Setelah Mia pulang, Bara tak muncul sama sekali. Padahal, aku menunggunya untuk menjelaskan kejadian kemarin di Family Room. Mengatakan aku tidak bunuh diri. Tapi, sepertinya Bara tidak datang setelah salah satu pengawal yang ditugaskan menjaga aku datang masuk ke kamar inapku. Memberi kabar, Bara sedang istirahat dan tidak ingin di ganggu, termasuk aku. Aku mengangguk sedih mendengar itu. Bara benar-benar marah kepadaku. Aku kira Bara akan kembali setelah aku memberi pesan pada Mia.
***
Esok harinya, aku bangun dan memperhatikan sekitarku. Tidak ada siapa-siapa. Bodohnya, aku berharap Bara datang ke sini dan menemani aku. Sepertinya, aku hanya bermimpi jika Bara ada disini. Mengecup keningku seperti biasa. Pintu kamar inapku terbuka, aku berharap sosok yang akan masuk kamar ini adalah Bara. Lagi-lagi, harapan itu harus segera ditepis. Yang datang adalah dokter yang tidak aku kenal sama sekali.
"Selamat pagi, nona Pita" sapanya lembut.
Aku mengangguk ramah dan tersenyum padanya.
"Saya dokter Sinta yang bertugas memeriksa anda. Maaf semalam saya tidak memeriksa anda karna saya ada tugas penting di luar kota" jelasnya sambil memeriksa tubuhku.
Sejujurnya, aku tidak peduli siapa yang akan memeriksa aku. Asal aku cepat sembuh dan keluar rumah sakit ini.
"Keadaan nona, Pita sudah ada kemajuan. Satu atau dua hari lagi. Nona boleh pulang"
Aku tersenyum mendengar itu. Lalu dokter Sinta segera keluar dari kamarku. Aku berharap Bara senang mendengar kabarku. Segera datang melihatku. Aku tidak sabar bertemu dengan dia.
Katakan aku gila akan hal ini. Ya, aku gila. Aku ingin meluruskan masalah ini. Aku ingin mengakhiri semua ini.
Pintu kamar terbuka, semoga itu Bara. Aku segera mengubah posisiku untuk duduk bersandar di ranjangku. Untuk sekian kali, itu bukan Bara. Mia tersenyum padaku. Kenapa harus dia yang datang. Mana Bara?
"Sepertinya nona tidak senang saya datang. Nona menginginkan sosok lain yang datang ke kamar ini" goda Mia padaku. Sejak kapan Mia bersikap humor padaku.
"Tidak" ucapku datar menutupi tebakannya.
"Tapi, wajah nona berkata iya"
"Benarkah? Ketera sekali ya"
Mia mengangguk. Aku memicingkan mataku. Bukannya, Mia bisa membaca pikiranku.
"Ada apa, nona" tanyanya polos padaku. Apa dia pura-pura bertanya ada apa. Jelas-jelas dia tahu apa yang sedang aku pikirkan.
"Bukannya kamu tahu, apa yang sedang aku pikirkan"
"Maksud nona?"
"Kamu bisa baca pikiranku, Mia" jawabku kesal.
Ku dengar Mia tertawa keras hingga menggema di kamar inapku. Aku menatapnya kesal.
"Nona sudah salah paham. jelas-jelas raut wajah nona yang menunjukkan itu" jelasnya masih nada tertawa.
Aku benar-benar malu saat ini. Aku terlalu bodoh berpikir Mia dan Bara bisa membaca pikiranku. Kenapa juga, aku berpikir mereka memiliki indra ke enam. Aku menutup wajahku. Tak berani menampakkan wajahku pada Mia saat ini.
"Maaf, nona. Saya tidak bermaksud"
"Tidak apa-apa. Makasih sudah menyadarkanku" ucapku dengan wajah masih ketutup dengan kedua telapak tanganku.
"Nona"
"Ya, aku baik-baik saja, Mia"
"Nona"
"Aku bilang tidak-" ucapku terpotong melihat Bara ada disini. Bara terlihat kacau saat ini. Pakaiannya tidak dia ganti, masih sama dengan pakaian semalam. Mia segera pergi meninggalkan kami berdua. Suasana kami begitu canggung. Tak ada kata untuk memulai bicara. Bara diam menatap aku. Sama dengan diriku menatap dirinya. Ku perhatikan wajah Bara, ada yang berubah di wajah tampannya. Wajahnya kini di tumbuhi bulu-bulu halus. Semakin menambah ketampanannya. Semakin macho dan seksi di mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 PITA
RomansaAku membuka mataku. Menatap sekelilingku. Aku berada di dalam kamarku sendiri. Kamar rapi seperti biasa. Kuraba diriku, pakaianku masih sama dan utuh. Saat aku ingin bangkit berdiri. Aku merasakan sakit di selangkangan. Ku berlari ke kaca dan ku lih...