Chapter 16 I Care You.

14 0 0
                                    


Pagi ini diselubungi dengan hawa dingin, hujan mengguyur bumi dengan derasnya. Hati jum'at yang biasa diisi dengan olahraga, kini banyak siswa yang hanya berjalan kesana-kemari di koridor sekolah dan ada yang hanya berdiam diri di kelas.

Celly, Ribka dan Maria berjalan bersama menuju kelas XI IPA¹. Tetapi berhenti, ketika melihat didepan kelas berdiri Christ menyandarkan punggungnya ke tembok sambil bermain ponsel.

"Christ !" Sapa Celly.

"Hai !" Ucap Christ menyapa balik.

"Kamu ngapain disini ?" Tanya Celly.

"Kalian nggak bareng Marsha ?!"

"Oh, Marsha tadi ke toilet. Eh, itu dia..." Sahut Ribka.

Mereka melihat Marsha yang berjalan ke arah kelas.

"Eh, kalian koq masih disini ?!" Tanya Marsha. Pandangan nya langsung beralih ke Christ.

"Ayo, tadi katanya mau ditemani." Kata Christ.

Marsha nyengir. "Hee... Tunggu bentar !"

Marsha berlari kecil masuk ke dalam kelas dan mengambil sesuatu dari dalam tas-nya dan keluar dari kelas juga dengan langkah cepat. Marsha telah mencapai pintu kelas dan tiba-tiba tersandung langkah kakinya sendiri membuat dirinya hampir terjatuh kalau Christ tidak dengan cepat bergerak maju dan menahan pundaknya. Marsha refleks berpegangan di lengan kekar Christ.

Orang-orang memperhatikan keduanya sambil terkejut dan mulai berbisik-bisik. Ada yang tersenyum-senyum menggoda.

"Aci-ciee~"

"Hunieee~"

"Uwu.. Uwu.."

"Kalian berdua cocok lho ?!" Respon orang-orang di koridor tersebut.

"Ah, dihari hujan dan dingin ini nyamannya punya seseorang untuk dirangkul." Celetuk seorang siswa.

"Haseekk !" Seru beberapa siswa yang lain.

"Hahaha" Tawa lucu dan senang memenuhi koridor.

Christ dan Marsha berjalan menjauhi kerumunan.

"Hish... Bikin malu aja !" Gumam Marsha, menghentak-hentakkan kakinya ke lantai karena kesal.

"Santai aja, Sha." Ucap Christ, senyum lucu.

Merasa sangat gemas dengan tingkah gadis di sebelahnya itu, tanpa sadar Christ mengusap kepala Marsha yang berjalan menunduk.

"Kalau jalan lihat kedepan, nanti kamu tersandung."

Marsha mempoutkan bibirnya menatap Christ. Melihat itu Christ tidak tahan untuk tertawa.

"Aku nggak mau tahu, pokoknya kamu harus bawa lebih banyak buku dan bantu aku menyusunnya di Perpus. Dan kenapa pak Anjas malah nyuruh-nyuruh aku lagi, grrrr !" Marsha melampiaskan kekesalannya.

"Sha, jangan ngomong kasar !" Ucap Christ memperingati. "Lagian, bukannya kamu wakil ketua OSIS ya ?!"

Di belakang, Maria melihat kedua temannya itu berjalan beriringin masih mengobrol dengan akrab bahkan kelihatan sangat serasi. Maria mengatupkan bibirnya menahan gejolak hati yang perih.

Ketimbang patah hati karena ditolak, mungkin cinta bertepuk sebelah tangan lah yang paling menyakitkan.

"CelRib, aku duluan ke kelas. Daghh !" Ucap Maria, melangkah pergi.

"Ya ampun, dia mengumpat lagi ?!" Tukas Celly.

"Hah ?!" Ribka memandang Celly bingung.










Christ menyusun buku-buku dilemari sesuai urutannya masing-masing didalam perpustakaan tersebut. Setelah tadi bolak-balik mengambil buku yang ada di kantor ruang para guru untuk dibawa ke perpustakaan.

Marsha menyusun di lemari lain dalam ruangan itu. Sambil bergumam seperti bernyanyi tetapi dengan suara kecil. Karena tentu saja di dalam perpustakaan dilarang berisik.

"Kamu sudah selesai ?" Tanya Christ, sambil menyodorkan air mineral kepada Marsha.

"Koq air putih ?" Meski Marsha protes tapi dia tetap menerima botol air minum dalam kemasan itu. "Thai tea, kek !"

Marsha membuka tutup botol tersebut dan langsung meminumnya sedikit.

"Nggak baik minum air berwarna terus, nggak sehat. Apalagi kamu habis kerja berat."

"Apaan sih ?! Kamu kayak ibu-ibu rempong,"

"Bukan, Sha. Kamu nggak bisa bedain peduli dan perhatian ?!" Christ berbicara bergumam,  "Yah, meski aku merasakan keduanya."

"Apa ? Kenapa ?"

"Kamu lapar ?" Tanya Christ.

"Lumayan." Angguk Marsha.

"Ayo pergi makan, istirahat sebentar lalu lanjut lagi." Christ menggandeng tangan Marsha.

Marsha terkejut melihat Christ dari belakang yang menarik dirinya keluar dari ruang perpustakaan dan melihat ke arah tangannya yang digandeng oleh Christ. Namun dalam pikirannya malah terlihat Yandhi.

Menyadari bahwa saat dirinya masih berada di dalam ruang Perpustakaan sudah banyak pasang mata yang memperhatikan. Marsha segera melepaskan tangannya dari pegangan Christ sebelum kedua orang itu lebih jauh berjalan dan akan membuat semakin banyak orang yang melihat.

Christ berhenti dan berbalik menatap Marsha yang juga berhenti berjalan setelah melepas tangannya dari gandengan Christ. Kedua orang itu berdiri di koridor teras dekat lapangan basket. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.

"Marsha, i care you." Ucap Christ, ditengah derasnya hujan.

Marsha mengeryit keningnya karena tidak terlalu mendengar apa yang diucapkan Christ.

"Huh ! Kamu ngomong apa, Christ ?!" Sela Marsha, dan segera bicara lagi saat melihat Christ membuka mulut hendak menjawab.

"Aku lepas tangan kamu karena telapak tanganku gatal. Katanya, kalau kayak gitu biasanya tanda bakal dapet duit ya ?! Hahah... Semoga, semoga ya Lord." Marsha terngikik sambil menggaruk telapak tangan kanannya. Lalu berjalan kembali.

Christ menghela nafas pelan, dan menyusul Marsha sambil memasukkan tangannya kedalam saku celana.

***

Marsha menghembuskan nafasnya dengan kasar. Astaga ! Rasanya sekolah hari ini sangat melelahkan, menguras begitu banyak tenaga, pikiran dan perasaan. Bagaimana tidak ? Hampir mendengar pengakuan seorang yang sudah menjadi teman selama lebih dari dua tahun.

Benar, Marsha sebenarnya menyadari sikap Christ yang memperlakukan dirinya berbeda daripada teman-teman ceweknya yang lain. Christ lebih peduli kepada Marsha daripada yang lain, lebih perhatian dan sangat baik.  Tapi entahlah, dari awal keduanya mengenal bahkan sampai berteman akrab, Marsha tidak pernah sekalipun terpikir akan menyukai Christ.

Dan sikapnya tadi pagi saat di sekolah benar-benar aneh. Seperti sedang mempersiapkan diri untuk mengungkapkan penuturan tentang perasaannya. Dan Marsha, malah menghindar hanya karena tidak mau mendengar pengakuan cowok tersebut memikirkan bagaimana caranya mengatakan tidak, hanya benar-benar menganggap teman.

Haruskah Marsha mengatakan, 'maaf Christ aku nggak bisa nerima kamu. Aku cuma nganggap kamu teman. Atau kamu terlalu baik buat aku, atau aku belum mau pacaran mau fokus belajar dulu' cahh... Udah basi, classic.

Ughh ! Semakin Marsha memikirkannya, semakin dia pusing sendiri jadinya. Mau sampai kapan terus menghindar dan mengalihkan pembicaraan berpura-pura tidak mengerti akan pengakuan Christ karena tidak mau melihat cowok itu patah hati ?

Di samping itu, Marsha juga merasa merindukan Yandhi yang akhir-akhir ini menjadi sangat jarang menghubungi dirinya. Padahal Yandhi pernah mengatakan bahwa lain kali ingin mengajak Marsha untuk menemaninya lagi. Terakhir kali bertemu Yandhi hanya pada saat di kafe waktu itu.

Ingin menangis saja, oh Lord  beginikah rasanya merindukan seseorang yang entah merindukan diri ini juga ?

"God, i miss him." Gumam Marsha.

Setetes Embun PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang