Bab 35 : Please be mine

545 74 3
                                    

Lima hari dilalui dalam sunyi, tidak ada senyum dan suara lembut yang biasa menemani hari. Kei berkali-kali berkonsultasi dengan dokter dan semakin tidak sabar saat mendengar jawaban yang sama.

"Semua hasil darah sudah dalam batas normal. Bahkan sekarang Nona Dhara sudah tidak lagi menggunakan obat penompang jantung."

"Lalu kenapa dia masih belum bangun juga!" Suara kerasnya menggema, membuat perawat yang mendampingi sang dokter ciut dan bergeser satu langkah mendekat ke pria pendek berjas putih.

"Kami akan melakukan tes lain untuk Nona Dhara, harap bersabar Tuan. Jika melihat kadar obat dalam darah sekarang seharusnya Nona Dhara sudah bangun," jelas sang dokter yang kini ia tidak pedulikan lagi.

Matanya kini terpatri ke arah Dhara yang bagai putri tidur yang menunggu dibangunkan oleh pangeran dengan ciuman. Sangat cantik dengan kulit pucat seakan darah tidak lagi mengisi pembuluh darahnya.

Keesokan harinya, ketika semua hasil tes dalam batas normal. Kei akhirnya memutuskan untuk membawa Dhara pulang ke rumah pantai dan disetujui oleh dokter yang merawat. Berharap dia akan bangun di suasana yang lebih nyaman untuknya.

Terbaring masih dengan infus di tangan kanan yang membantu memberi nutrisi selama ia tidak sadar. Setiap harinya akan ada dokter yang datang untuk memeriksa perkembangan Dhara, sedangkan perawat secara bergantian berjaga di sampingnya selama dua puluh empat jam.

Hari kedelapan ketika bulan sudah bergerak cukup tinggi di langit dan sebagian penduduk bumi dalam keadaan terlelap. Jari Dhara menyentak beberapa kali, bulu matanya yang lentik bergetar diikuti dengan terbukanya kelopak mata secara perlahan.

Dalam keremangan, Dhara membuka mata. Tangannya meraba sekeliling berusaha mencari petunjuk lewat sentuhan ketika mata tidak dapat diandalkan. Telinganya mendengar samar suara debur ombak dan semilir angin yang menggesek daun-daun di pepohonan.

"Kei." Kata pertama yang keluar dari mulutnya. Membuat perawat yang sedang berjaga terkejut dan bangkit dari duduk untuk menyalakan lampu kamar dan berjalan ke tempatnya berbaring.

"Nona, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan?" Perawat itu memeriksa denyut nadi dan melakukan pengukuran tekanan darah untuk memastikan semuanya dalam keadaan baik.

"Haus," jawab Dhara singkat.

"Baik ... sebentar, saya ambilkan." Perawat itu tersenyum dan bergegas keluar kamar menuju dapur.

Melihat penerangan dalam kamar sudah kembali, Dhara melihat ke sekelilingnya. Butuh waktu beberapa saat untuk menyadari di mana dia berada.

Dia memaksa bangun, tubuhnya terasa lemas seakan seluruh tulang melunak. Beberapa kali dia terjatuh, tetapi dia terus berusaha. Dan ketika berhasil duduk, dia tersadar jika sebuah infus mengganggu pergerakannya.

Merasa tidak lagi membutuhkan infus, dia mencabut selang itu dari tangan dan tidak menghiraukan darah segar yang mengalir keluar. Darah menetes mengikuti langkahnya. Dengan terseok-seok Dhara berjalan ke arah pintu kaca besar dan membuka untuk mendapat udara segar yang dia butuhkan.
.
.
.

Perawat muda itu berjalan cepat ke dapur yang hampir tanpa penerangan. Sesampainya di dapur, ia menyalakan lampu dan menuang air hangat ke gelas kecil.

"Untuk siapa?" Suara seorang pria mengagetkannya, membuat perawat itu nyaris melepas termos besar di tangan.

Ia lalu berputar untuk mencari sumber suara. Dengan bantuan sinar rembulan yang masuk melalui jendela, perempuan muda itu berhasil menangkap siluet seorang pria yang sedang duduk menikmati rokok di gelapnya ruangan.

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang