[54] Seharusnya bahagia

21.3K 2.4K 274
                                    

Kau tak pernah tau betapa hati yakin untukmu
-int-
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Resah
Payung Teduh

Impian gue selama bertahun-tahun akan terwujud beberapa menit lagi, setelah melewati rintangan yang cukup rumit, akhirnya gue sampai juga di puncak apa yang menjadi keinginan gue selama ini.

Harusnya gue bahagia sih, tapi alasan Kak Fariz mau ngelakuin semua ini terus aja berputar-putar di kepala gue.

"Ingat La, dia setuju untuk nikah bukan karena lo" gumam gue.

"Hah? ngomong apa tadi?" tanya Kanaya, yang mendapat tugas untuk mengatur make up gue hari ini.

Acara hari ini ga jauh-jauh dari campur tangan teman sekelas gue saat SMA dulu, dress dibuatin designer pribadi alias Firah, model hijab si Aini yang atur, sedangkan tema dan pendekoran ruangan hotel diketuai oleh Aisy yang dari SMA telah berbakat dalam hal itu.

"Nggak penting" ucap gue sembari memainkan ponsel.

"Ga nyangka ya, lo udah mau nyusul gue sama Aza yang nikah bareng kakel idamannya. Gue juga bilang apa, pasti suatu saat lo akan bersatu dengan Kak Fariz"

"Hm"

"Kenapa sih mukanya murung gitu? gue udah capek-capek makeup-in lo yah, senyum dong"

Gue menarik sudut bibir ke samping dengan muka malas.

Kanaya memukul pelan bahu gue kemudian tertawa pelan."Kalo senyumnya kayak gitu, lo keliatan ga ikhlas tau"

"Haiiii sahabat-sahabatku" sapa Aisy yang baru aja masuk ke kamar, disusul ama Zahra dari belakang.

"Gimana? aman ga di ruangan acara?" tanya Kanaya.

"Aman, semuanya udah siap, bentar lagi akad akan dimulai" ujar Aisy seraya mengangkat kedua jempolnya.

"Nay, rapihin make-up gue dong, blush-on yang gue kasih tadi kurang deh kayaknya" pinta Zahra sembari berjalan ke arah Kanaya.

"Haduhh...yang nikah siapa sih? kenapa jadi lu yang ribet?" Meski mengucapkan kalimat yang merujuk pada penolakan, Kanaya tetap merapikan make-up Zahra.

"Woi, diam aja daritadi" tegur Zahra sambil mencolek lengan gue.

Jujur aja, gue juga ga tau apa yang sebenarnya terjadi ama gue sekarang.

Daridulu gue selalu bilang, gue akan ngerasa jadi cewek yang paling bahagia serta beruntung kalo udah mendapatkan Kak Fariz sebagai suami. Tapi kenapa di menit-menit terakhir impian akan terwujud, gue malah bingung gini.

"Sheilaaaa" teriak Zahra yang wajahnya udah selesai dihias ama Kanaya.

Gue berdecak kemudian memberi tatapan sinis ke Zahra."Bisa diam gak sih? cerewet amat!"

Zahra memegang bahu gue."La? lo gak lagi sakit kan? daritadi diam aja, eh sekalinya ngomong malah ngebentak"

"Tau lo! gue juga speechless" sahut Kanaya yang diiringi anggukan oleh Aisy.

Gue menaikkan kedua bahu."Gue juga gak tau gue kenapa"

"Sheila" panggil seseorang yang baru aja masuk ke kamar.

Gue mengernyitkan dahi."Kak Thifa?"

"Iya, kamu udah ditungguin sama semuanya. Zahra, Kanaya, Aisy kalian yang temenin Sheila ke ruangan ya, soalnya aku mau ngurus tamu dulu" ajak Kak Thifa yang sukses buat jantung gue berdegup cepat.

Rasa dan HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang