Mark membawa sendiri gitarnya yang membuat Yeseul heran karena hanya tas gitar yang dibawanya.
"Kau yakin hanya membawa gitar?"
Mark mengangguk, "Gitar adalah hidupku" jawabnya percaya diri dimana Yeseul tadi pagi menjejalkan hampir tiga jaket dan satu stel pakaian serta beberapa pakaian dalam.
Yeseul mengira Jekyung dan Jaemin yang datang paling akhir tapi ketika bus sudah melaju terlihat bayangan hitam yang melambai dari tepi jalan.
Mark yang duduk di kursi paling belakang dengan Jaemin padahal banyak kursi kosong di depan secepat kilat berjalan ke arah depan.
"Ahjussi, menepi sebentar"
Dan naiklah itu bayangan hitam dari bawah sampai atas ditambah topi hitam dan tas juga berwarna hitam.
"Kenapa kalian meninggalkanku..."
"Yaa, Haechan-ah. Kau yang kelamaan pake pomade bukan kita yang meninggalkan" sahut Jekyung sambil memakan keripiknya.
"Siapa bilang aku pake pomade..."
"Trus? Eyeliner?"
"Buluuu mata ni... aku pasang satu satu"
Bus sudah mulai beranjak lagi. Ketika Haechan seperti tidak akan berhenti adu mulut dengan Jekyung.
"Shhh... kalian diemm dong" Yeji mulai memasang earphonenya. Dari tadi mukanya ditekuk sedemikian rupa.
Jekyung dan Haechan langsung diam karena tidak punya pilihan lain.
Perjalanan selama lima jam tidaklah mudah apalagi penuh dengan energi negatif seperti ini. Selama satu jam Yeseul sudah mendengar jeritan Lucas sebanyak tiga belas kali, Haechan kurang lebih bernyanyi sambil jejeritan tanpa henti, dan ketila mereka semua frustasi akan berteriak bersama sama.
Anehnya Jekyung tidur dengan pulas setelah selama tiga puluh menit bus melaju.
Yeji menggunakan earphone dan eye mask. Mina anteng saja dengan ponselnya dengan sesekali mengambil foto. Ia mengambil foto siapa saja tapi Yeseul yakin fokusnya akan ke Jaemin.
Baru saja dipikirkan yang punya nama datang. Menepuk pipi Jekyung, mengguncangnya, memainkan rambutnya.
"Apa yang kau lakukan?" Yeseul merasa ia harus melindungi Jekyung bahkan dari Jaemin.
"Berapa lama ia tidur?"
"Baru saja"
"Ngga mungkin"
"Jekyungg-ahhh..." Jaemin berteriak di depan wajah Jekyung.
"Kau gila ya! Jangan mengganggunya, Jaemin"
"Aku perlu obatku. Dia yang bawa"
Yeseul menghela napas.
"Kenapa ngga pake cara baik baik si. Astaga. Jekyung... Jekyung-ah" Yeseul menepuk bahu Jekyung pelan.
"Ngga bakal bisa. Aku udah berpengalaman, ni anak kalo tidur kek kambing hibernasi. Kau bisa ke kursi lain sebentar?"
"Ah, ye..."
Melihat Yeseul kesulitan keluar dari kursinya yang dekat jendela Jaemin yang terpaksa harus menyeret Jekyung ke kursi lain di belakang.
"Aku bawa saja dia ke belakang. Maaf mengganggumu"
Jaemin benar benar tidak manusiawi membawa Jekyung dengan menyampirkannya ke bahu dan berusaha menjaga keseimbangan berjalan di dalam lorong bus. Orang ini suka mempersulit diri sendiri memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Goodbye Pain
FanfictionSome pray for the rain, others pray for peace. I pray for your happiness, with or without me. - Anonym Ada suatu ketentuan dimana pada semester dua akhir di kelas dua, para siswa disatukan di dalam satu kelas penjurusan dengan keahlian yang sama. Da...