18 - Sunset

65 9 4
                                    

Gue nggak membahas apa yang terjadi di antara gue dan Satria sedikitpun pada Bian juga Jason siang itu. Kami bertiga cukup lahap dalam menghabiskan daging barbekyu di hadapan kami. Dan seolah mereka tahu, mereka juga tidak membahas hubunganku dan Satria sedikitpun. 

"Lo tuh kecil-kecil makannya banyak ya?" Jason terkejut melihat porsi makan-ku di restoran all you can eat yang kami kunjungi.

"Baru tahu lo Je, dia tuh dari dulu emang sepadan sama gue kalau urusan perut." Gue menatap Bian tajam. Sementara dia berakting seolah-olah minta ampun tapi menambahkan daging yang sudah matang ke piring gue.

"Thanks Bian, pengertian banget lu sama perut gue," sahut gue, berterima kasih atas kebaikan hati Biantara Ramadan, si temen rakus gue ini.

"Oiya dong, gue nggak bakal membiarkan elu kelaparan. Biar nggak kurus kayak Jason."

"Yeee enak aja lo, gue kurus begini karena kebanyakan alergi," sahut Jason.

"Btw, kemaren gue dihubungi sama temen gue. Katanya lagu kita udah bagus, cuma butuh aransemen ulang aja," ujar Bian.

"Lagu yang mana?" tanya Jason sembari mengunyah bakso dari tom yum yang dipesannya.

"Yang kemaren Bang Satria nyuruh gue ngebenerin lirik dia. Itu kan si Windra yang bikinin melodi, lirik dari Bang Satria dah bagus sih, gue ngebantuin revisi dikit doang sama bikin melodi bareng Windra," jelas Bian.

"Kayak gimana liriknya?" gue tiba-tiba bertanya. Sementara dua orang itu menatapku terkejut dan seolah-olah menyadari harusnya tidak ada nama Satria disebut dalam perbincangan makan siang kami saat itu.

"Eh anu.." Bian salah tingkah.

"Kan masih perlu diaransemen ulang, jadi sepertinya bakal ada revisi," Jason menambahkan. Lalu Bian menepuk pundak Jason dan melemparkan gestur setuju. Gue langsung tahu bahwa keduanya memang sengaja tidak ingin memperpanjang perbincangan soal Satria.

Yang mana sebenarnya juga gue nggak masalah. Kan kami cuma break, bukan putus.

***

Sepulang dari makan siang, gue memilih untuk berdiam di toilet kantor dan menangis. Beruntung nggak ada terlalu banyak orang yang ngantor, jadi gue bisa bebas menangis di bilik toilet. Gue sendiri nggak tahu apa yang gue tangisi, fakta bahwa gue sakit hati karena Satria nggak jujur sama gue kah? Atau gue yang nggak jujur sama perasaan gue sendiri? Gue juga nggak tahu apa yang gue mau.

Karena gue juga, Windra sama Dimas pergi latihan diam-diam dan nggak ngebahas apapun soal Sabtu di rumah. Karena gue, Bian dan Jason kudu hati-hati buat nggak ngomongin Satria. Dan di sisi lain, gue juga kangen sama dia. Gue kangen Satria. Cuma gue masih marah sama dia dan ketidakjujurannya. Dan ciumannya dengan cewek itu. Cewek itu siapa? Kenapa Satria nggak pernah cerita sama gue? Apa yang bikin gue kurang di mata dia? Apa Satria nggak bahagia sama gue?

Setelah cukup lama berada di dalam toilet dan mulai agak tenang. Gue memutuskan untuk keluar, lalu mencuci muka. Setelah itu gue hendak pulang lebih awal mumpung atasan sedang nggak ada di kantor dan toh kerjaan bisa dilanjutkan di rumah. Kepala gue pusing. Gue cuma pengen cepat-cepat hari ini berakhir.

"Lo balik?" tanya Jason ketika dia melihat gue membereskan meja kerja gue.

"Iya, pusing gue. Kerjaan gue lanjut di rumah aja lah."

"Gue anterin ya, daripada lo kenapa-napa di jalan," tawar Jason. Gue menggeleng.

"Nggak usah, lo kalau masih ada kerjaan lanjut aja. Gue bisa panggil taxi dari lobi. Thanks Je,"

"I insist, you have to say yes."

Jason beranjak mengemasi barang-barangnya juga lalu menggandeng gue keluar dari ruangan. Gue nggak bisa menolak permintaan dia kalau dia sudah begini.

Setelah berada di mobil, Jason nggak membicarakan apapun. Dan gue juga memalingkan muka gue darinya, gue takut kalau dia tahu gue menangis cukup lama. Sepanjang perjalanan itu, gue dan dia saling terdiam. Sementara gue semakin tersiksa, karena di satu sisi gue ingin menceritakan semua hal yang terjadi pada gue dan ingin didengarkan. Berhubung kondisinya lagi rumit, gue nggak mau menambah kerumitan antara gue, Satria, dan Jason lagi.

"Nanti lo dengerin isi CD ini ya," ujar Jason sembari mengulurkan sebuah CD-ROM ke arah gue begitu kami sampai di depan rumah gue. Gue bingung.

"Ini apa?"

"Ini demo yang Sabtu buat beberapa waktu terakhir. Ada lagu yang tadi dibahas sama si Bian juga."

"Kenapa lo kasih ke gue?"

"Gue pengen lo dengerin."

"Bentuknya CD-ROM lagi, airdrop kek. Ini udah zaman cloud kali," jawab gue. Jason pun tertawa terbahak-bahak.

"Gue gak jadi khawatir kalau cara jawab lo kayak gitu," Jason masih tertawa sembari menyeka air mata yang muncul di sudut matanya karena kebanyakan tertawa.

"Sumpah, gue seneng banget lo masih punya sense of humour padahal mata lo sembab kayak gitu. Udah ah, dengerin aja," tukasnya.

Melihat Jason tertawa, tanpa gue sadari gue jadi tersenyum. Gue menerima CD dari Jason dan pamit untuk masuk ke dalam rumah. Setelah itu, dia pergi.

***

Let me feel the hurt instead of you, I don't want any scars in your heart. When you love someone, so much that it overflows. It's so amazing because this is how it is.

Gue lihat di credit, lirik lagu tersebut ditulis oleh Satria. Padahal tadi Bian bilang dia ikutan merevisi liriknya. Jadi, ini lagu yang tadi dimaksud? Bucin banget. Ah gue ngatain Satria bucin, padahal gue juga kek apa?

It's nice having you here beside me these daysYou complimenting my happinessYou give colour to my grey skyThough when we reached the dead end, you stab my heart deep and savage


"Oh?" gue tersentak, "Siapa nih yang nulis?" gue langsung membaca lagi creditnya. "Satria? Lagi?"

Jadi lagu yang dimaksud Bian tadi yang track pertama atau yang ini?

I don't like a meeting as much as I hate separationI don't like starts as much as I hate the endingI've been taking thousand woundsBut I still don't get used to its hurtAnd now things that we don't even start is over


"What? Kenapa lagunya begini?"

I have used to your presenceThe hollow when you're away makes the room get colderYou took the colour away from my skyIt turned to darker grey evening


Saat itu tanpa babibu, gue langsung menelepon Satria. Dan ingin mengakhiri semuanya.

SabtuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang