Ini adalah hari pertama sekolah untuk semester baru dan kelas baru. Sekolah mulai memisahkan para siswa berdasarkan minat dan bakat pada jurusan di tahun kedua. Dan di sinilah Han Yeseul, memilih kelas seni dan bahasa dibanding dua jurusan lainnya.
Hasilnya ia sekelas dengan cowok cowok yang lumayan ganteng tapi berisiknya minta ampun yang bergerombol jadi satu untuk duduk di barisan terakhir. Han Yeseul melihat hanya akan ada lima belas orang di kelas ini. Ia memaklumi banyak yang tidak tertarik ke kelas penjurusan ini selain prospek ke universitas dan lapangan pekerjaan yang lebih sedikit, kelas seni dan bahasa sering dipandang rendah sebagai kelas yang urakan, semaunya sendiri, dan tentu saja tidak lebih mempunyai tujuan hidup dibanding kelas ipa dan ips.
Tapi Han Yeseul percaya dengan menjadi dirinya sendiri dan membiarkannya memilih jalan hidupnya sendiri adalah yang terbaik. Toh dia suka melukis daripada menghapal rumus fisika ataupun menghitung kalkulasi dalam akutansi.
Han Yeseul memilih duduk sendiri di bangku paling depan dan dekat jendela. Hanya ada enam siswa perempuan yang tertulis di daftar nama. Sudah ada empat orang yang masing masing duduk sebangku dan mereka sibuk sendiri. Ketika ia melihat seorang cewek mungil dengan tampang berantakan pastilah ia yang siswi yang keenam.
Benar saja, cewek itu menghampiri Han Yeseul. Berikut seorang cowok yang tinggi menjulang dengan rambut masih di cat warna coklat. Tingginya sangat kontras dengan si cewek yang menghampirinya.
"Kosong yaa? Aku boleh duduk di sini?" kata si cewek dengan penekanan suara pada setiap kata yang diucapkannya dengan aneh.
Han Yeseul mengangguk tanda setuju. Meskipun ia sedikit berharap siswa yang cowoklah yang akan menjadi teman sebangkunya.
Tapi siswa cowok itu hanya berlalu begitu saja.
"Heihh, Nanaa.. kembalikan tali rambutku!"
Yang disadari Han Yeseul adalah intensitas suara siswi tersebut berubah saat berbicara dengannya dan cowok tersebut ketika cowok tersebut melepas tali rambutnya yang menambah penampilannya seperti habis kesetrum listrik.
Si cowok hanya mengangkat kedua alisnya.
"Kau harus meraihnya kalau begitu"
"Orang sinting"
"Yaa.. Jekyung-ah"
Cewek tersebut menendang tulang kering si cowok yang mengakibatkan si cowok menyerah dan melemparkan tali rambut berwarna hitam tersebut.
Han Yeseul sedikit tahu bahwa nama cewek itu adalah Jekyung dan yang cowok bernama Nana. Dan Han Yeseul menduga mereka sekelas waktu kelas satu.
Jekyung mengambil tali rambutnya dan kembali duduk di samping Han Yeseul, sedangkan Nana duduk di bangku belakang mereka.
"Aku Sung Jekyung.. dan kau?"
Tanpa aba - aba si cewek mengulurkan tangannya untuk mengajak berkenalan Han Yeseul.
"Yeseul.. Han Yeseul" Yeseul menjabat tangan Jekyung.
"Haii cantikk.. kenalin aku Na Jaemin"
"Lahh, kau masih di sinii?"
"Aku boleh duduk di sini kok. Nggak ada melarang. Ya nggak?"
Na Jaemin mengulurkan tangannya ke arah Han Yeseul dan Sung Jekyung yang kemudian mendapatkan tatapan tidak percaya dari Jekyung.
"Yeseul jangan dipedulikan..." Jekyung membuat Yeseul menghadap ke depan dan memblok semua ruang agar Jaemin tidak bisa masuk ke dalam ruang mereka lagi.
"Siapa tadi namanya.. Yeseul ya Yeseul aku lebih baik dari peri sihir ini. Mending kau memilihku untuk jadi temen sebangku"
Yeseul sudah akan menengok ke belakang untuk sekedar mengecek apakah orang tersebut kehilangan kesadaran atau sepenuhnya sadar tapi Jekyung dengan cepat menggeleng padanya.
"Hehh, man. Kau masuk kelas ini juga?"
Ada lagi siswa yang rambutnya masih di cat warna pirang. Menghampiri Jaemin.
"Yoaa tentu sajaa, broo"
Refleks Jaemin menggeser tempat duduknya. Jekyung bagaimanapun menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang mengalihkan perhatian Jaemin untuk berbuat usil.
"Markk?" bisiknya lirih.
"Eh iya.. Jekyung haii. Man, kelas ini bisa kita jadikan lapangan badminton besok"
Mark bertukar sapa dengan Jekyung kemudian kembali fokus pada Jaemin. Lebih tepatnya membuat jantung Jekyung berhenti sebentar sebelum membicarakan proyek untuk membuat kelas mereka menjadi lapangan.
"Iya nih. Cuma 15 orang kan. Berarti bangku yang dipakai cuma sekitar setengah. Bisaa bisaa"
Jekyung sudah merasakan sakit kepala mendengar mereka berceloteh omong kosong.
"Sepertinya aku mulai menyesal"
Sadar bahwa Han Yeseul memandanginya, Jekyung merasa perlu memberi penjelasan singkat.
"Kau dulu kelas apa Yeseul?"
"Ehh. Oh. Kelas X-5"
"Oh baguslah. Dan kelihatannya kau tidak tau apa apa. Mari kuberitahu. Kedua cowok di belakang adalah teman sekelasku. Sama sama bobrokk otaknya. Agak miring"
Han Yeseul mengangguk saja. Sebenarnya ia tidak memercayai omongan teman sebangkunya yang baru ataupun kelakuan teman teman sekelasnya yang lain.
Ia mulai menilai teman sebangkunya yang benar benar cukup acak acak an. Dasinya disampirkan di bahu. Wajah tanpa riasan. Earphone menjuntai. Rambut yang seperti habis kesetrum. Sepatunya terlihat mahal tapi lusuh. Kaos kaki sebatas mata kaki. Kemeja seragam kebesaran. Baguslah, setidaknya ia sepertinya bukanlah tipe orang yang haus perhatian. Han Yeseul bergidik mengingat teman teman ceweknya di kelas satu kebanyakan adalah seorang yang suka mencari perhatian orang lain.
Pukul 07.00 tepat wali kelas mereka masuk. Han Yeseul sudah tidak asing dengan wajah Miss Suzy, karena Miss Suzy lah yang menyarankannya masuk kelas ini karena bakat menggambar ketika dulu beliau mengajar seni rupa di kelas Yeseul. Tapi tidak dengan Jekyung.
"Kelihatannya dia galak"
"Ng.. tidak Jekyung. Dia sangat ramah. Baik kok"
"Benarkah?"
Yeseul meangangguk. Di luar tampilan Jekyung yang urakan ternyata Yeseul menemukan bahwa orang ini sedikit banyak memiliki kecemasan yang tidak masuk akal.
Miss Suzy mulai membagikan angket untuk mereka isi tentang bakat, minat, cita cita, dan alasan mereka memilih kelas jurusan ini saat Jaemin sudah mengangkat tangan tanda mau meminta nomer telepon.
"Hehh, Nana. Nggak usah genit deh, ampun. Aku yang malu astaga" Jekyung sedikit berbisik ke belakang.
"Ehh biarin. Wlekk"
Jekyung sudah hampir melemparkan tempat pensilnya kalau saja Mark tidak memegang kepala Jekyung untuk mengarahkannya kembali ke depan.
Sementara mereka mengisi angket, Miss Suzy mengabsen mereka satu persatu dan berbasa basi dari kelas mana mereka berasal serta menanyakan bakat apa yang ingin mereka pelajari kedepannya.
Han Yeseul tentu saja menjawab melukis, sedangkan Jekyung mengatakan berminat untuk berpuisi.
"Yeseul, ayo kita bikin proyek?"
"Ha?"
"Puisi bergambar"
Yeseul tahu kehidupan SMA nya tidak bakal semulus bayangannya. Maka, ia akan menunggu kejutan selanjutnya setelah apa yang terjadi pada hari ini
KAMU SEDANG MEMBACA
The Goodbye Pain
FanfictionSome pray for the rain, others pray for peace. I pray for your happiness, with or without me. - Anonym Ada suatu ketentuan dimana pada semester dua akhir di kelas dua, para siswa disatukan di dalam satu kelas penjurusan dengan keahlian yang sama. Da...