16.

34 1 1
                                    

Jekyung sampai di rumah ketika jam dindingnya menunjukkan pukul 08.47 di meja.

Begitu sepi sampai ia merasa bahwa ia berada di tempat terpencil yang sangat jauh. Ia menyampirkan coatnya dan segera menyalakan mesin penghangat.

Tapi ketika berbalik ia melihat kepala yang muncul dari pintu dengan berbelit selimut seperti kepompong.

"Kamjagiya..." Jekyung sampai melompat ke belakang karena tidak menduga Jaemin masih di rumahnya.

"Jekyungg-ahh, bogoshipoo..." kata Jaemin tanpa ekspresi di ambang pintu.

"Kamu ngga dicariin Mama kamu emang?" Jekyung mendorong pintu kamarnya sehingga membuat Jaemin menggantung di tepi pintu persis kepompong.

"Eopseo... Mama kan apa aja kalo alasannya ada nama Jekyung gitu pasti oke" Jaemin kembali ke tempat tidur.

"Paegopheuda.."

"Kenapa ngga makan?"

"Makan apa? Nyemilin kasur?"

Jekyung yang sudah mengambil baju ganti mendekati wajah Jaemin untuk memeriksa lukanya yang terlihat agak mendingan.

"Iya.. poppo di sinii..." Jaemin langsung memiringkan muka dan menunjuk pipi kanannya.

"Maless ihh.. dah mayan ini, besok bisa masuk sekoah. Ehh, tapi tadi aku liat Jeno kok nggak luka luka, Na. Kamu bohong ya.. kamu ngga berantem sama Jeno kann"

"Kapann sih kamu percaya sama akuu, sayangg"

"Lha buktinyaaa.."

"Iyalah Jeno ngga luka, orang yang aku tendang perutnya"

"Lah, pantes tetep ganteng kinclong tadi mukanya"

"Kamu dianterin Jeno lagii?" Jaemin refleks menyibak tirai jendela.

"Ngga. Naekk bus tadi. Nih kedinginan" jawab Jekyung ketus.

"Uuu sayangg sinii pelukkk.."

Jekyung refleks memukul Jaemin dengan toples gummy bear.

"Jaeminnn, otak kamu gesernya semakin banyak deh kayaknya"

"Tambahh geserr nihh" Jaemin memeriksa kepalanya setelah beradu dengan toples.

"Ini aku orderin ayam yang di deket minimarket. Nanti kalo delivery datang, diambil. Aku mau mandi"

"Siappp.. sarangeee"

Jaemin mengacungkan jempolnya kemudian membuat gestur love dari jempol dan jari telunjuk.

~

Jekyung sedang belajar di lantai atas ketika ia menemukan bungkusan yang tadi dititipkan oleh Jeno.

Jaemin sedang main game pc yang Jekyung yakini itu yang dilakukannya sepanjang hari.

Jekyung mengulurkan tangannya.

"Apa ini?"

"Ngga tau. Jeno tadi yang ngasih. Titip buat kamu katanya"

"Bentar bentar.. nunggu ini selesai dulu"

Malas menunggu Jaemin kalah dalam bermain game, Jekyung hanya meletakkan bungkusan tersebut ke lengan kursi di samping Jaemin. Ketika ia kembali ke atas ponselnya sudah menampilkan notifikasi tiga panggilan tak terjawab.

"Yeseul?"

Yeseul sedang berjalan mondar mandir di kamarnya setelah tadi sepulang hagwon ia bertemu lagi dengan Renjun yang katanya sengaja menunggunya, tapi tidak mengatakan apa apa.

Jekyung menelpon balik Yeseul guna mengkonfirmasi sebenarnya ada apa dengannya.

Yeoboseyo, Yeseul-ah. Ada apa?

Yeseul tiba tiba tidak ingin membicarakan apapun yang tadinya ia ingin ceritakan ke Jekyung

Yeoboseyo, anii Jekyung-ah. Tadi aku cuma mau tanya suatu hal. Tapi tidak jadi.

Tanya tentang apa?

Tidak. Tidak. Tidak jadi. Jangan dipikirkan

Yasudah kalo begitu. Ku pikir kau kenapa. Tanya saja lagi nanti kalau kau ingin bertanya lagi

Ne, mianhae.

Nee

Yeseul benar benar tidak bisa menduga apapun maksud Renjun dari mengajaknya pergi di hari sabtu dan tadi menunggunya keluar dari tempat hagwon.

"Sebentar, apakah tadi ada Jisung. Aihh, bagaimana inii"

"Tapi tidak mungkin Jisung akan mengadukannya pada Jekyung kan. Lagian juga tidak ada apa apa. Ah molla"

Yeseul menyimpan sendiri pertanyaannya tentang Renjun di dalam benaknya.

"Jekyung-ah..."

Jaemin menyembul dari tangga saat Jekyung melamun apa sebenarnya yang ingin dikatakan Yeseul.

"Udah dibilang makanann di lemari.. ih" Jekyung tidak mau Jaemin menemukan bahwa ia sedang melamun.

"Ngga. Udah kenyang. Ini anak anak kalo mau latian di sini boleh kan ya"

"Oh. Anaknya siapaaa?"

"Anakk akuuuu.."

Jekyung sudah bersiap siap melempar lampu belajarnya.

"Anak anak kelas lah ya kali anak aku"

"Latian apa?"

"Badmintonnn!" Jaemin kesal Jekyung tidak nyambung dengan perkataannya.

"Hah? Badminton?"

Jaemin menuju kaca pada bagian pintu yang menampilkan pemandangan hujan salju tipis di luar.

"Main lempar bola salju yuk?"

"Bola keju?"

Fix Jaemin yakin tadi waktu pulang sekolah Jekyung kena sawan.

"Besok aku harus masuk sekolah kalau gini caranya" Jaemin bergumam sendiri pada engsel pintu.

"Jadi sebelum pekan ujian anak anak di kelas mau latihan dulu buat festival soalnya nilai kita mau dimasukkin ke nilai praktek"

"Hah?"

"Mending tidur deh kamu, Jekyungg sayanggkuu"

"Hahh apaan sihh? Nilai apa?"

Jaemin memutuskan untuk menyetir bahu Jekyung berdiri dari tempatnya, mematikan lampu belajar, dan menariknya turun dari tangga.

"Jaem.."

"Hmm"

Jaemin menduga ada suatu hal yang serius kalau Jekyung memanggilnya dengan panggilan normal seperti ini.

"Kalau seumpama eomma sama appa ku beneran ngga balik gimana?"

Jaemin menempatkan bola matanya ke sisi kanan atas.

"Ya... yaudah nggapapa kan. Kan kamu punya aku. Aku selalu ada di samping kamuuu"

"Samping apaan. Itu kalo udah bucinn sama cewek juga lupaaa sama temen"

"Dekkk.. yaa. Jekyung-ah"

Jekyung menutup pintu kamarnya yang berarti Jaemin tidur di sofa depan televisi. Jekyung akan tidur di kamar orangtuanya kalau Jaemin tidur di kamarnya, tapi Jaemin tidak berani menjamah tempat yang seharusnya tidak ia masuki di rumah ini. Kamar orangtua Jekyung terlalu pribadi untuk dia yang hanya berstatus sebagai tetangga dan teman Jekyung.

The Goodbye PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang