Bab 37 : Masa lalu yang tersimpan rapi

504 73 3
                                    

"Kak Arya." Dengan napas tersengal-sengal Dhara menyambut Arya di ruang tengah.

Pria berkemeja itu berdiri di dekat pintu masuk dengan arm sling di tangan kiri. Luka dan lebam yang dulu merusak wajahnya kini sudah menghilang dan menyisakan bekas luka di beberapa bagian wajah. Rasa rindu yang tak tertahankan membuat Dhara mendekat dan memeluknya erat.

"Hei, Ara, kamu sehat?" Arya menerima pelukan menggunakan tangan kanan. Walau tangan kirinya merasakan sakit akibat dekapan kuat Dhara, tetapi ditahannya. Karena mereka berdua butuh ini, mereka butuh kehangatan tubuh masing-masing untuk memastikan bahwa semua ini bukanlah mimpi.

"Aku pikir Kak Arya tidak akan selamat," lirihnya dengan tangis tertahan.

Tidak bisa dipungkiri semenjak kejadian penyekapan ia menjadi lebih sensitif, lebih mudah menangis. Namun, semua itu membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik, karena menahan semua emosi hanya akan memperberat depresinya.

Isak tangis terdengar tak lama setelahnya, membuat pria gagah itu tersenyum dan mengelus kepala Dhara sembari membisikkan kalimat yang ia harap bisa menghentikan tangisnya. "Kenapa menangis? Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang hilang dari tubuhku. Aku bahkan masih terlihat tampan."

Mendengar kelakar yang terucap membuat perempuan di dekapannya mencampur tawa di dalam tangisannya.

"Ara," panggil Kei.

Mendengar namanya dipanggil oleh pemilik rumah, ia cepat melepas pelukan dan menghapus air mata sebelum berpindah ke tempat pria tinggi itu berdiri.

Walau saat ini Kei mengenakan pakaian santai, tetapi aura mengintimidasinya masih terpancar kuat. Matanya tampak memancarkan api seakan apa yang ada di depannya pantas untuk di bakar hidup-hidup.

Arya yang melihat ekspresi Kei hanya bisa tersenyum kecil. Terkenal sebagai pria dingin tanpa banyak kata, ia sempat ingin mundur saat melihat cara dia memandangnya hari ini. Namun, melihat Dhara hatinya menjadi lebih tenang. Karena pria itu tidak akan berani melakukan sesuatu kepadanya.

Melihat pasangannya berdiri di samping dengan wajah tertunduk, membuat Kei mengangkat dagu Dhara untuk menghapus sisa air mata yang membasahi pipi menggunakan ibu jarinya.

Melihat perlakuan Kei ke Dhara membuat Arya mengernyitkan dahi. Tidak percaya jika seorang pria berdarah dingin yang hanya tahu cara membunuh orang, sekarang berlaku manis kepada seorang perempuan.

"Mau apa kamu ke sini? Kalau hanya untuk melihat kondisi Ara, sekarang kamu sudah melihatnya. Jadi, silakan pergi dari sini!" Kei langsung mengusirnya, tidak senang dengan kehadiran pria lain di rumah ini.

"Aku butuh bicara dengan Ara. Ini tentang Tama, sudah saatnya dia tahu bagaimana cerita yang sebenarnya." Arya memasang raut serius.

"Maaf, Kak. Tapi aku sedang tidak ingin membicarakannya." Tolaknya sopan.

"Ara, kumohon dengarkan—"

"Dia sudah bilang tidak mau membicarakannya, sekarang keluar dari sini!" Kei memberikan isyarat kepada Sean yang berdiri di belakang untuk menunjukkan pintu keluar kepada tamu tak diundangnya.

"Ara, dengarkan dulu. Saat ini dia sedang di rumah sakit. Ara!" teriak Arya saat akan digiring keluar.

"Tunggu dulu!" perintah Dhara menghentikan Sean.

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang