"Jekyungg-ahh.." suara Jaemin serak ketika mencoba mengangkat tangan Jekyung yang berada di samping kepalanya.
Jekyung tidak bergeming meskipun ia tertidur dalam keadaan duduk di kursi tunggu di samping tempat tidur Jaemin.
"Aih, aku bicara pada batu"
Jaemin kemudian membuat suaranya lebih keras.
"Yaa.. Jekyung-ah.."
Mark membuka tirai dari tempat tidur sebelah.
"Hei, bro.. jangan berisik. Bahkan matahari baru terbit setengah. Kenapa kau rusuh sekali"
"Yaa, Mark. Kau membut Jekyung tidurr di kursi dan kau enak enakan memakai tempat tidur pasien sebelahhh?" Suara Jaemin sudah lebih keras atau bisa dibilang mendekati suara aslinya dimana tidak ada bau bau kesakitan lagi dalam dirinya dan inilah yang membuat Jekyung terbangun.
Jekyung melihat ke arah Jaemin dan Mark bergantian.
"Oke. Ini sudah seperti biasanya. Kenapa kemarin dramaa sekali. Nanaaa, kau harus istirahat jangan menghabiskan energimu untuk Mark"
"Heunh, sayangkuuu. Aku sakitt.." tangan Jaemin terulur untuk menggapai kepala Jekyung tapi Jekyung lebih dulu memegang tangan itu untuk dikembalikan ke tempatnya.
"Kau membutuhkan apa?" Jekyung mengambil gelas air di nakas.
"Ppopo..." Jaemin menunjuk pipinya.
"Nih ppopo sama sup" Jekyung menempelkan sendok sup dari jatah makan pagi ke pipi Jaemin.
Mark sudah kembali mendengkur dalam tidurnya.
Melihat angka delapan pada penunjuk waktu di ponselnya, Jekyung mengguncang kaki Mark.
"Mark.. kau harus ke sekolah"
"Ani, ini masih pagi buta"
"Pagi buta gigi mu copot... jam 8 ini. Kamu pasti dicari Miss Suzy nanti kalau ga ada di kelas"
Mendengar kata jam 8 Mark kemudian berdiri mengenakan sepatunya sembarangan dan membetulkan coatnya.
"Itu mataaa melekk dulu astagaa" Jekyung menyusulnya ke arah pintu tapi Mark sudah kabur.
Selama beberapa detik Jekyung merasa seperti dirinya adalah ibu dari dua orang anak sekaligus, Mark dan Jaemin.
Ponselnya berdering bersamaan dengan Jaemin berusaha berdiri dari tempat tidurnya.
"Ne... ne.. Ne. Jaemin? Baru saja selesai mandi. Ne. Ne..."
Terlalu banyak kata 'iya' dari mulut Jekyung membuat Jaemin berpikir itu pasti ibunya yang baru saja menelpon.
"Sebenarnya anak eomma itu siapa. Liat dia menelponmu alih alih aku"
"Itu karena setiap eomoni menelponmu kau tidak menjawab"
Jaemin mencibir ke arah Jekyung. Ia merasakan kakinya menginjak suatu hal yang seharusnya tidak ada di lantai saat ini.
"Siapa yang menyuruhmu membuat kertas kertas ini berjalan jalan di lantai.."
Jekyung menatap nanar uang yang semalam ia tumpahkan dari dalam tas untuk mengganti uang Mark.
"Hehe... mereka perlu menghirup udara sebentar. Kurasa sekarang sudah cukup. Aku akan mengajak mereka kembali" Jekyung perlahan berjongkok untuk mengambil uang yang merupakan tanggung jawabnya tersebut. Kemudian baru berpikir bahwa Jaemin saja yang biasanya tidak peduli melihat uang itu mencak mencam apalagi tadi petugas medis yang mengecek kondisi Jaemin melihat semua uang itu. Pasti perawat tadi berpikir yang aneh aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Goodbye Pain
FanfictionSome pray for the rain, others pray for peace. I pray for your happiness, with or without me. - Anonym Ada suatu ketentuan dimana pada semester dua akhir di kelas dua, para siswa disatukan di dalam satu kelas penjurusan dengan keahlian yang sama. Da...