Bab 4 : Penyusup

796 135 9
                                    

Malam harinya suara gemuruh terdengar mendekat. Cuaca yang sudah terlihat sendu dari pagi sepertinya memutuskan untuk melanjutkan suasana kelamnya sampai malam ini. 

Saat ini Dhara berada di rumah sakit dengan setelan biru dan aroma sabun yang berbeda dari biasa. Duduk di meja perawat, ia membaca status pasien atas nama Kei dan melihat keseluruhan obat yang ada di daftar obat.

Beruntung semua obat paling banyak hanya dua kali pemberian dalam sehari. Jadi, jadwal obat selanjutnya pukul satu dini hari.

Hemm ... lebih baik istirahat dulu kalau begitu.

Sebenarnya dia termasuk pasien yang tenang, karena sampai saat ini tidak ada panggilan atau keluhan yang datang dari kamar itu. Namun, kalau bisa memilih. Ia jelas akan memilih pasien yang rewel daripada yang membahayakan nyawa seperti ini.
.
.

Pukul setengah satu dini hari Dhara sudah bersiap di meja perawat untuk mengambil obat dan keperluan lainnya yang sudah terlebih dahulu disiapkan oleh perawat malam.

"Ke mana satpam yang berjaga di sini?" tanya Dhara saat tidak melihat penampakan pria besar yang sedari malam dilihatnya.

"Sedang izin ke kamar mandi, Dok. Perutnya sedang tidak enak," jawab salah satu perawat.

"Kalau dalam sepuluh menit dia belum datang. Minta satpam lain untuk menggantikannya," perintah Dhara yang dijawab dengan anggukan.

"Aku ke tempat pasien dulu." Ia mengambil baki berisi obat yang sudah disiapkan.

"Dok, hati-hati," pesan suster lain yang sedari tadi tidak berhenti mengigit bibir bawahnya. Tangannya yang terus meremas baju menandakan bahwa dia dan mungkin yang lain merasa cemas.

Tidak ingin membuat mereka terus merasa ketakutan, Dhara memberi mereka senyuman dan sebuah kalimat, "Aku akan baik-baik saja, begitu juga kalian."

Melangkah berat mendekati kamar. Perasaan Dhara semakin tidak menentu. Jantung yang memukul kencang dan dada yang naik turun dengan cepat membuat ia memutar ulang sensasi menegangkan saat ujian lisan di stase penyakit dalam. Stase yang paling mematikan di antara semuanya ketika koas.

Kilatan petir dan dentum guntur yang terdengar bersahut-sahutan menemani setiap langkahnya menuju kamar pasien. Membuat perasaan Dhara semakin kalut.

Ia berhenti sesaat dan menerawang jauh ke luar jendela di mana hanya ada kegelapan dan titik air yang mengganggu pemandangannya.

Aku tidak suka ini. Semoga feeling-ku hari ini salah.

Lanjut berjalan, kini ia berdiri tepat di depan pintu. Setelah menunjukkan tanda pengenal ke penjaga di depan pintu, ia mengulang ritual yang tadi siang dilakukan.

Masuk ke dalam. Kondisi kamar masih sama seperti sebelumnya di mana hanya ada keremangan sejauh mata memandang. Berjalan dengan mengandalkan cahaya dari kilatan petir, Dhara mendekat dan membuka tirai pembatas tempat tidur pasien. Dibantu dengan indra peraba ia menyalakan lampu di atas tempat tidur.

"Waktunya masuk obat, Tuan Kei." Dhara melihat pria itu masih dengan aktivitas yang sama seperti tadi siang—tidur.

Melihat ia tetap diam dalam tidur setelah beberapa kali panggilan. Dhara akhirnya berhenti mencoba dan segera menyiapkan obat. Ketika tabung itu masuk ke dalam pangkal infus, pria itu kembali membuka mata dan menahan tangan kecilnya.

"Ini saya ... dokter tadi siang." Kali ini Dhara sudah lebih bisa menahan rasa terkejutnya, terlebih tidak ada senjata yang teracung.

Mereka diam beberapa saat, Dhara menatap Kei yang masih sama segarnya dengan tadi siang. Tidak ada kelelahan yang tampak, terlebih lagi ekspresi nyeri yang biasa muncul pada orang yang baru saja melakukan operasi.

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang