Chapter 15 Tau Ceritanya...

18 0 0
                                    

Saat Christ mengatakan kepada Maria bahwa dirinya itu sudah mulai berisi, hal tersebut sesungguhnya bukan sepenuhnya ejekkan melainkan Christ merasa sedikit lebih lega karena pertama kali bertemu dengannya lagi setelah beberapa tahun, Maria kelihatan sangat kurus dan seperti seorang yang tidak memiliki semangat hidup.

Maria sama sepertinya, ayah Maria juga seorang yang amburadul. Lebih parahnya lagi, ikut menjadi pengedar obat-obatan terlarang. Memiliki dua adik perempuan, ibunya menikah di usia yang sangat muda karena 'kecelakaan'. Tentu saja Maria tahu bahwa dialah hasil dari 'kecelakaan' itu, dan mengetahui begitu banyak kebenaran yang terjadi dari hidup keluarganya di usia 16 tahun bukanlah hal yang mudah untuk diterima.

Kenapa Christ bisa tahu ? Paman Christ seorang Polisi dan yang juga membantu penangkapan saat terjadinya kasus tersebut. Paman Christ juga berteman dengan ayah Maria saat di bangku sekolah bahkan sampai hal itu terjadi, saat itu Christ sudah tinggal bersama paman dan bibinya. Bersekolah di sekolah dasar yang sama dengan Maria.

Setelah kejadian tersebut, Maria dan keluarganya pindah kembali ke rumah kakek dan neneknya. Keduanya tidak pernah lagi bertemu, sampai akhirnya kembali bertemu saat masa orientasi sekolah siswa baru di SMU Surya Cendana. Sekolah yang sangat bergengsi itu. Tetapi tidak seperti kehidupan keluarga Christ yang dibawah rata-rata, keluarga Maria cukup mampu dari kekayaan kakek dan neneknya orang tua dari ibunya Maria.

Christ menghela nafas pelan karena baru tersadar, dia terlalu banyak melamun dan berpikir tentang banyak hal. Mengambil sebuah benda persegi dari kantong tasnya dan mulai mengirim chat pada seseorang.

Christ duduk di bangku panjang sambil mengapit HP nya dengan jari telunjuk dan jari tengahnya dan menggoyang-goyangkannya.

"Tumben banget kamu chat, ada perlu apa ?" Tanya Maria, berdiri di depan Christ sambil menyandarkan punggungnya ke tembok menaruh kedua lengan didada.

"Jutek banget. Tadi di tolongin nggak ada kata terima kasih ?"

"Oh, ituh. Yah, terima kasih lah sudah tolongin. Aku juga minta maaf, nabrak nggak perhatikan jalan."

Christ tersenyum.

"Kenapa senyam-senyum ?!" Tukas Maria.

"Nggak pa-pa."

"Udah kan ? Kalau gitu aku balik kelas." Maria hendak pergi.

"Tunggu, Mar !" Christ menahannya.

"Apa lagi ?"

"Aku mau minta tolong."

"Apa ?"

Keduanya masih saling berpandangan.

Sore itu, setelah jam pulang sekolah.
Maria dan Christ berjalan ke luar dari sebuah toko buku Gramedia.

"Kamu cuma cari buku satu itu aja, harus ke toko. Memangnya di perpustakaan sekolah nggak ada ?" Tanya Maria.

"Nggak tahu."

Maria memutar matanya jengah. "Ampun dah nih orang !"

Maria melangkahkan kakinya dengan cepat, tetapi Christ berusaha menyamakan sehingga keduanya berjalan beriringan.

"Ngapain musti jalan di sisi gue ?!" Kesal Maria.

"Kalau dibelakang kamu, nanti dibilang anak Bebek."

"Huh ?!" Sela Maria, semakin kesal.

"Kamu nggak percaya ?!"

"Masa bodo !" Celetuk Maria.

Berjalan semakin cepat, namun Christ malah menarik tangannya. Membuat tubuh keduanya saling berhadapan, Maria berdiri tepat dibawah dagu Christ yang sangat tinggi itu. Hanya menatap leher orang itu.

Setetes Embun PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang