17.

43 1 0
                                    

Yeseul seharusnya tahu bukan Renjun yang akan ditemuinya meskipun Renjun yang meminta ia untuk datang.

"Sudah lama?"

Dan di sinilah Jeno yang senyumnya masih sama seperti terakhir kali mereka bertatap muka sedekat ini. Di salah satu taman sekolah di SMP mereka dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka karena fokus sseneung di kelas sembilan.

"Lumayan"

Yeseul memeriksa penampilan Jeno dari atas sampai sepatu berwarna coklatnya.

"Kenapa?"

"Ngga. Harusnya aku tahu Renjun cuma suruhan"

Jeno duduk di depan Yeseul. Mereka berada di salah satu kedai makanan kecil yang cukup ramai di kota.

"Kau berharap untuk bertemu Renjun?"

"Tidak juga. Hanya saja agak aneh ia memintaku ke kota di musim dingin seperti ini"

Jeno mengangguk angguk.

"Kau sudah memesan?"

"Belum. Kau saja. Aku sama"

Jeno memilih menu dan memberitahu salah satu pelayan kemudian mengalihkan fokusnya ponsel, ada pesan masuk tiba tiba.

Jaemin Na
Aku mundur dari permainan kali ini

Jeno tahu apa yang dibicarakan oleh Jaemin. Ia tahu pasti Jaemin sudah menerima bingkisannya.

"Aku permisi sebentar"

Jeno segera menelpon Jaemin untuk memberitahu apa yang akan Jaemin terima kalau mundur di tengah jalan seperti ini.

"Wae?"

"Kau beneran ingin mundur?"

"Ya"

"Baiklah"

Jeno menutup telponnya dan berjalan ke arah taman kota yang tidak jauh dari tempatnya saat ini.

Ia mengambil foto pada sisi yang tepat lalu mengirimnya ke Jaemin.

"Berengsekkk" pekik Jaemin di dalam kamarnya.

Yeseul melihat perubahan wajah Jeno yang mencurigakan saat kembali masuk ke restoran.

"Ada apa?"

"Ani.. anieyo. Kau suka tempatnya?"

Yeseul tidak ingin mengatakan 'ya', tapi juga tidak akan mengatakan 'tidak'. Ia hanya mengangkat bahunya.

"Bisakah setiap sabtu kita ke sini?"

Yeseul menerawang jauh. "Entahlah, ku rasa tidak bisa. Apakah Renjun tidak mengatakan bahwa kelas kami sedang bersiap untuk festival?"

"Oh iya, festival musim panas" Senyum Jeno melebur bersama makanan mereka yang sudah datang.

Yeseul tidak akan repot repot menjabarkan perasaannya. Ia masih berdebar ketika Jeno berbicara dan ia selalu senang tanpa alasan ketika Jeno menatapnya. Hanya saja ada suatu hal yang hilang. Seperti donat yang tidak punya nilai tengah.

"Baiklah, aku akan mengantarmu pulang" kata Jeno sigap setelah mereka menghabiskan makanan.

"Jadi kamu membuatku keluar dari rumah hanya untuk makan?" Yeseul mengerjapkan matanya. Ia berekspektasi bahwa ada suatu hal yang ingin dibicarakan Jeno. Lalu apa peran Renjun, Jeno bahkan bisa memintanya langsung untuk datang.

"Baik, dengar.. di lain waktu kalau kau hanya ingin mengajakku makan dan keluar seperti ini jangan libatkan Renjun"

"Kenapa?" Jeno menganhkat satu alisnya sejajar dengan kemiringan senyumnya.

"Aku tidak ingin Jekyung salah paham"

"Jekyung? Ada apa dengan Jekyung?"

Yeseul baru mengingat bahwa Jekyung tidak pernah membicarakan perasaannya. Hanya orang orang yang peka saja yang tahu bagaimana Jekyung.

"Hah? Tidak. Tidak apa. Aku duluan saja. Mumpung masih ada bus jam segini. Gomawoo"

Jeno tergesa mengenakan coatnya dan meninggalkan uang bill di meja untuk menyusul Yeseul.

"Aku akan mengantarmu sampai halte kalau begitu"

Jeno berhasil menyamai langkah Yeseul. Tapi, Yeseul tiba tiba berhenti. Ia melihat seorang robot yang ternyata bisa tertawa lepas. Ya, Renjun. Renjun yang sedang tertawa dan menempatkan tangannya di depan wajah untuk menghalangi bola salju yang dilempar oleh seseorang dimana Yeseul yakin bahwa itu Jekyung. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa mengenali Jekyung bahkan dari jarak bermil mil jauhnya.

Rambut Jekyung terlihat rapi dan menjadi berwarna keemasan tertimpa cahaya lampu kota. Membuatnya seperti seseorang yang benar benar berhak bahagia melihat orang yang dicintainya tertawa bersamanya. Orang yang bahkan hanya berbicara sepatah kata kepada orang lain.

"Kau mengkhawatirkan Jekyung dan berharap bertemu dengan Renjun.. lalu di sinilah kau melihat mereka bermain bersama. Bukankah mereka lucu. Mereka seperti penguin menggemaskan saat bersama"

Sesaat Yeseul lupa bahwa Jeno bersamanya.

"Kau tahu tentang ini?"

Jeno mengedikkan bahu.

"Goure, kau tahu. Aku tahu kau pasti tahu tentang ini!"

Yeseul kemudian berjalan cepat menuju halte. Perasaannya campur aduk, malu pada dirinya sendiri karena berpikir berlebihan, kecewa pada suatu hal yang tidak jelas, dan ia bahkan tidak tahu harus bagaimana.

Jeno memberi jeda waktu bagi Yeseul untuk berpikir sampai busnya datang.

"Oke, annyeong Yeseul-ah" Jeno melambaikan tangan saat Yeseul masuk ke dalam bus tapi berasa ia mengucapkan selamat tinggal pada angin kosong.

Sementara di tempat yang lain Jaemin hanya bisa mengumpat karena ia tidak bisa keluar rumah dan Jekyung tidak menjawab teleponnya.

The Goodbye PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang