10- Adamant

147 16 6
                                    

Gue dan Jason jadi saling terdiam setelah gue mengakui bahwa ada perasaan aneh di dalam diri gue. Mungkin masalahnya bukan di Satria tapi di gue. Gue yang sempat berubah pikiran, gue yang meragukan Satria, dan gue yang merasa nyaman dengan Jason. Kata orang, perempuan itu selingkuhnya bukan selingkuh fisik tapi hati. Mereka bisa menyembunyikan perasaan dengan sangat baik, maka dari itu jarang banget perempuan selingkuh bisa ketahuan terang-terangan. Berbeda dengan para pria karena mereka sudah melibatkan fisik. Atau lebih tepat melibatkan fisik terlebih dahulu baru selingkuh.

Cuma, gue juga masih ragu. Apakah gue bener menaruh rasa sama Jason atau ini hanya bentuk pelampiasan kekecewaan gue pada Satria?

"Udah sampai nih," ujar Jason memecah pikiran gue yang berkecamuk. Gue memberanikan diri buat memandang ke arahnya dan tersenyum.

"Oke, turun yuk," ajak gue. Gue membuka seat belt gue lalu membuka pintu mobil. Sejak Jason pernah memegang kepala gue waktu itu, gue nggak bisa untuk nggak deg-degan jalan di sampingnya. Dan lagi dia hampir melakukan hal tersebut kedua kalinya hari ini. Gue merasa sangat bersalah ke Satria tapi gue juga nggak bisa memungkiri kalau gue mendapatkan apa yang gue inginkan dari Jason.

"Hati-hati!" ujar Jason setengah berteriak, tangannya yang kurus dan pucat itu merangkul pundak gue. Menyelamatkan gue dari motor yang hampir menyerempet gue ketika berjalan di pinggir jalan ini. Otomatis badan gue menabrak Jason sedikit.

"Lu mikirin apaan sih? Yang tadi? Lu beneran selingkuh?" ujar Jason sedikit marah. Rengkuhannya masih terasa kuat di pundak. "Lu jadi nggak fokus deh kalau gue perhatiin," lanjutnya.

Gue menggeleng lalu menarik tangan Jason dari pundak gue. "Je, gue nggak apa-apa."

"Lu aneh deh hari ini. Lu nggak kayak biasanya."

"I'm okay, it's just my mind is quite busy sometimes."

"Gini deh, kalau lu merasa nggak enak badan atau nggak pengen fitting atau apapun itu. Kita balik dulu aja. Atau kita makan. I don't want you to risk your life with your stupid mistakes."

"Je, I'm fine! Let's do this. Gue pengen cepet kelar urusan."

"Okay, promise me you can handle yourself. Lu cranky banget dan gue nggak mau jadi korban ke-cranky-an elu."

"Deal!"

***

"Fotoin gue dong, biar nanti Satria bisa liat gue cocokan pake yang mana," ujar gue sembari menyodorkan handphone ke Jason. Dia manut-manut aja. Gaun yang pertama gue coba adalah buat akad, basic kebaya putih. Yang gue suka dari kebaya ini adalah nggak terlalu banyak payet, brokatnya bagus dan membuat gue terlihat langsing.

"Lu nggak pengen tanya pendapat gue gitu?" Ujar Jason sembari ngefoto gue seluruh badan.

"Kan gue kawinnya nggak sama elu!" sahut gue. Jason tertawa kecil.

"Loh Kakaknya bukan calon suami?" sahut Mbak-mbak yang menemani kami berdua fitting baju. Gue dan Jason bertukar pandang sepersekian detik.

"Dia temen saya Mbak. Calon suami saya lagi dinas," jawab gue. Mbaknya cuma manggut-manggut canggung.

"Oh saya kira Mas ini calon suaminya. Kalian berdua cocok kok kak, sama-sama cakep," jawab si Mbak.

"Mbak, jangan dipuji dia ini. Nanti dia ke-GR-an," sahut Jason berseloroh.

"Yee itu elu kali Je!"

"Tuh kan kalian berdua lucu gitu," timpal si Mbak sembari menahan tawa gemas. Seketika gue jadi salah tingkah dan minta ganti baju yang lain. Sementara Jason masih saja tertawa kecil, geli.

SabtuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang