Chapter 8: The Truth

461 59 32
                                    

"Permaisuriku? Kau sudah sadar?" Yifan terkejut dengan apa yang telah terjadi.

"Yang Mulia.."

🌟

🍁

🍂

Zitao sedang mencoba untuk mengatur pandangannya, memfokuskan segala objek dan matanya dengan benar. Ia melepas tangannya dari wajah sang suami, lalu menatap wajah Yifan dengan pandangan sayu.

"Bagaimana keadaanmu? Kau sudah baikan?" Tanya Yifan lagi.

"Hmm, sudah. Aku sudah merasa lebih baik."

"Syukurlah kalau begitu." Yifan berucap sambil bernapas lega.

Zitao melirik sayu ke sekeliling. Entah kenapa sekarang suasana istana jadi lebih sepi. Kemana semua orang, pikirnya.

"Yang Mulia, aku ingin bertanya sesuatu padamu.." Ucap Zitao

"Ya, apa yang ingin kau tanyakan?"

"Kemana yang lainnya? Bukankah seharusnya semua orang senang dan berkumpul disini karena aku sudah pulih?" Tanyanya.

Yifan menghela nafasnya berat. "Kau tahu, dua purnama terakhir, ada banyak hal yang terjadi dan aku yakin kau tak cukup kuat untuk mendengarkannya."

"Katakan!" Ucap Zitao tegas. Yifan hanya menghela nafasnya pasrah.

"Nenek Suri telah pergi." Ucap Yifan.

"Apa? Bagaimana bisa?" Zitao begitu terkejut saat mendengar penuturan pertama suaminya.

"Nainai bunuh diri. Entahlah, aku tidak tahu apa tujuannya melakukan tindakan itu. Yang pasti, Nainai telah dikremasi dan abunya masih kusimpan dalam sebuah guci. Aku menunggu kau sadar agar kita bisa menaburkan abunya di sungai bersama-sama."

"Lalu, Yuemu?"

"Mama sepertinya sudah tidak peduli lagi dengan keadaan istana semenjak Nainai pergi. Dia terlalu terkejut, kurasa. Ini sudah hampir dua purnama namun Mama belum pernah sekalipun kulihat ia berjalan-jalan di istana ini." Tuturnya.

"Begitu. Lalu, Luhan bagaimana?"

Yifan menggeram penuh amarah. "Untuk apa kau memikirkan keadaan si pembunuh itu?"

"Pembunuh? Apa maksudmu, Yang Mulia?" Tanya Zitao heran.

"Kau masih bertanya? Bukankah anak yang selama ini kau bangga-banggakan itu telah meracunimu sampai kau koma seperti ini?"

"Meracuni? Apa maksudmu?" Zitao masih belum mengerti.

"Dengarkan aku." Pinta Yifan. "Sebelum kau koma, kau selalu meminum teh bunga melati, apa aku benar?"

Zitao hanya mengangguk.

"Bukankah Luhan yang memberikanmu teh bunga itu?" Selidiknya.

"Tunggu dulu, Yang Mulia. Kurasa ada sedikit kesalahpahaman disini." Ucap Zitao. Ia menarik napas perlahan, menjeda ucapannya.

"Seingatku, Luhan itu selalu fokus dengan pelatihannya. Dia hampir tidak pernah bertemu denganku kecuali saat pelatihan sikap dan saat tangannya terluka waktu itu.

Lalu apa katamu? Teh melati? Seingatku, aku menerima pemberian teh bunga melati hanya dari Yuemu. Tidak mungkin Luhan sempat berpikir untuk memberikanku teh melati sementara ia sibuk dengan pelatihannya."

Yifan sangat terkejut, benar-benar sulit baginya untuk mencerna setiap ucapan istrinya barusan.

Luhan dengan teh melati.

𝐒𝐡𝐨𝐰 𝐘𝐨𝐮𝐫𝐬𝐞𝐥𝐟 «ʜᴜɴʜᴀɴ» ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang