27. Lamaran yang Terulang

6.2K 567 20
                                    

Di sebuah Padang Ilalang yang begitu luas, indah sekali, ribuan ilalang, langit yang maha luas tergambar indah kanvas berwarna jingga. Perpaduan yang membuat seseorang enggan meninggalkan tempat itu.

"Yasmin" suara lembut nan indah membuat perempuan itu berbalik.

"Bunda Khadijah" dia berlari memeluk Ustadzahnya

"Yasmin rindu banget sama Bunda" ucapnya enggan melepas pelukannya kepada Ustadzah yang telah mendahuluinya. Ustadzah yang mengajarnya di Pesantren dengan telaten, ustadzah yang telah dianggap seperti ibunya sendiri. Beliau meninggal selepas melaksanakan sholat subuh, di saat dia tengah membaca surat cinta dari Allah, Alqur'an. Kematian yang indah, mengingat seseorang diwafatkan sesuai dengan kebiasaannya di dunia.

Ditengah tempat yang indah ini, dia begitu bahagia karena kini bisa bertemu dengan orang yang dia kenal.

"Bunda dari mana aja, kenapa Bunda pergi? Tahu nggak, Yasmin rindu banget sama Bunda."

"Bunda pergi karena Allah sudah rindu ingin bertemu Bunda." ucapnya mengelus pucuk kepala santriwati yang menjadi favoritnya itu.

"Tempatnya indah ya bun? sampai-sampai bunda betah di sana." Bunda Khadijah mengangguk.

"Sangat indah, tidak ada hal yang menandingi keindahannya di dunia."

"Hmmm, boleh nggak Yasmin ikut?" Bunda Khadijah diam, menimbang-nimbang sesuatu membuat dahi Yasmin berkerut.

"Kenapa Yasmin mau ikut?" Tanyanya

"Aku nggak suka tinggal di sini lagi" Yasmin diam sebentar "Ada banyak kesakitan yang nggak sanggup lagi Yasmin tahan" sambungnya, sekarang mereka tengah duduk disebuah kursi panjang yang tepat menghadap pada bentangan jingga yang maha luas, burung merpati terbang menambah keindahan semesta.

"Kalau kamu tidak merasakan rasa sakit, lantas dari mana kamu akan belajar sayang?"

"Tapi.. rasanya sakit sekali sampai aku nggak bisa tahan." Ucap perempuan itu sendu "Boleh ya, aku ikut?"

Bunda Khadijah menggeleng "Kamu ingat saat di pesantren dulu. Kamu bilang, kamu ingin meninggalkan dunia dalam keadaan berbahagia. Lantas, mengapa kamu ingin pergi dalam kesakitan seperti ini. Bunda tahu kamu anak yang kuat, ingatlah Ummi Aisyah dan Abi Adnan, dia begitu bahagia saat tahu Allah menitipkan kamu dirahimnya. Ingatlah janji-janji kamu yang belum kamu tepati. Di mana senyum cantiknya anak bunda ini?"

Wajah Yasmin sendu "Aku udah nggak kuat lagi bun" Bunda Khadijah sontak menggeleng.

"Bunda percaya Yasmin kuat. Dua puluh sembilan hari Yasmin bahagia, lantas satu hari diberikan kesedihan, masa Yasmin mau menyerah begitu saja?" Bunda menggenggam tangan Yasmin.

"Ada yang menunggu dengan sabar Yasmin membuka mata, jangan dikecewakan. Bunda akan kembali lagi menjemput Yasmin, saat Yasmin ingin pulang dalam keadaan berbahagia. Bunda pergi ya sayang." Setelahnya bunda pergi, meninggalkan perempuan yang memandang semburat senja yang berganti menjadi biru tua. Hilangnya semburat senja itu bersamaan dengan hilangnya Bunda dari peradaban ini.

Sepi, sendirian, di tempat yang asing membuat dada Yasmin sesak. Dia takut.

Hingga lelaki di ujung sana melambai memanggil namanya, wajahnya tidak asing. Tetapi anehnya dia melupakan nama lelaki itu. Dia tidak beranjak dari tempat duduknya, mencoba mengingat dulu siapa gerangan lelaki yang berbaik hati menjemputnya dari tempat yang asing ini.

Suara lelaki itu kembali berhasil membuatnya kebingungan. Suara itu tidak asing tapi mengapa dia sama sekali tidak mengingatnya.

Hingga akhirnya dia berani melangkahkan kakinya ke arah laki-laki itu, perlahan demi perlahan, tertatih-tatih hingga dia tiba. Tapi, dia tak kunjung mengingatnya.

DILEMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang