Bab 27 : Jawaban

448 72 2
                                    

Keesokan harinya, Dhara kembali beraktivitas seperti biasa di rumah sakit. Walau fisiknya sudah jauh lebih baik, tetapi tidak dengan perasaannya. Merasakan ada ruang kosong di hati yang membuatnya tidak nyaman. Seharian dia mencari jawaban di rumah sakit, tetapi tak juga menemukan apa yang dicari.

Dia bahkan menyempatkan diri untuk menemui Ibu Dika di rumah sepulang bekerja. Hanya sekedar untuk mengucapkan bela sungkawa yang belum sempat terucap.

"Terima kasih banyak, Dokter Dhara. Semoga Dokter sukses selalu," ucap perpisahan antara Dhara dan Ibu Dika.

Perempuan yang kini mengurai rambutnya berjalan lambat menyusuri jalan beraspal menuju gerbang perumahan. Dhara menghela napas panjang dan melangkah tertunduk sambil sesekali melampiaskan kegelisahan dengan menendang kerikil.

Ada apa denganku hari ini? Aku pikir aku seperti ini karena belum mengucapkan bela sungkawa ke Ibu Dika, tapi ternyata bukan.

Apa karena Kei lagi? Tapi kita baru bertemu tiga hari yang lalu.

Terus berjalan melewati taman bermain, Dhara mengangkat wajahnya untuk memperhatikan sekumpulan anak kecil berlarian mengejar satu sama lain. Suara tawa lepas anak kecil membuatnya tersenyum simpul dan melupakan kegelisahan untuk sementara waktu.

Bip ... bip ....

Bunyi telepon masuk mengagetkannya. Buru-buru ia merogoh bagian dalam tas dan mengambil ponsel yang berhias gantungan kupu-kupu pemberian Kei.

Kei.

Dia membaca dalam hati nama yang tertera di layar ponsel. Sebuah nama yang mampu mengembangkan senyumnya.

"Halo."

"Di mana?" tanya Kei yang Dhara tahu ia berbasa-basi.

"Bukannya kamu sudah tahu," jawabnya kembali membawa kedua kakinya melangkah keluar perumahan yang tersisa kurang dari satu kilometer.

"Aku mau mendengarnya langsung darimu."

"Aku ada di Kompleks Kejora, kenapa? Mau menjemputku?" tanya Dhara dengan nada bercanda, tetapi dia berharap besar akan mendapatkan jawaban 'iya' dari pria di ujung telepon.

"Maaf, aku masih belum bisa meninggalkan kantor." Jawaban yang membuat Dhara membuang senyum di wajah.

"Tidak apa, kamu selesaikan dulu pekerjaanmu kalau begitu." Dia berusaha menjaga suaranya untuk terdengar normal walau jauh di lubuk hati ia kecewa mendengar jawabannya.

"Kamu sudah makan?"

"Sudah."

"Ngomong-ngomong, Kei. Apa kamu hari ini mengirim dua orang untuk menjagaku? Apakah itu tidak berlebihan?" tanya Dhara yang tidak segera dijawab oleh Kei.

"Kenapa kamu bisa tahu kalau ada dua orang?" Suara berat itu kembali berbicara.

"Ada dua langkah kaki yang menemaniku dari keluar rumah sakit sampai sekarang. Tapi, aku tidak bisa mengenali salah satunya. Itu ... anak buahmu, bukan?" Dhara terdengar ragu dengan diri sendiri.

Ataukah telinganya salah mendengar? Namun, dia yakin kalau hari ini ada dua orang yang mengikutinya. Salah satunya sudah familier di telinga. Sedangkan untuk pengawal kedua, ia sempat ragu karena langkah kakinya terdengar sangat ringan dan teratur. 

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang