Bab 32 : Masa Lalu

434 60 1
                                    

"Kalian belum juga bisa menemukan Arya! Kalian betul bekerja, 'kan?" Tama tidak bisa menahan diri untuk tidak membentak bawahannya karena sampai sekarang mereka belum juga menemukan petugas yang disandera musuh. Musuh yang mereka sendiri masih cari tahu keberadaannya.

"Kami sudah menyusuri area pabrik sesuai dengan kriteria yang Bapak berikan, tetapi kami belum menemukan pabrik yang mencurigakan," lapor pria bertubuh tegap dengan kedua mata menatap lurus ke depan, tetapi tidak untuk memandang sang atasan yang kedua matanya seakan terdapat nyala api di dalamnya.

"Balik salah satu kriteria yang kemarin aku berikan, dan sebar lebih banyak orang. Dua orang yang sangat penting untukku kemungkinan sedang merengang nyawa di luar sana dan aku tidak mau menemukan mereka dalam keadaan tidak bernyawa. Jadi, cari sekarang!!"

"Baik, Pak!!" seru ketiga pria berseragam secara bersamaan.

Sebelum langkah ketiga bawahannya mencapai pintu keluar kantor, seseorang yang mengenakan pakaian sipil mengetuk dan segera masuk tanpa menunggu jawaban dari sang pemilik ruangan.

Tama sudah memasang mulut harimaunya, bersiap untuk berteriak atas ketidaksopanan anak buahnya. Namun, laporan yang diberikan melalui bisikkan membuat emosinya padam.

"Kalian bertiga, tunggu dulu!" perintah Tama kepada ketiga bawahan yang sudah mencapai pintu.

"Siapkan anak buah kalian. Kita akan melakukan penyergapan!"

###

"Pak, berapa harga dagingnya?" tanya Dhara yang masih mengenakan seragam sekolah di sebuah pasar tradisional.

"Tujuh puluh ribu sekilo, Nona. Lagi mahal ini," jawab bapak tua itu sembari memotong daging sesuai permintaan konsumen.

Dhara tertunduk dan melihat uang pecahan dua puluh ribu dan sepuluh ribu yang ada di tangan.

Ini kurang ... sepertinya ulang tahun kali ini aku tidak bisa memasak steak daging kesukaan kakak, pikir Dhara sambil berlalu keluar pasar.

Sepanjang jalan dia tertunduk sambil berpikir keras, pekerjaan apa yang bisa dilakukan anak sekolah untuk mendapatkan tambahan uang dalam waktu seminggu.

"Apa? Kamu kena cacar air? Diminta istirahat selama seminggu?" teriak seorang perempuan setengah baya yang sedang melakukan pembicaraan melalui ponsel di depan sebuah toko kelontong.

"Tapi kamu sudah menemukan orang yang bisa menggantikan kamu untuk bekerja di sini, kan?" lanjutnya dengan wajah sedikit cemas.

Dhara mengangkat kepala dan berhenti sejenak untuk mendengar pembicaraan perempuan itu.

"Aahh ... kamu gimana, mana bisa aku menemukan orang secepat itu. Di sini sedang ramai pesanan juga." Perempuan itu terduduk pasrah di kursi yang berada di depan toko.

"Ya sudah mau bagaimana lagi dari pada kamu nanti malah menularkan pelanggan. Cepat sembuh kalau begitu." Dia menutup komunikasi dengan mulut tidak berhenti mengomel.

Melihat percakapan sudah selesai, Dhara berjalan mendekat ke toko kelontong dan mengajak sang pemilik bicara. "Hmm ... maaf, Bu. Tadi aku tidak sengaja mendengar percakapan Ibu."

"Aku dengar Ibu sedang butuh penjaga toko. Apa aku boleh bekerja di sini sampai pegawai Ibu sembuh?" tanya Dhara ragu.

"Kamu? Maaf, tapi aku tidak mempekerjakan anak di bawah umur." Ia itu menatap Dhara yang masih mengenakan baju sekolah.

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang