Bab 13 : Inbetween

534 84 0
                                    

Dhara segera menyembunyikan wajah saat ia melihat Kei keluar mobil dan menatapnya balik.

Kumohon jangan masuk ke sini. Kumohon jangan masuk ke sini.

Dhara merapal kalimat itu berulang-ulang di dalam hati, berharap pria itu hanya datang untuk membeli sesuatu di tempat lain kemudian segera pergi dari sini.

Namun, ia salah.

Tring.

Suara lonceng kecil yang menempel di atas pintu kafe berbunyi. Menandakan seorang pelanggan masuk ke dalam dan hal itu membuat jantung Dhara berdetak semakin cepat.

Ia tidak berani untuk mengangkat kepala, ia bahkan tidak berani bernapas. Seakan-akan pria itu adalah pemangsa dengan taring tajam yang bisa melacak keberadaannya hanya dari suara napas.

Suara langkah berat terdengar mendekat, parfum beraroma cendana terhirup penghidu. Ia tahu langkah berat dan tenang ini. Ia kenal aroma ini. Ia tahu semuanya, tinggal mengkonfirmasi sang pemilik dengan kedua matanya sendiri.

Namun, ia menolak ide itu.

Entah apa yang membuatnya berubah pikiran mengenai Kei. Beberapa menit yang lalu ia merindukan sosok dinginnya, tetapi kini untuk menatapnya pun enggan. Sesuatu membakar hatinya ketika pria itu melaluinya. Sesuatu yang ia tidak tahu apa itu.

"Siapa? Seseorang yang kamu kenal?" tanya Iko.

"Apa, Dok?" Dhara kembali menengadah.

"Dia." Iko melirik ke arah Kei yang kini duduk di pojok ruangan sejajar dengan meja mereka.

"Kenalanmu?" lanjutnya bertanya.

Dhara menoleh dan melihat pria yang berpenampilan sama seperti biasa duduk dengan kaki kanan menyilang di atas paha kiri. Sementara itu mulutnya tidak berhenti mengeluarkan senyum sinis yang sudah sering ia lihat.

"Bukan siapa-siapa," jawab Dhara singkat.

"Kamu yakin? Lalu kenapa nadimu meningkat?" Dhara baru sadar kalau Iko masih memegang tangannya, membuat pria itu dengan mudah meraba pembuluh darah yang ada di pergelangan tangan.

"Dok, tolong lepaskan," lirih Dhara sambil menarik tangan yang berujung sia-sia.

"Kamu mau pergi dari sini? Kamu tampak tidak nyaman berada di dekatnya." Iko menolak permintaan perempuan yang kini salah tingkah dan terus meraba nadinya. Karena hanya dari sini ia tahu apakah Dhara berbohong atau tidak.

"Tidak perlu. Hiraukan saja dia," pintanya.

"Kapan pun kamu mau keluar dari sini beritahu aku." Iko akhirnya melepas tangan perempuan yang kini memalingkan kepalanya ke sisi luar jendela.

Tak lama pelayan tua itu mendatangi pria berbusana rapi layaknya pebisnis dan sekilas pendengaran Iko menangkap kalimat 'pesanan yang sama seperti sebelumnya' terucap oleh sang pelayan. Membuat dugaannya semakin mendekati kebenaran.

Mereka berdua pasti mengenal satu sama lain. Apa mungkin dia mantannya? Tapi setahuku dia belum punya pacar sampai sekarang.

Iko terus berspekulasi dalam hati mengenai hubungan mereka berdua. Ia ingin memaksa Dhara untuk bercerita, tetapi perempuan itu tidak pernah suka jika dipaksa.

Tak lama pesanan mereka tiba dan dalam diam mereka menikmatinya. Hanya Iko yang sesekali mengajak berbicara dan itu pun mengenai pasien. Karena hanya topik itu yang membuat Dhara aktif berkomentar.

Sementara itu, Kei diam menatap perempuan dengan jepit kupu-kupu di rambut yang memilih untuk mengacuhkannya. Sikap yang sudah ia duga sebelumnya. Andai tidak ada pria itu, dia pasti sudah mengambil duduk di samping atau mengajaknya pergi ke tempat di mana tidak ada orang lain yang bisa menikmati kecantikannya.

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang