4- When Coffee Meets Bagel

141 13 8
                                    

Jason POV

Match!

"Wow! That was quick," gue membatin dalam hati. Untuk mendistraksi pikiran-pikiran gue yang aneh-aneh dari dia, gue memilih untuk main dating apps. Yah, daripada mengharapkan seseorang yang udah jelas mau jadi calon istri orang, mending gue cari yang single kan? Siapa tahu nih, sukses. 

Kebetulan orang yang barusan match sama gue oke juga. Rambutnya panjang sebahu, hitam legam, kulitnya cerah, senyumnya manis, dan tampaknya anggun juga. Ditambah lagi di profilnya dia bilang lulusan luar negeri, kerja di BUMN pula. Prospek masa depan yang cerah kan? Menunjukkan keseriusan gue untuk mencari distraksi ini, gue memberanikan diri buat ngechat dia duluan.

'Hello beautiful, mind having a coffee with me tonight?'

'Sure thing, which one do you prefer? Bagel or cinnamon roll to go on with it?'

"Wow, fast response!" gue membatin lagi. Seems like she's an outgoing person to begin with.

'Anything that goes along with a coffee is sweet, especially you.' jawabku melalui layanan pesan singkat yang disediakan aplikasi dating tersebut.

'Save the pick up line for later, Baby xoxo.' jawabnya. Well, gue jadi makin gak sabar ketemu cewek ini.

***

Gue dan dia memilih untuk ketemu di Kafe deket banget dengan kantor, di kawasan Senopati. Maklum gue ngantor di sekitaran Gatot Subroto. Gue memastikan bahwa sore itu kerjaan udah kelar semua, jadi gue bisa cabut lebih sore. Dan ya, sekarang gue sudah duduk manis di Kafe bernuansa minimalis ini dengan memegang secangkir latte.

Setelah 15 menit menunggu, sosok manis yang tadi siang match di aplikasi dating gue mulai menampakkan batang hidungnya. Awalnya dia bertanya pada pelayan dimanakah nomor meja yang gue tempati. Lalu dia melihat ke arah gue dan tersenyum, mengucapkan terima kasih pada pelayan kafe itu. 

Cewek itu tingginya kira-kira 168 cm, dia mengenakan kitten heels warna hitam, kulot berwarna hitam yang surprisingly membuat proporsi tubuhnya jadi ideal dan langsing, dipadu dengan kemeja berwarna putih tulang. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dengan jepit rambut cantik di sebelah kiri. Hidungnya mancung, matanya lebar, dan senyumnya menawan.

"Rasti," ujarnya sembari mengulurkan tangannya ke arah gue begitu dia sampai di meja yang gue tempati.

"Jason, panggil aja Je." jawabku. Wow! This is going to be a Jackpot for me.

"You look so much younger than I thought you would be," kata Rasti. Gue mempersilakan dia duduk dan memesan minuman.

"Is this a compliment?" sahut gue, dia tersenyum manis.

"Well, what did it sound like to you?"

Rasti memesan frappe mochacino pada pelayan, lalu kami memulai perbincangan seperti yang pada umumnya dilakukan pada kencan pertama.

"What made you come here?" tanya Rasti setelah kami saling bertukar informasi mengenai apa pekerjaan kami, kegemaran kami, and basically anything to get to know someone. Kami sudah mulai menuju ke fase berikutnya, deep conversation.

"Do you want an honest answer or nah?" gue balik bertanya. Gue harus menyediakan jawaban yang ingin dia dengar, itu adalah salah satu cara untuk menaklukan hati wanita.

"The first one, please Sir, go ahead. This is not a judging space," jawabnya melegakan. Gue menghela napas, menimbang apakah gue harus sepenuhnya jujur dengan cewek ini? But then, what's the point of this meeting if I am not being open since the beginning?

SabtuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang