Prolog.

62.6K 4K 96
                                    

"Vega benar kamu sudah sehat?"

Vega mendengus begitu pertanyaan yang sama terus terlontar seharian ini. Salahkan tubuhnya yang lemah semenjak dia dilahirkan ke bumi. Bukan keinginan siapapun dilahirkan dalam kondisi tidak sempurna. Namun, dia tak ingin menyalahkan takdir Tuhan. Jantungnya masih berdetak seirama saja, sudah sujud syukur. Dilahirkan dengan kelainan struktur dan fungsi jantung, sering kali membuat kata lemah melekat pada dirinya. Meski dia tidak ingin.

"Jangan gitu ah, Mbak. Bikin aku kelihatan lemah saja. Besok aku sudah bisa masuk kerja, kok."

Jawaban yang sama untuk pertanyaan yang sama.

Vega mengulas senyum lebar. Bisa bekerja di Rumah Sakit sebagai tenaga farmasi dalam keadaan seperti ini, juga merupakan bonus hidup baginya. Tak semua tempat bisa menerima Vega dengan keterbatasannya. Gadis itu meringis menatap berkas jahitan yang ada diatas tumit kanannya yang mulai memudar. Pun dengan sayatan dibawah dadanya yang masih terbalut kaos berkerah, seakan menjadi saksi bahwa sejak balita ruang operasi, alat kesehatan dan obat telah menjadi teman setianya sejak lama.

Gadis itu menatap buku dongeng yang baru saja dia pinjam dari perpustakaan daerah. Buku lama tentang mitologi yunani yang mengisahkan tentang Vega dan Altair. Vega sendiri sudah membaca separuh halaman sejak kemarin malam. Seiring pertumbuhan usianya, dia memang menolak untuk jatuh cinta, disaat perempuan seusianya merasakan betapa indahnya jatuh, pada seorang pria yang menjadi pujaan. Menurutnya, itu sangat merepotkan. Bukankah selama ini umurnya adalah bonus? Dia bisa pergi sewaktu-waktu dan dia tidak ingin menambah beban bagi orang lain. Mungkin, jika dia berani bermain rasa, kisahnya akan lebih menyedihkan dari Vega dan Altair dalam buku yang dia baca. Vega dan Altair masih bisa bertemu, bukan? Sedangkan dia sendiri, tak berani untuk menjaminnya.

Dalam satu detik, pikirannya kembali bertumpu pada satu titik. Vega menggeleng pelan sembari kembali meyakinkan diri. Dia tak perlu berpikir jauh, karena selama ini semuanya baik-baik saja. Tak perlu menuntut lebih, yang terpenting adalah bagaimana dia mendedikasikan diri selama napasnya masih berembus.

Gadis itu kembali menyusuri lorong Rumah Sakit setelah mengambil obat rutin yang harus dia konsumsi. Tidak taat minum obat membuatnya terbaring lemah dalam ranjang pasien. Vega tak ingin mengulanginya lagi. Dia harus bisa kuat dengan caranya sendiri. Namun, sepertinya dia sudah terlalu lama terjatuh dalam pikirannya sendiri hingga fokusnya hilang. Goncangan di bahunya, membuatnya menahan tubuh, supaya dia tidak terjatuh.

"Aduh!"

Hei, tubuh lemah, bersahabatlah hari ini!

Vega merutuk dalam hati, begitu lututnya terbentur lantai, sedangkan obat dan barang bawaannya berhamburan keluar.

"Sorry."

Siapa sih, yang gue tabrak? Kok suaranya nggak kayak om-om? Perasaan, tadi dekat gue ada bapak muda bawa anak kecil?

Vega mendongak, menatap lawan bicaranya. Laki-laki dengan kemeja slim fit, meskipun badannya sedikit berisi. Tidak gemuk untuk ukuran pria, tetapi masih kalah jauh dengan Oppa-oppa yang kerap Vega lihat dari layar kaca. Eh? Kenapa dia jadi body shaming?

Laki-laki itu memasukan barang-barangnya dengan telaten.

"Spironolactone?"

Vega mengambil obat itu dengan cepat. Kesal karena laki-laki itu ternyata bukan hanya membantu membereskan barangnya yang bercecer, melainkan juga mengamati.

"Obat kamu? Kalau iya, harus rutin diminum."

Vega menggeleng cepat. "Bukan urusan kamu!"

Tanpa membuang banyak waktu, Vega memasukan barang-barangnya dalam tas. Termasuk obat yang sempat dilihat tanpa ijin oleh laki-laki itu. Lagipula, kenapa laki-laki itu terlihat familiar dengan obat-obatnya ya? Bisa jadi, laki-laki itu adalah tenaga medik. Namun, yang Vega tidak suka kenapa laki-laki itu seakan mencampuri urusannya ya? Seperti... sok pintar?

Entahlah. Yang jelas, Vega berani menjamin, laki-laki itu bukan pekerja medis di Rumah Sakit tempatnya bekerja. Airlangga Hospital tak sebesar itu untuk menyamarkan identitas orang. Meskipun tidak kenal, Vega pasti akan familiar dengan wajahnya, sedangkan dengan laki-laki ini, Vega benar-benar merasa asing.

Memasuki mobil jemputan dari Ayahnya, Vega merasa ada sesuatu yang ganjil. Kenapa tasnya terasa ringan, ya? Tanpa membuang waktu, dibukanya lagi tottebag yang isinya sempat berhamburan.

Obat, dompet, handphone, sisir, lip cream, parfum... Nah! Dimana buku harian miliknya? Vega memandang isi tasnya panik. Sedangkan dia bisa merasakan kinerja jantungnya meningkat pesat. Tahan... sabar... dia tak boleh bereaksi berlebihan atau semua orang disekitarnya akan ikut panik. Dengan tergesa, dia kembali di lorong dimana dia menghamburkan barang-barangnya tadi.

Tidak ada! Buku hariannya benar-benar hilang! Gawat! Bagaimana jika penemu bukunya, membaca semua isinya? Bukankah buku itu berisi to do list yang ingin dia capai sebelum Tuhan mengambil nyawanya? Tidak hanya itu, Vega kerap menuliskan kisahnya disana. Tak seorangpun tahu, selain dirinya sendiri. Hanya pada buku itu, dia bisa menjadi dirinya sendiri. Dan Vega tidak ingin seorangpun tahu semua kelemahannya. Sebab, hanya dalam buku itu dia bisa menuliskan luka, dan lelahnya hidup yang harus dia jalani.

Laki-laki itu! Ya, pasti laki-laki itu yang membawa buku yang menjadi rahasia hidupnya. Bagaimanapun caranya, Vega harus menemukan laki-laki itu.

H A R U S!

Bersambung...

Playlist 1: Verivery - My Beauty.

A/n:
Yups! #BidadariSeries dariku publish hari ini yaaa.. ini project dari ceritaemakkos yang cucok meong, baik hati sejagat raya wkwk

aku harap kalian juga buat oleng cerita ini kayak cerita Mas Ai yg sehari udah oleng aja wkwkwk sekalian mau cek ombak, boleh test drive dulu seberapa banyak komentarnya?

Btw, ide cerita ini sebenarnya sudah kusiapkan jauh-jauh hari. Dan judulnya pun sudah jauh tercipta sebelum tempat kerja aku dpt suatu berita wkwk. Jangan dikaitkan ya, krn sama sekali nggak ada sangkut pautnya. Dan meski jadi time travel, krn lapakku yang lain blm selesai. Hope you like it, cerita dr anak lapakku yang paling legend, Erlangga dan Ara ;) bisa tebak dong, cogannya siapa? Wkwk

Jangan lupa baca #Bidadari series yang lain ya!

Senin + Rabu di akun hannywelsa

Selasa + Kamis di akun kak IndahHanaco

Rabu + Jumat di akunku giardanila_

Kamis + Sabtu di akun inkinaoktari

Cerita ini juga akan di posting di GWP project.

Salam bintang dandelion!

Salam bintang dandelion!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BPJS (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang