4. Apa Aku Juga Mimpimu?

6.2K 526 9
                                    

Terkadang jika tidak memiliki rutinitas lain seperti hari ini, Yasmin akan berkunjung ke rumah Lail dan Syafiq. Bertemu dengan dua keponakannya yang menggemaskan.

"Horeee tante Yasmin datang, asiiik, tante Yasmin bawain pesanan aku minggu lalu kan?" Ucap Razan mengulurkan kedua tangannya, bocah berumur enam tahun itu tumbuh menjadi Kakak yang baik bagi Hisyam.

"Tentu saja sayang, pizza kan?" Yasmin memberikan sebuah kotak besar yang berisi pizza, jika Syafiq ada di sini pasti dia akan memarahi adiknya karena membawakan makanan cepat saji untuk anaknya.

"Kalau Hisyam, tante bawain roti ekstra cokelat dan cokelat kesukaan Hisyam" Yasmin memberikannya kepada Hisyam, membuat mereka melompat saking bahagianya.

"Bilang apa sama tante Yasmin?" Tanya Lail

"Makasih tante" ucap mereka bersamaan memeluk tantenya.

"Kissnya mana?" Si kembar memberikan kecupan dipipi kanan dan pipi kiri Yasmin, lalu berlari untuk membuka makanan favoritnya.

"Pasti menyenangkan kan mbak, punya si kembar" Lail mengangguk.

"Sangat menyenangkan sekaligus mendebarkan. Bayangin aja Yas, kemarin mereka berdua jatuh ke kolam renang karena rebutan pelampung semangka, hadiah kamu buat Razan, Hisyamnya iri. Untung deh ada ayahnya, Mbak sampai syok banget."

"Loh, bukannya aku juga kasih buat Hisyam, mbak?"

"Dikempesin sama dia, dikiranya balon." Yasmin tertawa hanya dengan membayangkan ekspresi Hisyam yang dengan polosnya mengira pelampung itu balon, tapi memang sih sedikit mirip.

"Sampai lupa, mbak masakin kamu ayam saos tiram kesukaan kamu. Mau makan sekarang atau bentaran?"

"Bentaran aja mbak, kenyang banget tadi singgah makan pizza juga waktu beliin Razan." Jawab Yasmin

Mereka duduk di teras rumah sambil memandangi si kembar yang berlarian ke sana kemari.

"Oh iya, bagaimana rumah sakit, Yas? "

"Seperti biasa mbak, menguras waktu dan tenaga, tapi menyenangkan." Lail mengangguk.

"Kamu tahu nggak, mas Syafiq kadang pulang rumah langsung curhat, katanya Abi marahin dia karena nggak mau bujukin kamu pindah ke rumah sakit mereka."

"Aku aja sampai capek mbak diteror mulu, bahkan dua hari yang lalu Abi datang ke rumah sakit cuma buat ngeliat kondisi aku, katanya kalau aku bosan, aku bisa pindah ke rumah sakitnya." Celetuk Yasmin "Ummi dan Abi tuh sama aja, terlalu mengkhawatirkan anaknya sampai lupa kalau anaknya itu udah dua puluh tujuh tahun bentar lagi." Sambungnya

"Semua orang tua memabg begitu Yas, selalu menganggap anaknya seperti anak kecil yang masih butuh kasih sayang mereka, aku paham sih bagaimana khawatirnya Ummi setelah memiliki si kembar, mereka demam aja, aku bawaannya lemas juga." Mereka terus melanjutkan pembicaraan mereka, kadang tidak pernah terpikir mengapa dulu dia sejahat itu kepada Lail bahkan membuat perempuan itu jauh dari kakaknya sendiri. Perempuan di hadapannya ini benar-benar sabar dan penyayang, cukup berbeda jika dibandingkan dengan dirinya.

Jika mereka berdiri berdampingan, sangat kontras perbedaannya, Lail dengan cadar yang menutupi kecantikannya, pemahaman agama yang cukup, dikaruniai anak yang menggemaskan serta suami yang mencintainya, sedangkan dia kebalikan dari itu semua. 

"Bagaimana dengan Bagas, sudah ada kabar?" Tanya Lail hati-hati, Yasmin menggeleng, sorot matanya berubah menjadi kecewa, dia putus asa.

"Terkadang, aku bertanya-tanya sama diriku, mbak" jeda sepersekian detik "Apakah dia akan kembali, apakah dia merindukanku sama dengan aku merindukannya, apakah pernah dia memikirkanku, apakah dia akan menepati komitmennya. Kadang, aku juga berpikir untuk menyerah saja karena dia tidak akan pernah kembali, sepertinya aku nggak pernah jadi rumahnya, dan dia terlalu sibuk mengejar mimpi yang nggak ada aku di dalamnya" suara Yasmin berubah parau, Lail menggenggam tangan Yasmin.

DILEMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang