Badan Jaemin berubah menjadi dingin sedinginnya meskipun tidak menggigil tapi tangan Jekyung benar benar tidak bisa lagi menggenggamnya.
Tidak ada lagi yang bisa ia andalkan selain Mark, karena tidak mungkin ia menelpon orangtua Jaemin atau orang lainnya.
Mark tergopoh ketika kembali masuk ke rumah Jaemin.
"Bagaimana?"
Jekyung masih berusaha meniup tangan Jaemin agar setidaknya tersalurkan udara hangat. Tapi ketika Mark datang badan Jaemin tetap dingin.
"Dia punya riwayat penyakit apa, Mark?"
Mark menggeleng.
"Aku tidak tahu.." Mark berada di antara pikiran yang tidak tahu dan tidak bisa berpikir.
"Kita bawa ke rumah sakit saja" usulnya kemudian.
"Aku di bawah umur. Aku tidak bisa jadi penjamin"
"Aku bisa"
"Baiklah. Kau bisa menyetir mobil?"
"Ha?"
"Ngga mungkin kita bawa dia pake motor kamu kan. Ada mobil abeoji di garasi. Kalau kamu bisa nyetir kita ngga perlu cari taksi"
"Bi..sa.." ucap Mark meragukan tapi dia mengangguk, jadi Jekyung melempar kunci yang ia ambil dari laci meja Jaemin ke arah Mark.
"Kau keluarkan mobilnya. Aku akan berusaha membuat Jaemin tersadar"
Mark bahkan tidak perlu menunggu komando dari Jekyung untuk kemudian berlari ke arah garasi.
Jaemin setengah sadar ketika Jekyung bernapas ditelinga kirinya berusaha untuk membuatnya duduk.
"Na, Na.. tetaplah sadar. Ayo kita ke rumah sakit. Oke.."
"Ani, aku tidak apa.." kata Jaemin lemah.
Mark sudah kembali lagi. Dan segera memapah Jaemin untuk keluar dari rumahnya. Jekyung dengan cepat mengunci pintu, mematikan semua lampu, dan menuju kamar, yang diperuntukkannya di rumah ini meskipun ia tidak mau tinggal, untuk mengambil seraup uang di laci. Itu semua uang yang diberikan keluarga Jaemin padanya seolah ia anak sebatang kara yang harus dikasihani, ia tidak bisa menolak atau menerimanya dan ternyata inilah kegunaan uang itu. Ia tinggal berdoa saja semoga cukup sehingga tidak perlu menghubungi ayah dan ibunya Jaemin agar mereka tidak khawatir.
Jaemin langsung masuk ruang penanganan pertama, tidak begitu banyak pasien dan dia masih sadar.
"Yaa, it's fine. Muka mu jelekk kalo mau nangis tapi ditahan" juga masih bisa ngatain Jekyung.
Mark menyelesaikan administrasi sebelum bergabung dengan Jekyung di ruang tunggu.
Jekyung sudah lama tidak ada dalam perasaan ini dan sekarang ia mengalaminya lagi. Keadaan putus asa.
"Mark, Yeseul udah sampe rumah kan"
Mark mengangguk meskipun kepalanya ia sandarkan ke tembok.
"Oke. Thank you"
"Kau mau pulang? Aku antarkan. Nanti aku yang nunggu Jaemin sama bilang ke anak anak yang lain"
Jekyung menggeleng.
"Jangan, mereka jangan sampai tahu. Dan semoga ngga ada apa apa jadi kita bisa ikut festival"
"Geure" kata Mark kemudian memejamkan matanya.
"Kau saja yang pulang. Tak apa"
"Yaa, Jekyung-ah. Kau terdengar kasar kali ini. Kau tahu aku tak punya rumah"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Goodbye Pain
FanfictionSome pray for the rain, others pray for peace. I pray for your happiness, with or without me. - Anonym Ada suatu ketentuan dimana pada semester dua akhir di kelas dua, para siswa disatukan di dalam satu kelas penjurusan dengan keahlian yang sama. Da...