Bab 16 : Best friend

501 69 5
                                    

Esok paginya, Dhara bangun sebelum matahari menjemput. Masih dengan piama yang membungkus tubuh dan rambut yang mengembang kusut, ia menyeret kedua tungkai keluar kamar dan meninggalkan pembaringan yang tidak berhenti menggoda.

Sampai di ruang tengah yang pertama ia lihat adalah kondisi ruangan yang mirip kapal pecah. Meja terjungkal dengan pecahan kaca, genangan air, dan bantal sofa yang mengotori putihnya lantai. Namun, visualnya tidak menangkap keberadaan orang yang kemungkinan bertanggung jawab atas kekacauan ini.

Selesai merapikan, ia lanjut membuka tiap tirai dan jendela. Sampai di pintu kaca balkon, Dhara menangkap sosok Arya sedang duduk di luar sambil menikmati tembakau.

Tumben dia sudah bangun. Lalu di mana Kak Tama?

Dhara menjulurkan lehernya ke depan untuk mencari keberadaan sang kakak, tetapi nihil.

Hemm ... berarti Kak Tama masih tidur di kamar. Lebih baik segera membuat sesuatu sebelum ia bangun.

Selesai memberi udara baru ke dalam apartemen. Dhara mulai menyiapkan sarapan dan minuman hangat untuk mereka bertiga. Tiga puluh menit terlewati dan Arya belum juga masuk ke dalam, begitu juga sang kakak, membuatnya berinisiatif untuk mendatangi pria di balkon dengan membawa segelas kopi hangat.

"Kak Arya, tumben bangun pagi atau tidak tidur dari semalam?" tanya perempuan yang kini menggelung rambut sambil meletakkan gelas di meja samping.

Selesai meletakkan kopi, pandangan Dhara masih terpaut di meja besi bulat saat melihat asbak berisi belasan atau mungkin puluhan puntung rokok dengan dua bungkus rokok yang terlihat kosong.

"Kak Arya, serius! Sudah berapa batang yang kamu isap dalam semalam?" Dhara menyita rokok dari mulut Arya dan membuangnya.

"Kumohon jangan berteriak, kepalaku mau pecah rasanya." Pria yang tak lagi rapi mengerang sambil memegang kepala dan mengacak-acak rambutnya.

Melihatnya frustasi, Dhara menghela napas panjang dan berhenti mengomel. Lalu ia mengambil kursi di sebelah dan menyodorkan gelas yang berisi kopi hitam.

"Ini aku sudah buatkan kopi, diminum dulu." Dhara melembut saat melihat kondisi Arya yang jelas tidak tidur semalaman.

Wajahnya terlihat kacau dengan kantong besar di bawah mata dan baju yang tampak kusut dengan beberapa kancing terlepas dari jahitannya.

Apa saja yang sudah terjadi semalam?

"Bagaimana dengan Kak Tama." Dhara mengambil gelas dari meja dan menyodorkannya langsung ke tangan Arya.

"Tama baik-baik saja. Aku tidak tidur semalaman karena dia terus gelisah, mungkin karena sakit kepalanya. Jadi, jangan ganggu dia dulu. Biarkan dia beristirahat sampai siang." Arya menyeruput kopinya setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih atas minumannya.

"Obatnya tidak terminum apa?"

"Minum."

"...."

"Dengan susah payah," lanjutnya kembali membasahi kerongkongan yang kering karena paparan asap rokok.

"Susah payah, ya." Dhara mengerti betul dengan kata-kata ini, karena jika kakaknya tidak suka maka dia akan terus memberikan penolakan dengan keras. Apalagi yang namanya obat.

"Apa itu yang menjelaskan kenapa ruang tengah sudah seperti kapal pecah dan ... ehem ... lepasnya beberapa kancing baju?" Perempuan bermata bulat itu tersipu malu sambil menunjuk kancing baju Arya yang terlepas.

Melihat arah jarinya, Arya menunduk dan menyadari betapa kacau pakaiannya pagi ini. Namun, dia tetap diam tidak berusaha merapikan baju yang sudah mengekspose kulit dan memperlihatkan sebagian kecil six pack yang ia banggakan.

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang