Chapter 4: What's Wrong with The Empress?

482 67 8
                                    

Pilek sama flu aku udah seminggu lebih gak sembuh-sembuh. Malah makin parah, makin sering merah hidung ini, ijo-ijo suka keluar tanpa kasih notifikasi. Kalian kirim santetkah??

Vote kemarin juga menyedihkan banget. Mungkin kalian jijik ya sama cerita Genderswitch?

Iya, kalo kalian benci gapapa. Aku bakal hapus cerita ini. Makasih buat semua vote dan komen yang kalian kasih untuk cerita ini.



Ini sudah seminggu semenjak Zitao menerima sebuah kotak pemberian berisi teh melati dari Ibu Suri. Belum ada kecurigaan dari seluruh orang di istana.

Namun kemarin, Nenek Suri mengutarakan kecurigaannya terhadap teh melati itu.

Ia mencium aroma menusuk dari sana, padahal teh itu masih dalam keadaan kering. Dan aroma itu luar biasa aneh, tidak seperti aroma teh melati pada umumnya.

Wanita itu sepenuhnya yakin bahwa menantunya kembali merencanakan sesuatu atas Luhan, dengan melibatkan Zitao tentu saja.

Saat ini ia sedang menemani Luhan berkeliling kompleks istana. Beruntung Luhan tidak melihat raut khawatirnya sedikitpun. Jadi ia bisa kembali memikirkan apa sebenarnya isi teh melati itu.

"Nainai? Semua baik-baik saja, kan?"

"Astaga, Luhan." Nenek Suri terlonjak. "Baik, Nainai hanya memikirkan sesuatu tadi."

"Apa itu?"

Nenek Suri berpikir sejenak.

Tak mungkin ia berterus terang kepada Luhan, karena anak itu selalu bersikap keras dan terburu-buru akan segala sesuatunya. Dan jika ia tidak mengatakan apapun, Luhan akan semakin curiga dengannya.

"Semalaman, Nainai tidak bisa tidur. Entah mungkin karena Nainai terlalu banyak tidur sampai malamnya bahkan Nainai kesulitan memejamkan mata."

Luhan terkekeh kecil. "Astaga, kalau begitu, Nainai harus sering beraktivitas di luar bersama denganku."

Nenek Suri terkekeh pelan setelah mendengar guyonan sang cucu. Tak berselang lama, matanya beralih ke arah lengan kanan Luhan yang masih dibalut kain perban.

"Ah, Luhan. Bagaimana kondisi tanganmu? Apa sudah baikan?"

"Hmm. Tanganku sudah bisa digerakkan lagi. Mungkin aku akan memulai kembali latihanku dalam tiga hari."

"Baiklah. Berlatihlah dengan semangat. Nainai mungkin tidak akan pernah bisa melihatmu berlatih, tapi Nainai yakin kau punya semangat yang semua orang bisa lihat."

Mendengar kata-kata pertama Nenek Suri, Luhan sedikit mengira bahwa itu hanyalah sebuah lelucon.









Namun siapa yang dapat menyangka, jika kata-kata itu.. mungkin saja terjadi di masa depan.

🌟

🍁

🍂

"Hamba berjanji akan membawakan hasil panen yang lebih banyak untuk keluarga kekaisaran, Yang Mulia."

Ucap petani Huang kepada Yifan. Ia membungkuk hormat, lalu berbalik badan hendak kembali. Namun, ia teringat akan sesuatu.

"Ah, maaf sebelumnya Yang Mulia." Petani Huang menjeda ucapannya, mengumpulkan segala keberanian untuk meminta sesuatu yang tak mungkin bisa dikabulkan untuk rakyat biasa sepertinya.

𝐒𝐡𝐨𝐰 𝐘𝐨𝐮𝐫𝐬𝐞𝐥𝐟 «ʜᴜɴʜᴀɴ» ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang