17. Kalimat Paling Egois

5.6K 512 22
                                    

Esoknya aku menelpon Pipit dan Aya, dua orang sahabatku itu dengan sigap datang dan menghiburku. Aku ceritakan panjang lebar mulai dari awal aku mengenal Arsen dan sikap konyolnya, ketika aku mendengar suara adzan yang ternyata memang itu benar-benar suara dari Bagas bukan halusinasiku semata, tentang pertemuanku di pesta pernikahan Yana dan insiden Tesar memanggil Bagas dengan sebutan ayah.

"Memang bener-bener brengsek tuh cowok, gue nggak habis pikir dia bisa sejahat ini sama lo" ucap Pipit menggebu-gebu, kadang dia bisa menjelma menjadi wanita yang tutur katanya paling lembut, sopan dan menenangkan. Kadang pula dia bisa menjadi sosok wanita yang perkataannya mampu menusuk hati terdalam seseorang ketika sahabatnya tersakiti. Pernah waktu itu dia menjambak-jambak wanita yang dengan sengaja membuat Aya terjatuh di kantin kampus, girl power miliknya memang bukan kaleng-kaleng.

"Yang gue bingung. Apa nggak sepunya hati itu dia sama lo, sampai nggak ngabarin bahwa gue cuma kasih harapan palsu ke lo selama ini, nggak usah nunggu sama yang lain aja" tambah Aya meneguk Hot Chocholatenya sampai tandas.

"Dan sekarang dia benar-benar nggak ngehubungin lo?" Aku mengangguk

"Minta dihajar tuh orang. Udah Ay, lo sekarang telpon Ibram, gue telpon Zaki, biar dia yang ngehajar cowok brengsek kayak dia. Biar kita berdua yang nanganin ceweknya" ucap Pipit bar-bar, by the way, Abram dan Zaki adalah suami dari mereka berdua, dulu semasa jayanya sebelum memiliki anak, kedua lelaki itu aktif mengikuti kegiatan bela diri sampai meraih juara satu ditingkat nasional. Jadi, bisa dibayangkan, jika mereka berdua dipertemukan melawan satu lelaki, entah berapa tulang Bagas yang akan patah.

"Terus gimana kelanjutan lo sama Arsen?" Pipit meneguk lemon tea miliknya

"Ya gitu" ucapku malu-malu

"Gitu apasih, bisa nggak jangan bikin kalimat fragmentaris?" Aku memutar bola mataku malas, emang harus banget gitu to the point? Mereka pasti paham kan maksudku, tapi pura-pura bodoh aja.

"Minggu depan dia datang ke Abi dan Ummi" ucapku

"Ngapain? Mau ngajakin mobile legend? , nagih utang atau apaan? Yang jelas dikit dong!" Ucap Aya memancingku

"Mau ngelamar secara resmi" ucapku kesal membuat keduanya tertawa.

"Congratulation sistah" ucap mereka heboh.

"Sekarang saatnya lo buang Bagas jauh-jauh, cowok kayak dia jangan dikasih hati" ucap Pipit, aku mengangguk, sekarang saatnya aku berdamai dengan masa laluku sendiri.

Setelah acara sesi curhatku dengan mereka sambil nangis-nangis segala selesai. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah sakit dan tentu saja mereka berdua yang sudah punya buntut ini kembali pulang ke rumah.

Tepat saat aku melangkahkan kakiku ke lobi rumah sakit, Arleta datang menghampiriku. Entah kenapa, rasanya aku mau mencakar-cakar wajahnya yang polos itu, tapi toh apa gunanya. Saatnya aku menata hatiku kembali.

Semangat Yasmin, kamu pasti bisa.

"Yasmin" panggilnya kepadaku dan mulai berbicara "Bisa saya minta waktunya sebentar?" Aku melirik jam tanganku, soalnya sebentar lagi aku harus menguji pra ujian koas, tapi waktunya masih satu jam lagi, aku mengangguk dan mengajaknya ke taman rumah sakit.

Perempuan itu tersenyum, entah jenis senyum apa, aku tidak bisa membacanya.

Kami duduk dan saling diam beberapa lama. Aku bingung basa-basi seperti apa yang mau aku lontarkan, jujur saja, aku bukan tipekal orang yang pandai menyembunyikan rasa tidak nyamanku kepada seseorang, apalagi seseorang itulah yang menjadi istri dari lelaki yang dulu pernah kucintai.

DILEMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang