BAB 10SATU KASUR

3.6K 137 0
                                    

Setelah Mia selesai bercerita. Mia kembali bekerja mengurus mansion Bara. Sementara, aku berbaring sambil menikmati udara di siang hari, di dekat kolam. Ingin sekali aku berenang. Tapi, sayang aku tidak bisa berenang. Ku lirik para penjaga yang ditugaskan Bara tak sedikit pun berkedip melihat aku. Setiap gerak gerik ku selalu di awasi. Ada niat jail dalam diriku. Aku ingin bercanda dengan para penjaga. Aku bangkit berdiri, memasang muka sedih. Berjalan ke arah kolam yang biru dan tenang. Aku melirik mereka dari ekor mataku. Mereka mulai panik, mereka ragu untuk mendekat ke arahku. Aku maju satu langkah.

"Nona, jangan lakukan itu" pinta salah satu penjaga.

Aku semakin melangkah lebih dekat ke pinggir kolam.

"Nona, kami mohon" pinta mereka lemas. Ya, ampun. Badan besar dan tegap, ternyata cemen juga lihat aku mau cebur ke kolam. Malu sama badan coiii...

Aku mengangkat satu kakiku yang sudah di atas air kolam. Mereka mencoba mendekat, segera aku mengacungkan tangan kiriku pada mereka. Meminta mereka berhenti dan mereka patuh tak maju sedikit pun. Melihat wajah tegang mereka, aku ingin tertawa. Andai saja, aku tidak dalam aksi mogok bicara dan bersikap dingin pada mereka. Aku pasti sekarang tertawa lepas melihat ekspresi wajah mereka semua.

"PITA" teriak Bara dari jauh. Membuat aku terkejut mendengar teriakkannya. Hingga keseimbangan tubuhku tak dapat aku jaga. Aku terjatuh ke dalam kolam, aku berusaha naik ke permukaan. Tapi, tidak bisa karna aku tidak pandai berenang. Mungkin ini saatnya aku pergi dari dunia ini. Aku pasrah memejamkan mataku di detik-detik nafas terakhirku. Tapi, ini belumlah akhir di hidupku. Aku berhasil di selamatkan oleh seseorang. Seseorang itu adalah Bara. Dia berhasil membawa aku ke permukaan. Aku memeluk erat lehernya dan Bara berenang ke tepi. Lalu, mengangkat tubuhku dan meletakkan aku di tepi. Mia dengan cepat membalut tubuhku dengan handuk.

Aku terbatuk-batuk karna meminum air kolam, mataku perih dan hidungku juga. Bara naik ke atas, mendekatiku dengan sorot mata tajamnya. Aku menunduk tidak berani menatap dirinya, seperti biasa aku lakukan sebelumnya. Ini semua kesalahanku. Karna niat jailku, aku telah membuat Bara marah sekaligus khawatir padaku. Aku dapat merasakan itu dari sorot mata tajamnya yang mengartikan hatinya terluka melihat aku kembali untuk mengakhiri hidupku.

"Aku tahu, kamu membenciku. Tapi, apa kamu tidak bisa menggunakan akal sehatmu. Aku mohon jangan menyiksa aku seperti ini, Pita. Lebih baik kamu caci maki dan pukul aku daripada kamu harus mati di depan mataku" ucapnya tegas dapat aku rasakan hatinya sakit karna aku.

Aku menangis dalam diamku, aku tidak berani menatapnya saat ini. Aku salah. Tapi, bisakah dia tidak berkata seperti ini. Aku juga sakit Bara, sama denganmu. Kita sama-sama terluka. Jika kamu benar mencintaiku. Seharusnya, kamu mengerti keadaanku. Lepaskan aku, jangan anggap aku adalah milikmu. Aku tidak akan pernah bisa menerimamu, Bara. Luka yang kamu torehkan padaku amatlah dalam di hatiku.

Aku bangkit berdiri dibantu oleh Mia. Aku meninggalkan Bara yang masih menatap diriku. Aku memalingkan wajahku, aku tak sanggup menatap wajah itu lagi.

***

Suasana makan malam hening. Bara diam padaku, tidak seperti hari biasanya. Biasanya, Bara akan berbicara padaku meski aku tak pernah mendengarnya atau meresponnya. Aku merasa canggung berada di dekatnya. Aku menatap makananku yang masih utuh. Aku malas memakannya karna suasana kami yang hening dan makanan ini terasa hambar.

Ada apa dengan diriku? Seharusnya, aku tidak peduli. Jika Bara diam bahkan tidak memperdulikanku. Aku tahu, aku bersalah padanya. Tapi, aku seharusnya tidak boleh bersikap seperti ini. Sadarkan dirimu, Pita.

#1 PITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang