9.

27 1 0
                                    

"Jaemin sering ke sini?" Yeseul akhirnya menanyakan salah satu pertanyaan yang ia susun di kepalanya.

Jekyung mengangguk sambil mengambil mi.

Yeseul mengangguk meskipun ia butuh penjelasan. Ia merasa ia juga punya tetangga laki laki yang seumuran dengannya tapi tidak semena mena seperti Jaemin yang seakan menganggap rumah Jekyung adalah rumahnya sendiri.

"Dia benar benar seperti kakak laki laki.. semenjak orangtua-ku hilang"

Yeseul akhirnya tahu alasan kenapa Jekyung terlihat susah menjawab pertanyaannya.

"Hilang?"

Jekyung mengangguk. Raut wajahnya berubah kuyu. Alasan lain kenapa ia berpenampilan acak saat datang ke sekolah mungkin berhubungan juga.

"Kau ingat kecelakaan pesawat tujuan pulau Jeju beberapa waktu lalu?"

Yeseul tidak begitu tahu tentang berita maka ia hanya mengangguk saja.

"Eomma dan Appa ku salah satu penumpang"

Yeseul langsung merasa tak enak hati.

"Omoo, mianhaee.. Jekyung-ah"

Yeseul menghentikan makannya dan menepuk pundak Jekyung.

Jekyung menarik napas seakan ia flu dan menyedot ingusnya.

"No. I'm fine. Aku sudah merasa lebih baik karena tetanggaku sangat baik termasuk keluarga Jaemin sih yang paling.. paling.. apa ya.. paling care. Ya begitulah. Karena mereka tahu sejak awal masuk SMA aku satu kelas dengan Jaemin"

"Ah, arraseo.. paham paham. Makanya mereka seperti menganggap kamu anaknya mereka sendiri apalagi Jaemin juga tidak memiliki saudara"

"Yess. You're right. Ni aja rumah udah kaya rumahnya sendiri bagi Jaemin. Tapi aku nggak pernah mau kalau harus ke rumahnya karena siapa tahu orangtuaku pulang ke rumah. Jadi aku harus setiap hari pulang, hehe"

Karena merasa obrolan mereka sudah tidak nyaman, maka Yeseul mengubah pembicaraan.

"Jekyung-ah. Aku harus marah sama kamu kayaknya"

"Hah? Wae?"

Yeseul memelankan suaranya.

"Kau bilang ke Jaemin kalo aku suka dia?"

Jekyung refleks menutup mulutnya dan mengarahkan pandangannya ke tangga was was kalau saja Jaemin naik ke atas.

"Mianhaee.. aku ngga bisa bohong kalo sama Nana"

Jekyung merasa bersalah dengan meringis sampai memohon agar Yeseul memaafkannya.

"Dwaesseo.. aku juga sepertinya cuma fans karena nggak begitu suka suka banget"

"Jeong..mal?"

Jekyung menggoda Yeseul dengan tatapan curiga Yeseul tidak mengakui perasaannya karena khawatir Jekyung akan membocorkannya ke Jaemin.

"Beneraann"

"Masa?"

"Iya"

"Ahh mollaa.. tapi nggapapa malahan aku khawatir kalau kamu beneran cinta sama dia"

"Kalo cinta kayaknya aku masih cinta orang lain sih" Yeseul mengakui.

"Waa daebak.. kau pernah pacaran?" Jekyung tertarik dengan pembicaraan ini sampai meletakkan sumpitnya.

Yeseul mengangguk.

"Ceritakann ceritakaann"

"Waktu SMP sih. Tapi orangnya satu sekolah juga sama kita"

"Apakah aku tahu orang itu?"

"Entahlah, mungkin kamu tahu karena dia suka main basket dan futsal juga kaya Jaemin kalau tidak paling kamu setidaknya cuma melihat di lapangan sekolah kita"

"Siapaa siapaa?"

"Namanya.. Jeno"

Jekyung hampir tersedak kalau saja tadi mi-nya masih di tenggorokan.

"Lee Jeno? Anak IPA-1?"

Yeseul mengangguk, "Kau mengenalnya?"

Jekyung mengangguk ragu.

Baru sekitar pukul 10 malam hujan salju reda. Yeseul bersiap untuk pulang daripada nanti hujan lagi.

"Kau tidak menginap saja di sini?"

"Tidak, Jekyung-ah"

Jekyung mengekspresikan rasa kecewanya dengan mengerucutkan bibir seperti bebek.

Dan dalam sekejap Jekyung sudah menendang kaki Jaemin yang menggantung di kursi sedangkan orangnya tidur menyangkut di kursi panjang depan tivi.

"Naa.."

"Waeee waee wae...."

Jaemin bangun dengan terkejut seolah ada orang yang menantangnya. Yeseul yang sedang merapatkan jaketnya terkejut dengan suara dari ruang tengah rumah Jekyung.

"Anterin Yeseul ke halte dong"

"Kamu aja lah. Dingin" kemudian Jaemin merubah posisi tidurnya.

"Ihh nggak kasihan?"

Jaemin langsung bangkit dan memegang kepala Jekyung guna meniup ubun ubunnya.

"Yeseul dianterin Jaemin yaa.."

"Eh ngga usah repot repot. Aku sendiri aja kok"

"Heihh, gwaenchana.." Jekyung berkata seolah itu tidak berarti apa apa sedangkan Jaemin memberi tatapan mematikan.

"Naa.. sama titip es krim ya"

"Hahh.. dingin begini mau makan es krim?" Jaemin nggak habis pikir dengan permintaan aneh aneh Jekyung.

"Yaudahh yaudahh es kopi" rengek Jekyung di ambang pintu.

"Mati beku tau rasa kamu" Jaemin langsung menutup pintu saat Yeseul sudah keluar.

"Oiya, nanti kalo ada telfon dari Haechan atau Mark ngga usah diangkat dulu. Biar nanti mereka nunggu aku balik"

"Neee..." Jekyung merasa kesal karena Jaemin tidak menerima semua titipannya.

Jaemin tiba setelah setengah jam menunggu bus yang datang dan searah dengan rumah Yeseul.

"Jekyunnggg..."

"Hngg.. apa?"

"Mark udah telpon?"

"Belum"

"Nih es kopi"

Jaemin memberikan segelas kopi berwarna hitam pekat.

"Ini air comberan ya, Na?"

"Sembarangan. Kopi ni baunya aja kopi banget"

"Mana hitam gini" tapi Jekyung tetap meminumnya.

Ia tahu yang ia rasakan pasti akan seperti ekspektasinya. Melebihi malah. Delapan slot espresso. Gila emang.

"Rasanya sepahit kehidupan"

Jaemin puas mengerjai Jekyung dengan kopi mematikannya.

"Eh, Na. Aku punya fakta baru"

"Apa?"

"Yeseul adalah mantan pacar.. Jeno"

"Udahh tau"

"Mwo?"

The Goodbye PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang