Extra Part 2

32.9K 2.2K 77
                                        

Puncak, yap. Di sinilah keberadaan gue sekarang untuk menghabiskan waktu bersama tiga sahabat yang dari SMA bersama gue, Aisy, Zahra, dan Oppie. Kepulangan Oppie kali ini tidak kita biarkan sia-sia. Rencana liburan yang sudah dibuat sebelumnya harus dijalankan.

"Udara di sini sejuk banget, ya," ucap gue yang dari tadi sibuk menikmati keindahan alam di puncak.

Aisy menganggukkan kepalanya. "Iya, kalau kayak gini gue jadi malas balik ke rumah, pengen di sini aja."

Zahra yang notabenenya mempunyai sifat paling ribut diantara kita berempat, kali ini hanya diam tak berkomentar.

"Mbak! Kok, diam aja?" tanya Oppie.

Zahra menoleh ke arah Oppie. "Gue lagi flashback. Nggak nyangka, ya, kita semua udah ngelewatin masa-masa sulit dan rumitnya persahabatan. Apalagi ketika diuji dengan kedatangan kakak kelas idaman masing-masing."

"Benar banget. Untungnya kita bisa pertahanin hubungan sampai saat ini," sahut Aisy.

"Dulu gue sempat mau berhenti buat perjuangin Kak Fariz, biar bisa sehati sama lo semua. Tapi karena larangan yang kalian buat dengan catatan salah satu diantara kita harus ada yang bahagia bareng kakak kelas idamannya, dan satu-satunya orang yang kalian harapin itu cuma gue. Dengan hati yang tahan banting, akhirnya gue memutuskan untuk bertahan. Qodarullah, sekarang gue udah bersatu sama dia. Makasih udah support gue dari awal, ya!" jelas gue dengan hati yang sudah mulai ambyar.

Gue benar-benar beruntung banget punya sahabat seperti Oppie, Aisy, dan Zahra. Walaupun takdir mereka bertiga tidak bisa bersatu dengan kakak kelas idamannya, mereka tetap saja ikut memperjuangkan kebahagiaan gue.

"Santai aja, Sheila. Apa pun itu akan kita lakukan, kok. Asal lo bahagia," sahut Zahra yang matanya sudah berkaca-kaca.

"Aaaaa … kenapa gue jadi terharu gini, sih?" timpal Oppie yang air matanya sudah mulai mengalir.

Zahra bertepuk tangan. "Bangga gue sama geng penikmat kakak kelas."

"Gue bersyukur banget punya kalian," ucap Aisy.

"Eh, gue sama Sheila 'kan udah sold out,  kalian berdua gimana, nih? Nggak ada yang mau nyusul kita, gitu?" ledek Zahra.

"Gue sebenarnya dijodohin, tapi perasaan gue belum bisa pindah hati dari Kak Anshar. Jadi, dari pada ujung-ujungnya gue cuma nyakitin orang aja, lebih baik gue tunda dulu lah, ya," curhat Aisy.

Aisy memang punya kepribadian yang hampir mirip dengan gue. Kalau sudah kagum sama orang lebih dari setahun pasti perasaannya langsung stuck. Sempat beberapa kali berusaha melupakan, tapi pada akhirnya perasaan itu selalu saja kembali ke pemeran utamanya. Rumit, bukan?

"Saran gue, lebih baik lo terima orang yang mau dijodohin sama lo. Kak Anshar itu udah taaruf, gue tahu dari Iren sepupu gue yang sekelas sama dia dulu waktu SMA," tukas Oppie dengan penuh penekanan.

"Iya, sih. Buka hati ke orang lain emang nggak gampang, tapi kalau lo coba nggak ada salahnya juga, 'kan?" tanya Zahra.

Gue menjentikkan jari. "Setuju, alangkah baiknya lagi kalau lo permantap pilihan dengan salat istikharah!"

Aisy menghela napas gusar. "Gitu, ya? Baiklah, akan gue coba."

"Kalau gue lihat-lihat, Sheila lumayan berubah, ya, sejak jadi istri Kak Fariz. Lebih salihah gitu," komen Oppie seraya meletakkan ibu jari dan telunjuknya di dagu.

Gue hanya tertawa lepas mendengarkan netizen berkomentar. Menurut gue, sebelum dan setelah nikah sama Kak Fariz belum ada perubahan apa pun yang terjadi pada diri gue.

"Iyalah, 'kan Ukhti Sheila harus menyeimbangkan diri dengan Akhi Fariz," ledek Zahra seraya tertawa.

"Ledekin aja terus," balas gue.

"Sheila, lo tahu 'kan buat sampai di titik kebahagiaan yang lagi lo rasain sekarang itu nggak mudah? Jadi gue mohon sama lo, apa pun yang terjadi jangan pernah sia-siain ini semua, ya! Kalau pada akhirnya lo akan jatuh lagi, pokoknya berjuang aja terus. Jangan sampai lo berhenti buat perjuangin itu. Ngerti nggak, sih, maksud gue?" ujar Oppie dengan muka serius.

Omongan Oppie ada benarnya juga, kedepannya akan ada beberapa rintangan lagi yang harus gue lewati dalam hubungan pernikahan. Gue juga nggak tahu sanggup apa nggak ngelewatin itu semua.

"Oppie benar, bakal ada hal-hal rumit yang harus lo lewatin. Siap nggak siap, ya, harus siap. Dan satu lagi yang harus lo ingat, kita akan selalu ada buat lo," ucap Aisy sembari menepuk-nepuk pelan bahu gue.

"Iya, apalagi gue. Kakak ipar tersayang lo," sosor Zahra sambil cengengesan.

Gue menghela napas panjang. "Makasih, guys!"

"Oppie gimana, nih? Aisy 'kan udah dijodohin, lo apa kabar?" tanya Zahra.

"Gue, sih, alhamdulillah udah ada. Tinggal nunggu jadinya aja.”

"Wadaw!" ucap gue sembari tersenyum.

Aisy terkekeh pelan. "Asiyapp!"

"Berarti kisah kita semua akan happy ending, ya? Dari awal gue pikir kita berempat bakalan punya ending yang menyakitkan dengan kata cinta. Nyatanya nggak," lanjut Zahra sambil mangut-mangut.

"Kita semua berakhir bahagia dengan jalan dan takdir yang berbeda," sambung gue seraya tersenyum simpul.

"Selain keberhasilan mempertahankan persahabatan dibanding masalah kakak kelas idaman, Sheila juga berhasil mendapatkan kakak kelas idamannya. Benar-benar bangga gue sama lo semua," ucap Oppie sambil tepuk tangan.

Yap! Seorang anak SMA yang jatuh hati saat pertama kali melihat Ketua OSIS di sekolahnya, kini telah berhasil menaklukkan hati cowok yang dijuluki pangeran kutub itu.

Walau sempat dipisahkan oleh semesta selama beberapa tahun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dengan cara yang tak pernah mereka duga. Nikmat sekali, bukan?

Kalau kalian memang serius menyimpan rasa untuk seseorang, perjuangkan saja lewat doa. Ingat, rahmat Allah itu sangat luas. Jadi, bukan tidak mungkin cerita kalian, khususnya para secret admirer di luar sana akan mendapatkan akhir yang sama seperti kisah hidup gue bersama Kak Fariz.

Rasa dan HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang