9. Ruang di Hati yang Kembali Hidup

5.3K 525 27
                                    

Pukul lima sore dengan udara yang cukup sejuk memanglah waktu yang tepat untuk berolahraga. Yasmin berlari di sekitar lapangan yang tak jauh dari indekosnya. Penatnya kegiatan di rumah sakit membuatnya lupa bahwa tubuhnya juga harus dijaga dengan olahraga. Tadinya dia sudah ada janji dengan dua sahabatnya untuk lari bersama, tapi mereka harus absen karena anak-anak mereka sedang rewel. Beginilah nasib perempuan jomlo, yang sahabat-sahabatnya sudah menikah dan memiliki buntut. Pipit dengan Shireen dan Aya dengan Jihan.

Dengan earphone yang digunakannya, dia mendengar siaran radio yang menjadi favoritnya, ya dia memang sekolot itu, di zaman sekarang yang serba canggih dengan teknologi komunikasi yang berkembang dia masih mendengarkan radio alih-alih spotify, podcast, dan lain sebagainya. Saat masih kuliah dulu, dia rutin mengirim surat untuk kemudian dibacakan oleh penyiar radio jika beruntung, surat miliknya beberapa kali dibacakan. Hal itu pula yang menjadikannya semangat untuk terus menulis, meskipun tulisannya jauh dari kata bagus.

"Halo teman-teman, apa kabar nih? Ketemu lagi dengan kami berdua radio Wijaya 93,7FM, Aldi ganteng dan?"

"Aldo manis di sini" ucap partner Aldi

Kemudian mereka sama-sama mengucapkan "Di Radio WIJAYA 93,7FM. Nah, teman Hihi Haha, masih setia mendengar saluran ini kan?"

"Seperti biasa kita bakalan nemenin pagi kalian semua selama satu jam ke depan" suara Aldi, penyiar radio yang suaranya sudah akrab ditelinga Yasmin kembali terdengar bersamaan dengan irama langkah kakinya.

"Tema Haha Hihi, hari ini adalah ...." suara Aldi dan Aldo terus terdengar, keringat membasahi dahi perempuan itu.

"Nggak apa-apa, berkeringat itu sehat. Jangan nyerah, jangan rebahan mulu." Ucapnya menyemangati dirinya sendiri, tidak terasa sudah satu jam dia mendengarkan penyiar radio favoritnya berceloteh mengenai kiat-kiat melupakan seseorang.

Ah, rasanya melupakan itu butuh waktu, bukan? Tidak melulu harus cepat. Apalagi melupakan seseorang yang pernah singgah di dalam hati. Yasmin duduk bersandar di bawah pohon yang cukup besar dengan angin yang menerpa kulitnya, menghapus jejak-jejak keringat yang membuatnya bertambah cantik, aneh, memang aneh, perempuan yang berkeringat pasti tampak kumal, tapi ini kebalikannya. Yasmin menuruni wajah cantik alami dari Ummi Aisyah, alisnya yang tebal satu-satunya milik ayahnya yang dia wariskan, lesung pipinya dalam dan tercetak jelas ketika dia tersenyum menambah kesan manis dan imut di wajah cantiknya. Dulu sebelum akrab dengan Aya, mereka pernah berseteru karena salah satu senior yang mengader mereka jatuh cinta pada Yasmin sedangkan Aya yang lebih dahulu menyukainya. Jadilah mereka saling adu mulut dengan Pipit sebagai wasit, siapa yang menyangka kini mereka bertiga akrab sampai sekarang. Terkadang, disaat sendiri seperti ini banyak pikiran yang memenuhi kepalanya, dari hal terkecil sampai hal yang terbesar sekalipun.

"Kenapa ya dulu gue jahat banget karena cinta" ucapnya mengingat beberapa tahun lalu saat dia masih menyukai kakaknya dan mengeluarkan ucapan yang menyakitkan kepada Lail?
Sampai, Umminya harus dirawat di rumah sakit karena stress, Aya dan Pipit memarahinya habis-habisan, dan dia mengambil cuti selama satu semester untuk menenangkan diri dan tinggal di puncak rumah kakek dan neneknya.

Banyak 'kenapa' yang memenuhi kepalanya.

Kenapa dia harus melepas Bagas, andai dia memohon untuk tetap tinggal, mungkin sekarang mereka sudah menikah bukan?

Dia melepas kacamata minus miliknya, minusnya cukup tinggi, terakhir dia memeriksakan matanya sampai menginjak angka 3,4. Jika, tidak memakai soflent dia akan memakai kacamatanya, hadiah ulang tahun dari Kakak iparnya, Lail.

"Auuuh" Yasmin menyentuh pipinya yang dingin dan memutar matanya malas ketika melihat lelaki yang tengah tertawa di depannya.

"Untuk kamu" Arsen mengulurkan minuman isotonik dingin ke arah Yasmin.

DILEMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang