Dua Puluh Satu

4.5K 258 16
                                    

Catherine terduduk diam di ranjang kamar yang ada di dalam pondok itu. Ia masih tidak percaya dengan kejadian apa yang baru saja terjadi padanya, tetapi sayangnya semua itu benar-benar terjadi, dan ia tidak mengindahkan sama sekali permintaan dari Alex itu. Catherine tentu tidak akan melakukannya, menuruti permintaan Alex, sama saja membunuhnya. Ia tidak mungkin dan tidak akan mungkin melakukan kesepakatan yang hanya akan menghancurkan pernikahannya, sekali pun ini semua adalah permintaan dari pria yang paling diinginkannya di dunia ini.

Suara langkah kaki seseorang yang masuk ke dalam pondok, terdengar di telinganya. Itu mungkin Alex, yang kembali setelah mengantarkan kepergian Henry. Namun, yang membuat Catherine merasa keheranan saat ini adalah bagaimana suara langkah kaki itu berhenti tepat di depan pintu kamar yang saat ini sedang ditempatinya.

Apa saat ini Alex sedang menyandarkan kepalanya di daun pintu dan menyesali perbuatan apa yang telah ia lakukan padanya? Oh, sepertinya tidak, karena itu semua tidak akan pernah terjadi padanya.

Suara langkah kaki itu tiba-tiba kembali terdengar di telinganya, tetapi, kali ini berbeda, kali ini suara itu terdengar melangkah menjauhinya, dan Catherine tidak melakukan apa pun untuk menghentikannya. Alex sepertinya perlu waktu untuk menyadari jika apa yang dilakukannya tadi merupakan sebuah kesalahan besar, ya... dan Catherine tidak akan diam akan hal itu.

***

Alex tidak mengerti mengapa semuanya terasa begitu berbeda sekarang. Sangat berbeda. Seharusnya ia tidak peduli ketika Catherine mendiamkannya atau berlagak dingin kepadanya dengan tidak ingin menemuinya seperti ini. Hei, Catherine bahkan dengan tenang dapat menghadapi dirinya yang bertindak dingin seperti itu. Namun, mengapa dirinya tampak tak tenang sekarang?

Dia butuh udara segar. Ya, udara segar setelah dirinya tidak berhasil membuat Catherine menyetujui kesepakatannya. Shit! Catherine hanya memperburuk semuanya dengan mempertahankan pernikahan mereka itu.

Alex melangkahkan kakinya meninggalkan pondok. Ini masih dalam suasana kehangatan sore hari ketika ia berjalan tanpa arah meninggalkan pondoknya. Di sekelilingnya, ia dapat melihat beberapa orang yang tampak sibuk membereskan panggung, peralatan dan hiasan-hiasan lain yang sebelumnya digunakan untuk menghiasi pernikahannya dengan Catherine.

Orang tua Catherine sepertinya sudah pergi, diikuti Ibunya. Jika seseorang bertanya tentang keberadaan Ayahnya, Alex tentu tidak tahu dan tidak ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan itu.

Alex mencoba menghapuskan bayangan Ayah brengseknya itu dari pikirannya, kemudian melanjutkan langkahnya dengan berjalan mengikuti jalan setapak yang ada di balik pondok itu. Sebelumnya ia tidak mengetahui akan keberadaan pondok itu dan sekarang ingin rasanya ia menelusuri hal apa saja yang ada di sekitar sana. Setidaknya dengan melakukan ini, ia dapat menemukan cara lain untuk dapat membujuk Catherine menyetujui kesepakatannya. Ya, sekali lagi, hal itu adalah hal terbaik untuk kehidupannya.

Shit!

Umpatnya ketika menemukan sebuah danau yang tidak begitu besar, tetapi terlihat indah dan menyejukkan mata itu. Ugh, bagaimana ia tidak mengetahui keberadaan danau seindah ini sebelumnya?

Alex dengan perlahan melangkahkan kakinya untuk berjalan mendekat ke arah pinggiran danau, kemudian mendudukkan dirinya di batu-batu kecil yang ada di sana. Ketika melakukan adegan seperti itu, Alex mungkin akan terlihat seperti pengantin pria yang baru saja menikah, tetapi memilih untuk pergi ke luar kamar mereka karena mendapat penolakan dari sang pengantin wanita. Namun, pada kenyataannya, dirinya lah yang menolak si pengantin wanita.

Ya, ia menolak mentah-mentah pernikahan mereka. Ia bahkan bersiap berpisah dari wanita itu segera setelah ia berhasil mengucap janji sucinya dengan Catherine. Namun, wanita itu juga bersikukuh mempertahankan pernikahannya.

Unexpected Wife [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang