlu laporan yang valid Saena. Kalau bisa temukan pistol itu malam ini, kalau tidak ada bukti, pimpinan tertinggi tidak akan mempercayai kita." Jelas Agent Jessica.

"Baiklah Jess. Secepatnya akan saya temukan buktinya."

📞📞

Gue menarik nafas dalam-dalam. Entah dari mana datangnya, insting gue berkata gue harus berhasil memasuki apartemen milik Professor Alan untuk menemukan bukti itu.

Tapi memang itu satu-satunya cara. Lagi pula alibi gue kali ini sangat kuat untuk bisa memasuki apartemennya dengan alasan membantunya merekap nilai.

Gue kembali masuk ke ruangan. Kembali duduk untuk melanjutkan pekerjaan gue. Untungnya, Professor Alan sudah kembali ke tempatnya dan sibuk dengan handphone nya.

Detective, Desire and Destiny • Sehun EXOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang