WARN! DISINI ADA BAGIAN YANG PALING DITUNGGU-TUNGGU PARA READERS.
Jangan Lupa siapkan sekarung camilan dan semangkuk seblak. Karena disini kalian akan merasa terpuaskan. Wkwkwk.
Yu cekidot
Ini masih dibilang terlalu pagi untuk beraktivitas. Sepertinya subuh lebih tepat untuk mendeskripsikan keadaan langit saat ini. Namun kelihatannya, gadis muda ini sudah terjaga sedari tadi.
Manik indahnya menyipit, tangannya bergerak pelan untuk memasukkan benang sulam berwarna merah itu ke dalam lubang jarum. Lima menit kemudian, usahanya berhasil. Luhan mulai membuat sebuah kain berhiaskan sulaman.
Ini adalah kegiatannya setelah kejadian itu. Luhan tidak mau keluar dari kediamannya. Ia tidak mau menemui orang luar. Orang yang selalu menemuinya hanyalah sang Ibu dan beberapa dayang kepercayaannya.
Kendati demikian, Luhan tidak merasa bosan. Ia justru merasa damai dan nyaman. Tidak bertemu dengan banyak orang, tidak merasa sakit, dan tetap aman adalah dambaannya sejak dulu.
"Selamat pagi, Tuan Putri."
Sapa Dayang Mi ramah. Ia tersenyum, dan dibalas Luhan dengan senyuman pula.
"Pagi ini anda kelihatan semangat sekali, Yang Mulia. Anda membuat sulaman lagi, ya?" Tanyanya.
"Benar, Dayang Mi. Sebentar lagi kainnya akan selesai. Anda mau menunggu sebentar lagi kan? Nanti Anda boleh melakukan tugas seperti biasanya."
Tak berselang lama, Luhan menyelesaikan sulamannya. Memanggil sang dayang untuk melanjutkan tugasnya.
"Wah, sudah kering. Baiklah, perkiraan hamba esok pagi anda boleh kembali mengenakan pakaian seperti biasanya." Ucap Dayang Mi lalu kembali merapikan pakaian Luhan.
"Nona Mi."
"Iya, Yang Mulia?"
Luhan melepas nafasnya pelan. "A-aku ingin kau seharian disini bersama denganku."
"Apa maksud ucapan anda, Tuan Putri?" Dayang Mi mengerutkan keningnya. "Ada apa dengan dunia sehingga anda meminta hamba menemani anda seharian ini?"
"Mama.. Mama hari ini akan mengeksekusi Nainai." Ucapnya lirih. Tubuhnya mulai bergetar. "Aku tidak mau menyaksikannya, Dayang Mi. Aku takut."
Luhan reflek melingkarkan kedua tangannya pada sisi pinggang Dayang Mi. Ia berusaha menyembunyikan pandangannya dari segala sesuatu yang membuatnya ketakutan. Bayangan itu datang lagi, dan Luhan cukup takut untuk menyaksikan sebuah ritual penghukuman yang sangat-sangat kejam itu.
"Tidak apa-apa, Tuan Putri." Dayang Mi menepuk pelan pundak Luhan, memberi ketenangan. "Saya akan menemani anda. Tapi saya mohon anda jangan seperti ini. Anda tidak bersalah, dan Permaisuri akan berdiri menyatakan kebenarannya di depan rakyat nanti."
🌟
🍁
🍂
Huang Zitao bukanlah sosok mengerikan bagai pisau darah di malam sunyi. Namun ia akan menjadi serupa pembunuh berantai apabila ada seseorang yang berani mengganggu miliknya.
Seperti hari ini, ia telah mengucap sumpah akan menghukum mati pihak yang telah mengambing-hitamkan sang buah hati atas kejadian yang hampir merenggut nyawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐡𝐨𝐰 𝐘𝐨𝐮𝐫𝐬𝐞𝐥𝐟 «ʜᴜɴʜᴀɴ» ✓
Fanfiction[END] Wu Luhan, seorang putri tunggal keturunan dinasti Wu Tian yang hidup dibawah tekanan berat sebagai seorang penerus takhta. Tak ada yang mau menganggapnya karena kedudukannya yang hanyalah seorang putri. Tantangan hidup berhasil membuatnya ber...