Chapter 26 Aku Suka Padamu

11 1 0
                                    


Ruang Aula yang luas di sulap menjadi ruangan besar pesta yang keren. Penuh dengan berbagai dessert coklat di atas meja panjang yang berbaris, lampu-lampu cantik menghiasi seluruh ruangan sampai ke panggung, juga tidak kalah cantik dan tampannya para peserta pesta Valentine malam ini.

Maria duduk bersama Celly, menunggu kedatangan Marsha. Kalau Ribka, tentu saja dia bersama pasangan dansa-nya malam ini.

"Mar, itu Marsha." Ucap Celly, menunjuk ke pintu masuk.

Maria ikut menoleh, terlihat disana Marsha berjalan bersama Christ. Maria tersenyum, di dalam hatinya memuji mereka berdua nampak serasi.

"Hai Mar, Cel," Sapa Marsha tersenyum senang.

Saat menghampiri kedua sobatnya, sedangkan Christ berdiri di belakangnya.

"Hmm, seneng banget kayaknya kamu yah ?!" Goda Celly.

"Seneng dong, kan lagi party. Party tuh buat senang-senang." Sahut Marsha.

Marsha sedikit merasa senang dengan perayaan pesta Valentine ini, setidaknya dia bisa melupakan kegundahan hatinya terhadap Yandhi.

"Eh, Cel, couple kamu siapa ?" Tanya Marsha.

"Nggak ada couple aku tu," Tukas Celly.

"Umm," Maria berhenti mengunyah coklat di piring kecil yang dipegangnya. "Dia nggak akan mau mengakui couple-nya malam ini, Sha."

"Kenapa mang ?"

"Because..." Maria belum menyelesaikan perkataannya, Reno menghampiri mereka dan berdiri di sisi Celly.

"Hai, Cel, maaf ya nunggu lama, honey." Ucap Reno. Lalu menyapa mereka yang ada disitu.

"Ih, ngapain aku nungguin kamu. Kurang kerjaan banget !" Cetus Celly.

Maria dan Marsha tertawa.

"Halo semua !" Sapa Egil, berdiri di sebelah Ribka yang menunduk malu. Mereka berdua menghampiri teman-temannya.

"Wow, Ribka kamu sama Egil ?!" Marsha berdecak kagum.

Karena mereka tahu betul bahwa sobat mereka satu ini sangat pemalu, lihatlah sekarang dia sedang menunduk malu karena digoda oleh para sahabatnya.

Egil melihat Ribka yang berdiri di sebelah dengan tersenyum lembut. "Koq nunduk sih, kamu cantik banget lho, kan sayang kalau nggak di tunjukkin."

"Wuahh~ darimana kamu belajar gombal, Gil, huh ?!" Itu suara Lasah yang mendorong kepala belakang Egil.

Richard berjalan sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celana kain putih yang dipakainya malam ini.

Egil mendengus kesal. "Dasar perusak suasana !"

"Ternyata kemampuan kau udah berkembang ya, selain somplak sekarang kamu juga tukang gombal. Gilaaaa !" Seru Lasah, lalu tertawa.

Mereka yang berada di tempat yang sama itu juga ikutan tertawa.

***

Christ menghentikan laju motornya saat tiba tepat didepan rumah orangtua Marsha.  Marsha berpegangan pada bahu Christ untuk turun dari motor, karena dia memakai dress yang menjuntai sampai mata kaki.

"Makasih, Christ." Ucap Marsha, menarik senyum. Marsha sudah melepas helm yang dipakai dirinya dan menyerahkan itu kepada Christ.

Christ menatap Marsha lembut, menerima helm yang diberikan oleh Marsha kepadanya kemudian melepas helm yang melekat di kepalanya sendiri.

"Jujur, kamu cantik banget malam ini, Sha." Ucap Christ.

Marsha tersenyum menatap mata Christ yang berkata sangat jujur itu. "Hehe~ thanks."

Tangan Christ bergerak untuk memegang tangan Marsha. Sambil menatap gadis itu dengan lembut, Christ akhirnya mengungkapkan. "I love you, Marsha. Would you be my lover ?"

Marsha terpaku, sama sekali tidak antisipasi akan apa yang diucapkan pemuda di depannya ini.

"Marsha ?" Lirih Christ.

Dengan perlahan, Marsha menarik tangannya yang dipegang oleh Christ.
Hati Christ terasa teriris, dia melihat tangan itu yang semakin terlepas dari genggamannya.

"Christ, i'm so sorry. I can't."

"Tapi, Sha."

"Kit, aku masuk dulu ya. Kamu hati-hati dijalan, selamat malam." Ucap Marsha, lalu berbalik untuk masuk kedalam rumah.

Christ melihat Marsha hingga pintu tertutup. Menatap nanar ke arah telapak tangannya yang tadi menggenggam tangan Marsha. Akhirnya, semua menjadi jelas.

Seberapa lama pun kamu mengenal bahkan menyukai seseorang tidak akan menjamin orang itu juga akan menyukaimu. Mungkin kamu tidak akan berubah, tapi orang lain berubah seiring berjalannya waktu. Embun pagi itu yang dulunya menyejukkan, sekarang terasa dingin, membuat tubuh menggigil seperti sampai ke tulang rusuk.

***

Christ tiba dirumah, merasa aneh karena banyak warga sekitaran komplek rumah mereka berada di teras rumah bahkan ada yang duduk didalam rumah juga. Wajahnya memucat, tubuhnya mendadak terasa kaku dan jantung berdebar dengan kencang. Di tiang sebelah kanan teras terikat sebuah bendera putih. Tidak terasa setetes cairan bening menuruni pipi polosnya itu.

"Phi Kit, kakek~ Hiks...!" Chara berjalan pelan ke arah Christ yang masih berdiri di depan pintu rumah, tangannya yang kecil memeluk pinggang kakaknya itu sambil terisak sendu.

Christ melihat ke arah Nenek yang juga menangis disebelah tubuh kakek yang terbujur kaku itu dengan seorang ibu tetangga merangkul bahu Nenek sambil mengusap-usapnya.

Terhitung dua hari sudah Christ tidak masuk sekolah, Maria memegang pulpen ditangannya sambil berusaha fokus ke pelajaran bahasa Indonesia yang diterangkan oleh guru didepan kelas. Namun terkadang dia melihat ke arah bangku Christ yang kosong dan menghela nafas.

Saat bel tanda berakhir waktu sekolah hari ini, Maria terburu-buru menyimpun semua buku kedalam tas-nya dan berjalan cepat keluar dari kelas tanpa menghiraukan panggilan Ribka kepadanya. Dan tepat saat itu berpapasan dengan Egil yang masuk ke dalam kelas tersenyum menyapa Maria namun Maria hanya melewatinya. Egil mengerutkan dahi karena bingung.

"Maria kenapa, koq buru-buru gitu ?!" Tanya Egil kepada Ribka.

Setelah pesta Valentine Egil dan Ribka menjadi dekat, bisa dikatakan saat ini sedang masa pedekate. Yuhuu...

Ribka menggeleng pelan. "Dia nggak ngomong tuh kenapa,"

Setetes Embun PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang