Dalam perjalanan pulang dari makam ke mansion Bara. Aku terus memikirkan pernyataan cinta Bara kepadaku. Dia mencintaiku. Dia berjanji di atas makam ayah dan mama. Untuk memastikan itu. Aku selalu menoleh ke arahnya, saat berada satu mobil. Memastikan dia tidak berbohong. Sampai Bara ke Grran karna aku terus melihat wajahnya. Dia menunjukkan muka tampannya ke arahku. Membiarkan aku bebas menatap wajahnya. Bara senang jika aku terus memandang wajahnya. Tanpa, harus curi-curi pandang.
Ingin sekali. Aku menjitak kepalanya. Kepedaan amat, jadi orang. Walau sebenarnya. Aku memang mencuri curi pandang padanya. Tapi, bukan karna melihat wajah tampannya. Aku memilih diam dan bersandar sambil melipat tanganku. Aku kesal dengan Bara.
"Kok malah cemberut. Senang dong, aku udah kasih akses buat kamu lihat wajah tampan aku."
"Kepedaan amat sih. Siapa juga yang mau lihat wajah jelek kamu"
"Jelek-jelek kek gini suka kan.." godanya.
Aku melotot ke arahnya. Sejak kapan Bara kek gini.
"Aku gak suka sama kamu. Camkam itu" tekanku pada Bara yang ditanggapi dengan senyum.
"Gak suka. Tapi, kok diam-diam mencium bibir aku ya.." Bara kembali menggodaku.
Kenapa Bara harus menyinggung hal itu. Dan kenapa juga waktu itu, aku mencium Bara. Ada apa denganku. Apa aku juga memiliki rasa pada Bara.
"Itu enggak sengaja." jawabku asal. Semoga aja tidak diperpanjang Bara.
"Oh.. gak sengaja." Ku lirik dia mengangguk-anggukan kepalanya dan tampak berpikir. "Gelus wajahku, juga gak sengaja."
Aku mengepalkan tanganku di depan wajahnya. Ingin sekali. Aku menghajarnya. Bara sungguh menyebal kan hari ini.
Bara tertawa melihat aku yang kesal padanya. Tawa pecahnya menggema di dalam mobil. Hingga sang supir melirik ke arah kami lewat kaca mobil. Aku diam tanpa menghiraukan suara tawa, Bara.
Tapi, jika di pikir-pikir. Apa benar aku juga memiliki rasa pada Bara. Aku teringat dengan perkataan Mira kepadaku, waktu itu.
"Apa kamu sudah memikirkannya dengan menggunakan hatimu, bukan logikamu."
Setelah, aku pikirkan kembali. Terkadang, aku merasa sakit melihat Bara menangis di depanku. Sakit melihat Bara memohon kepadaku. Sakit mendengar kata maafnya. Sakit ketika membuat dia terluka akan sikapku.
Terkadang, aku menerima perhatiannya, kepeduliannya kepadaku. Bahkan, aku terlena akan ketampanannya. Aku damai dalam pelukannya. Rasa takutku padanya hilang dalam sekejab. Kini yang muncul dalam diriku adalah rasa rindu kepada Bara.
Namun, semua itu tertutup. Karna benci yang tertanam dalam hatiku. Apa rasa benci ini akan berubah menjadi cinta. Dapatkah aku melupakan masa lalu yang amat menyakitkan.
Kamu pasti bisa, Pita.
Jangan, kamu harus membencinya. Dia telah memperkosamu.
Suara malaikat dan iblis dalam diriku, muncul. Berputar dalam kepalaku. Mana yang harus aku dengar. Malaikat atau iblis.
Buka hatimu, untuk Bara. Katakan kamu mencintainya.
Jangan. Kamu telah ditipu dengan sikap baiknya. Ingat dia pemerkosamu.
Malaikat dan iblis, terus menggema dalam pikiranku. Aku bingung harus memilih siapa.

KAMU SEDANG MEMBACA
#1 PITA
RomanceAku membuka mataku. Menatap sekelilingku. Aku berada di dalam kamarku sendiri. Kamar rapi seperti biasa. Kuraba diriku, pakaianku masih sama dan utuh. Saat aku ingin bangkit berdiri. Aku merasakan sakit di selangkangan. Ku berlari ke kaca dan ku lih...