7- Priority

104 11 3
                                    

"Nggak ada latihan Sabtu minggu ini, Satria dinas ke luar kota," ujar Bian di telepon. Gue sebagai calon istri Satria harusnya tahu duluan. Faktanya, gue malah tahu kalau calon suami gue ke luar kota dari orang ketiga. Gue jadi merasa sedikit aneh, apa gue udah nggak jadi prioritas utama Satria lagi?

"Oh oke Bi, gue bilangin ntar ke Windra sama Dimas ya," jawab gue. Suara gue terdengar serak dan getir.

"Kenapa?" tanya Jason yang kebetulan lagi makan bareng gue sepulang kantor di kawasan Blok M. Gue memandang Jason, mata gue terasa perih, ingin menangis. Tapi gue nggak bisa melakukan itu, malu diliatin orang banyak. Akhirnya gue memilih untuk berdeham membenarkan suara gue yang mulai terdengar kayak orang mau nangis.

"Sabtu minggu ini nggak ada latihan Je, lo bisa bebas weekend mo kemana aja."

"Kalau lo sendiri gimana? Ada janji sama vendor nggak?"

"Ada. Tapi Satria kan di luar kota, ada dinas. Ya gue berangkat sendiri."

"Gue temenin mau nggak?"

"Thanks Je. Much appreciated. Tapi gue bisa sendiri kok,"

"Ketemu vendor tuh sedikit banyak bikin capek, lo gue temenin ya. Siapa tahu lo gak jadi bete abis berantem sama vendor?" sahut Je, alisnya naik turun menggoda dan membuatku tersenyum.

"Dah apaan sih Je?" aku memukul bahunya sembari tertawa. "Iya deh, temenin gue weekend ini ketemu vendor. Sebenernya gue bisa minta tolong Bian sih tapi berhubung lo mengajukan diri, gue gak nolak kok."

"Siapa sih yang bisa nolak Jason Wismoko?" lanjutnya diikuti seringai sok kerennya yang nyebelin itu.

"Ada tuh mbak-mbak Tinder kemaren yang lo ceritain,"

"Yeeeeee itu mah beda kasus. Itu kesepakatan buat gak lanjut, gue gak ditolak."

"Tetep aja ditolak!" ujarku sambil menjulurkan lidah. Mungkin saking gemesnya, Jason secara tidak sadar mengusap kepalaku. Sementara aku dengan sadar, merasa bahwa pipiku terasa panas dan memerah. Please stop Jason! You touched a forbidden area of mine.

***

"Kamu kok nggak ngabarin aku kalau dinas? Aku tahu dari Bian lho," ujarku di telepon pada Satria

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu kok nggak ngabarin aku kalau dinas? Aku tahu dari Bian lho," ujarku di telepon pada Satria. Sepulang makan bersama Jason, aku memilih untuk meluruskan masalah ini dengan Satria. Apalagi hari pernikahan kami semakin dekat, aku tidak ingin kami menumpuk kesalahpahaman yang berimbas ke pernikahan kami.

"Maafin aku yang, tadinya aku mau nelepon kamu tapi lupa."

"Lupa banget nih alasannya?"

"Kamu marah?"

"Sat, siapa sih yang nggak marah? Dengan kamu nggak ngabarin aku begini, apalagi kalau aku dikabarin sama pihak ketiga, aku jadi merasa nggak kamu prioritasin lho. Sat, ini calon istrimu aku apa Bian sih?"

SabtuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang