Chapter 35: The Gate Has Opened [✓]

569 61 21
                                    

:)

Bertepatan dengan hari ultahku, aku update. Hehe, biar kebahagiaanku tertular.

Iya, ini yang terakhir. Aku kasih yang manis-manis, sama Background Music yang adem.

U-mb5 feat. Hodge— All About You.
(Jangan lupa diputar ya sahabat)





























































Luhan tidak tahu harus berbuat apa saat ini. Istana seolah kosong, tidak ada seorangpun yang bisa menemaninya.

Chanli dan Baixian memutuskan untuk pulang setelah Shixun dibawa ke wilayah selatan. Ibunya sedang mengatur segala persiapan pernikahannya. Sementara ayahnya tengah pergi ke suatu tempat tanpa ada keinginan untuk mengajaknya.

Semua sibuk, kecuali dirinya. Luhan tidak diizinkan untuk keluar dari istana selama sembilan hari. Tidak ada yang bisa diajak berbicara, semua tetap melakukan kegiatannya masing-masing.

"Tuan Putri." Itu Dayang Mi, kepercayaan ibunya yang masih tetap tinggal. Ia membawa segumpal tanah liat, butsir, serta pisau kecil di atas sebuah papan. Zitao berpesan padanya untuk mengajak Luhan membuat sesuatu dari tanah liat guna mengusir kebosanannya. 

"Yang Mulia menyuruh hamba untuk memberikan ini pada anda." Katanya, menaruh papan itu di hadapan Luhan.

"Untuk apa?"

"Pesannya, anda harus membuat beberapa cawan dari tanah liat ini. Jika sudah selesai, berikan pada Permaisuri." Jawab Dayang Mi.

"Itu mudah, aku pandai membuatnya." Ucap Luhan.

"Tapi harus diukir, Yang Mulia. Anda harus melakukan semuanya sendiri." Kata Dayang Mi lagi.

"Apa?! Oh, ayolah."

Luhan hanya menggerutu berulang kali sambil membuat cawan itu. Tidak mudah memang, namun ia harus tetap berusaha. Untungnya, cawan buatannya tidak terlalu buruk. Kecuali, ukirannya. Ya, Luhan terlalu emosional saat mengukir bentuk bunga pada benda-benda mungil itu hingga berakhir buruk dan sedikit retak.

🌟

🍁

🍂

Sementara itu, Shixun tengah asyik membakar ikan saat ini. Masyarakat disana memang ramah, mereka memberi izin pada Shixun untuk tinggal dan belajar banyak disana. Untungnya ia tidak sendiri, Kun memintanya untuk ikut serta. Jadilah Shixun pergi bersama dengan anak buahnya itu kemarin.

Dalam hati ia sebenarnya tengah menahan rindu. Bagaimana keadaan Luhan disana? Apa istrinya itu makan dan tidur dengan baik? Apa Luhan tidak merepotkan mertuanya disana?

Oh, benar-benar. Isi pikiran Shixun saat ini adalah Luhan. Terus begitu hingga rasa rindunya tertumpah tepat di hari pernikahannya yang kedua.

"Tuan Wu, angkat ikannya. Sudah hampir hangus."

Salah satu penduduk di sana yang membantu Shixun, membuyarkan lamunannya. Ah, benar. Ia sudah terlalu lama membiarkan ikan itu dibakar di sisi satunya. Dengan segera ia memindahkan ikan bakar itu ke sebuah wadah beralaskan daun pisang.

"Ini untuk keluarga anda, Pak Huang. Anggap saja sebagai ucapan terima kasihku sebab bantuan kalian." Katanya.

Pak Huang kemudian berdiri, mengucapkan terima kasih berulang kali lalu pergi. Hanya tinggal Shixun dan Kun yang masih tetap berada di sana.

𝐒𝐡𝐨𝐰 𝐘𝐨𝐮𝐫𝐬𝐞𝐥𝐟 «ʜᴜɴʜᴀɴ» ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang