Desa Cahaya

120 33 1
                                    


Di penghujung Hutan mereka melihat cahaya yang sangat bersinar, bukan seperti cahaya matahari tapi seperti lampu dengan terang yang alami.

Padang rumput hijau terbentang di depan mereka, beberapa hewan ternak juga menghiasi padang rumput ini. Hamparan padang rumput tak berujung, dan disisi kirinya terlihat seperti pedesaan kecil.

"Gue gatau ada tempat kayak gini di kota? Apa emang gada ya?" ucap Tasya melihat keseliling hamparan padang rumput itu.

"Hey Nak apa yg kalian lakukan disini?" seorang pria tua, dengan janggut putih, dan tongkat yg tingginya melebihi dirinya sendiri mendekat kearah mereka. Sepertinya penduduk desa.

Mereka semua terkejut. Siapa yang dapat melihat mereka? Mereka masih terbang, dan manusia biasa tidak dapat melihat mereka. Tatapan kebingungan terlihat di wajah mereka. Mereka mendarat di tanah, sayap sayap menghilang bersamaan dengan itu.

"Akhirnya bisa melihat kalian dengan jelas, pandanganku sedikit kabur dari jauh," ucap pria tua itu.

"Ini adalah Desa dibawah kerajaan bulan, kami menyebutnya Desa Cahaya. Semua yang ada di sini memiliki kekuatan, tapi tidak seorangpun memiliki sayap seperti orang orang di Kerajaan bulan," jawab pria itu.

"Desa cahaya? Bukannya tadi...." Chaca menunjuk kearah hutan yang lebat dibelakang mereka.

"Nak tanpa kalian sadari, kalian melewati pintu gerbang Desa cahaya. Pintu gerbang itu tidak terlihat. Banyak manusia yang melewatinya, dan terjebak di sini selamanya," pria itu menuntun mereka masuk ke pedesaan.

"Tapi, kenapa mereka tidak bisa keluar?" tanya Chaca.

"Kau memiliki banyak pertanyaan. Yang dapat keluar dari pintu gerbang hanyalah keturunan para Dewa dan Dewi. Penduduk desa cahaya adalah yang paling lemah diantara penduduk Kerajaan bulan. Kami juga tidak ikut berperang. Ini tempat teraman di kerajaan bulan," jelas pria itu, sambil memberi Snow sebuah kandang besar.

"Wah, Siapa yg kau bawa Suron?" tanya salah satu penduduk desa turun dari kuda dan menyapa kami.

"Ini anak anak dari Dewi Alena, dan anak anak dari pangeran pangeran yg datang 30 tahun yang lalu," jawab Suron.

Mereka terkejut, mengapa pria yg disebut Suron ini tau kalo mereka anak dari Dewi Alena. Mereka bahkan belum memberi taunya. Dan mereka tau siapa pangeran 30 tahun lalu itu para Dewa.

Pria tadi membungkuk dan memberi salam "Salam Putri"

"Ah tuan jangan seperti ini. Kami jauh lebih muda dari mu, mengapa kau melakukan ini? berdiri lah tuan," Andira sungguh terkejut saat melihat pria itu membungkuk.

"Tapi kalian putri dari Dewi Tertinggi,"

"Tuan, walau kami putri dari Dewi Alena, tapi kau jauh lebih tua dari kami. Di bumi kami lah yang tunduk kepada orang yang lebih tua," ucap Tasya menjelaskan sambil menuntun pria itu agar berdiri kembali.

"Baiklah, ayo pergi. Tinggal saja kucing itu disini," ucap Suron.

"Tunggu tuan, kita kemana?" tanya Tasya.

"Sya ikutin aja dia," Andira menarik tangan Tasya agar melanjutkan perjalanan. Tasya memiliki segudang pertanyaan dikepalanya.

Pria itu menyunggingkan senyum melihat berbagai ekspresi yang mereka perlihatkan. Tapi dia justru tertarik dengan yang tidak berekspresi dan seperti malas berjalan kaki itu.

Tentu saja siapa lagi kalau bukan Juwa? Dia ingin cepat cepat istirahat.

Mereka sampai disebuah rumah, dengan atap jerami, dan dinding berwarna putih. Banyak sayuran yang di tanam di halaman rumah tua itu, ada beberapa kambing juga yang sedang memakan rumput.

6 ANGEL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang