Let me feel the hurt instead of you, I don't want any scars in your heart. When you love someone, so much that it overflows. It's so amazing because this is how it is.
Kalau lu sedang jatuh cinta sama orang, kadang logika lu bisa gak jalan. Itu yang terjadi sama gue. Dan itu yang sedang gue tulis jadi lirik lagu sekarang, selebihnya gue limpahin ke Bian. Dia lebih jago daripada gue masalah lirik lagu, kalau Windra jagonya di melodi. Gue kadang cuma moles-moles dikit aja biar lagunya sempurna. Yah beginilah gue bersyukur punya tim yang solid, meskipun sebenarnya ada satu orang yang bikin gue agak sedikit canggung.
"Lo mau kasih judul apaan nih Bang Sat?" tanya Bian ke gue yang tengah genjreng-genjreng gitar warna cokelat gue. Barisan lirik yang gue tulis di sobekan kertas tadi sudah gue berikan ke Bian.
"When you love someone aja, lagunya lagu bucin. Lu jago kan bikin lirik bucin-bucin gitu?" tantang gue. Bian melengkungkan bibirnya ke bawah dan mengangguk-angguk.
"Bucinnya bucin tersakiti apa bucin kasmaran nih?" tanyanya lagi.
"Yah terserah elu sama Windra aja lah, eh bentar deh. Ini yang gue tulis aja udah bucin tersakiti gitu, ya udah jalan pake tema itu."
"Siap Bang! Btw, ini proyek kita bikin mini album beneran nih?"
"Iya, gue udah bilang sama temen gue yang punya studio ini. Gue minta tolong bantuin rekaman, aransemen, sama mix lagunya. Jadi PR kita cuma bikin lagu aja sama main, urusan sound mixing biar dia yang kelarin."
"Wah, memang Bang Sat dedikasinya sungguh tinggi. Aku bangga padamu Bang," ujar Bian lalu dia memeluk gue. Sementara gue begidik ngeri.
"Dah ah, lepas-lepas. Geli gue lu peluk-peluk."
"Yee kalau dipeluk sama dia aja mau,"
"Yaiyalah dia calon istri gue." Gue akhirnya ngegas ke Bian, sementara dia cuma meringis sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan rambut hitamnya yang baru saja dipotong cepak itu.
"Ya udah gue ngobrol sama Windra dulu ya Bang, merangkai lagu ini jadi suatu kesatuan yang utuh. Kayak cinta gue sama April,"
"Lanjutkan anak muda!"
***
"Sat, gue boleh ngomong bentar nggak?" ujar Jason yang mendatangi gue. Berganti posisi dengan Bian yang tadinya ngobrol brainstorming bareng Windra dan Dimas. Gue agak terkejut dengan ketiba-tibaan Jason ini. Gue mengangguk, lalu Jason duduk di samping gue. Dia menekuk kaki panjangnya, makin memperlihatkan lututnya yang menonjol karena dia mengenakan jins belel, kaos putih bergambar anime, dan kemeja flanel merah. Tak lupa kacamatanya bertengger di hidungnya yang tinggi.
"Mau ngomong apaan Je?"
"Soal calon istri elo." Gue terkesiap, tadinya gue masih genjreng-genjreng gitar. Namun karena obrolan ini sepertinya serius. Gue meletakkan gitar akustik gue di pangkuan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabtu
Fanfiction"Sebelum kamu mengambil keputusan yang salah, aku ngasih kamu kesempatan buat milih kok. Yang penting kamu bahagia." - Satria "Gue tuh sayang sama elu, bukan cuma sebagai sahabat. Tapi gue tahu, posisi gue gak pas aja sama kondisi elu saat ini," - J...