34. Cinta Sampai Akhir

6.6K 582 60
                                    

Selepas mengalami kejang-kejang semalam. Arsen tetap setia mendampingi perempuan yang tengah berbaring itu. Mimpinya kemarin semakin nyata, tubuh ringkih itu kian melemah.

"Kamu kuat sayang, kamu pasti bisa melalui ini semua." Arsen mengecup tangan Yasmin.

"Tapi..." hening, hanya ada suara alat-alat yang membantu Yasmin bernapas.

"Kalau kamu merasa sangat sakit dan kamu nggak sanggup. Nggak apa, kamu boleh pergi. Aku nggak mau kamu terus kesakitan. Aku nggak mau karna keegoisan aku, kamu harus menderita seperti ini. Kamu nggak perlu mikiran aku nanti bagaimana, aku akan hidup dengan kenangan-kenangan indah yang pernah kita lalui."

Seperti kaset rusak, kenangan indah awal pertama kali mereka bertemu berputar. Ada hal yang kadang tidak bisa kita paksakan, salah satunya kehidupan.

Tepat saat Arsen mengatakan itu dokter yang menangani Yasmin datang.

"Selamat pak Arsen. Kita menemukan donor yang cocok untuk Yasmin, donor didapatkan dari pasien mati otak. Setengah jam lagi setelah rapat pemutusan pasien tersebut, maka kita bisa segera melakukan transplantasi hati." Arsen tidak bisa berkata-kata, air matanya yang jatuh adalah bentuk kebahagiaannya. Tapi, apa pantas dia bahagia karena satu nyawa telah pergi, apakah pantas dia bersyukur sementara keluarga pasien tersebut harus kehilangan sanak saudaranya.

"Terima kasih dokter, terima kasih."

"Berterima kasihlah pada keluarga korban karena berkat anaknya yang rela mendonorkan hatinya untuk dokter Yasmin. Saya percaya dia akan segera melalui masa kritisnya, dia kuat dan bersemangat, saya yakin semua ini akan berlalu." Ucap Dokter Tama yang merupakan salah satu teman akrab Yasmin dulu.

***

Seperti keluarga yang begitu harmonis dan penuh kebahagiaan. Mereka menyusuri dunia fantasi, mengelilingi wahana-wahana permainan dan mereka coba satu persatu, halilintar, kora-kora, bianglala, istana boneka. Mereka memasukinya, layaknya keluarga yang telah lama tidak menghabiskan waktu bersama.

Sesekali Tesar begitu manja, meminta digendong. Seolah ingin memamerkan bahwa dia punya ayah. Dia punya ayah yang bisa menggendongnya kemanapun dia ingin. Dia punya ayah yang akan mengajarinya bela diri, dia punya ayah yang akan membelikannya es krim, sama seperti anak yang lain.

"Kamu bahagia, Le?" Tanya Bagas membuat perempuan itu mengangguk.

Bagas bukan lelaki yang romantis layaknya film romansa atau novel bergenre romantis. Tetapi, lelaki itu selalu bertanya "Apakah kamu bahagia?" Bagi sebagian orang mungkin itu hal yang biasa, tapi Bagi Arleta itu sangat membahagiakan.

"Sangat bahagia." Jawabnya menikmati ketinggian bianglala yang membuat mereka bebas melihat ke arah bawah. Dufan hari ini tidak seramai biasanya, mungkin karena hari ini bukan hari libur. Dalam ketinggian itu, Bagas mulai berbicara.

"Kapan-kapan, kalau kamu merasa sedih, putus asa, nggak punya alasan untuk bertahan. Jangan pernah lagi berpikiran untuk mengakhiri hidup kamu. Ada Tesar yang harus kamu lindungi, kamu jaga dan kamu bahagiakan." Arleta menatap lelaki yang ada dihadapannya, sedang Tesar asik melihat pemandangan indah di bawah.

"Kamu berharga, Le. Kamu berhak untuk bahagia dan menikmati hidup kamu. Ketika pikiran mengakhiri hidup itu terlintas, pikirkan hal-hal kecil yang membuat kamu ingin bertahan satu hari lagi. Sinar matahari yang cerah, makanan enak yang ingin kamu nikmati, film seru yang belum kamu tonton." Bibir perempuan itu berkedut, ingin menangis tapi tidak bisa. Jadi, dia mengangguk dan tersenyum.

"Ayah, mau esklim" ucapnya Tesar manja begitu mereka turun dari bianglala.

"Boleh, tapi cium dulu dong ayahnya." Tesar mencium kedua pipi, kening tak lupa memeluk ayahnya.

DILEMA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang