Bab 2 : Mimpi

1K 131 38
                                    

Keluar dari rumah sakit, dinginnya udara malam menyambut mereka. Sedikitnya cadangan lemak membuat Dhara berjalan sedikit meringkuk dengan kedua tangan memeluk erat tubuhnya.

"Kamu tidak apa-apa?" Misa menyuarakan kekhawatirannya melihat cara temannya berjalan.

"Tidak apa-apa. Sedikit dingin saja."

"Btw apa yang dilakukan oleh Dokter Iko hari ini, cukup menjadi pembicaraan hangat loh." Misa memutar tubuhnya dan berjalan mundur sambil mengajak temannya berbincang.

"Memangnya apa yang dilakukan Dokter Iko?" Dhara tidak berhenti mengusap lengannya, berharap energi panas akan terbentuk dan menghangatkan tubuh dinginnya. 

"Ayolah, Dhara."

"Membelikanmu kopi dan membawa semua status pasiennya turun ke UGD untuk menulisnya bersama denganmu. Tidakkah itu romantis?" ucapnya dengan mata mengerlip.

"Oh, itu." Ia merespons datar.

"Dhara! Seharusnya saat ini kamu berbunga-bunga, merasakan kupu-kupu beterbangan di perutmu. Kalau aku jadi kamu, aku pasti akan mimpi indah malam ini." Perempuan bertubuh mungil itu tidak berhenti melebih-lebihkan kejadian hari ini.

"Mimpi indah?" Ia memberi temannya tatapan aneh.

Kenapa juga aku harus bermimpi indah hanya karena seorang pria?

"Tentu saja! Siapa yang tidak senang diperlakukan istimewa oleh dokter spesialis yang lajang, mapan, dan tampan?" Misa kembali bersikap dramatis dengan tangan melambai-lambai ke udara dan ekspresi penuh jatuh cinta tergambar jelas di wajahnya.

"Aku tidak senang." Jawaban Dhara yang membuat perempuan berambut panjang itu merengut.

"Apa? Kamu tahu, 'kan, kalau dia sudah bertunangan? Aku tidak mau menjadi orang ketiga yang bisa merusak hubungan orang lain. Terlebih yang sudah berjalan serius," lanjutnya.

"Ta-tapi selama—"

"Berhenti bicara, itu jemputanmu datang." Dhara menunjuk ke sebuah sedan Civic putih yang menepi di halte di depan mereka. Melihat itu Misa berhenti bicara dan berlari ke arahnya.

"Aku pulang duluan, ya! Sampai jumpa besok pagi. Hati-hati di jalan dan jangan lupa untuk bermimpi malam ini," teriak Misa sebelum masuk kendaraan putih itu.

"Iya ... bye," balasnya singkat.

Berdiri beberapa saat, perempuan bermata cokelat itu kembali melangkahkan kaki menuju halte berikutnya dengan kepala tertunduk.

Mimpi? Kalau bisa memilih, aku lebih baik tidak bermimpi sama sekali. Entah kenapa mimpi yang orang lain sebut sebagai bunga tidur, bagiku terasa seperti neraka. Gelap, mengerikan, dan tempat untuk menyiksaku.

Lagi pula, aku mau bermimpi apa? Jika aku sendiri belum bisa keluar dari bayang-bayang kakak.

Ia terus berjalan menembus kegelapan malam, ditemani kenangan akan almarhum kakaknya. Satu-satunya keluarga yang ia miliki, setelah kedua orang tuanya meninggal puluhan tahun lalu.

Mengisi hidup dengan berpindah dari satu panti asuhan ke panti lainnya membuat kedekatan mereka melebihi kakak dan adik pada umumnya. Tidak ingin terpisah adalah salah satu penyebab perpindahan mereka. Karena di setiap panti Dhara bagaikan magnet bagi mereka yang menginginkan anak perempuan.

Kupu-Kupu Patah SayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang