29. Hati yang Terluka

6.4K 611 29
                                    

"Bagas, please. Aku mohon, kita kembali ke jerman. Mulai semua dari awal lagi. Aku janji akan berubah menjadi apa yang kamu mau. Aku nggak peduli meskipun kita nggak menikah, kita bisa selalu bersama. Aku mau kita seperti dulu lagi, kita urus semua secepatnya. Kita tinggalkan indonesia sama-sama." Arleta menangis, memohon agar permintaannya bisa diindahkan Bagas. Tetapi, lelaki itu tetap menggeleng. Keukeh pada keputusan yang diambilnya.

Melihat perempuan yang dicintainya mengalami kesakitan di rumah sakit, melihat perempuan itu harus mengalami mimpi buruk karena kesalahannya kembali masuk ke dalam hidupnya, membuat dia tidak ingin beranjak sedetikpun dari sampingnya. Asal Yasmin masih bisa tertangkap oleh indra penglihatannya maka baginya sudah jauh lebih dari cukup.

Selama perempuan itu sekarat di rumah sakit, tak sedetikpun Bagas meninggalkan rumah sakit. Sekalipun dia harus tidur dilorong rumah sakit yang dingin, sekalipun dia harus puas melihatnya dari jauh. Sekalipun dia harus kuat melihat cintanya, menikah dengan orang lain.

Sekeras apapun Arleta mencoba untuk membujuk Bagas, sekeras itupula Bagas tetap pada pendiriannya.

"Aku mohon, hmm? Please, Gas. Aku akan berusaha menjadi Yasmin, aku akan jadi bayang-bayang dia kalau perlu." Arleta menautkan kedua tangannya di dada, memohon. Dia tidak sanggup melihat Bagas hidup dengan luka yang menganga dihatinya

"Le, cinta itu menerima bukan menuntut. Cinta itu memberi bukan meminta. Mau seberapa keraspun usahaku untuk mencoba mencintai kamu, aku tetap nggak akan bisa. Karena aku benar-benar sudah menjatuhkan hatiku sejatuh-jatuhnya pada satu wanita, dan itu bukan kamu." Seolah sudah terluka dengan parah, lalu disiram dengan air garam, pedih. Mencintai seseorang yang tidak mencintai kita, tetapi bodohnya. Kita tidak bisa lepas dari siklus itu.

"Kalau begitu kenapa waktu itu kamu selalu ada saat aku mencoba untuk bunuh diri? Kenapa nggak sekalian biarin aja aku mati, huh?"

"Kamu itu sudah seperti adikku Le, dan selamanya akan selalu begitu. Mana mungkin aku membiarkan adik aku bunuh diri?" Jujur saja, Bagas benar-benar lelah. Semalam suhu tubuhnya sampai pada 39 derajat. Belum pulih sepenuhnya, dia sudah harus berhadapan dengan Arleta.

"Aku ngelakuin ini semua pun bukan untuk diriku, tapi untuk kamu. Aku nggak mau lihat kamu seperti ini, raga kamu ada tapi jiwa kamu hilang entah kemana. Kamu seperti mayat hidup, Gas. Lebih baik kamu ngejauhi Yasmin, kita mulai lembaran yang baru. Aku tahu kamu menganggap aku egois. Tapi, ini nggak lebih karena aku cinta sama kamu. Kalau kamu terluka, sama halnya dengan kamu juga ngelukain aku."

"Kalau kamu pikir aku bisa memulai hidup yang baru, kamu salah besar Le, hidup aku ada di sini. Kalau aku pergi, sama halnya dengan aku udah mati." Arleta menghapus air matanya kasar.

"Dia udah menikah. Apa kamu tetap mencintai dia, sementara sekarang dia udah jadi milik orang lain?"

"Apa salah ketika kita menitipkan rasa kepada orang yang sudah menjadi milik orang lain? Aku pikir nggak. Karena rasa cinta, bisa jatuh tanpa kenal tempat, Le. Nggak bisa otak pilih, hati yang mengaturnya. Seperti perasaan kamu sama aku, mau bagaimanapun usahaku untuk melupakan dia, aku nggak akan pernah bisa. Bahkan sampai aku matipun, dia akan abadi di sini" Bagas memegang dadanya. Jeda beberapa lama, hanya suara isak tangis Arleta yang terdengar.

"Pulanglah Le, kamu perlu istirahat." Arleta menggeleng.

"Aku akan tetap di sini" jawabnya "Aku mau sama kamu" sambungnya

"Kalau begitu, biar aku yang pergi." Bagas pergi, meninggalkan Arleta sendirian.

Apa memang dia harus ditakdirkan seperti ini?

Apa memang dia tidak pantas untuk dicintai?

***

Arsen membelah jalan raya dengan kecepatan di atas rata-rata, rasa panik dan takut menjadi satu.

DILEMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang