Aku memperhatikan para pelayan yang sibuk menyiapkan sarapan untukku dan Bara. Bara belum juga muncul sejak keluar dari kamarku. Setelah aku puas melempari dia dengan bantal. Meminta maaf atas kesalahannya yang telah berani tidur satu kasur denganku. Meski dia tidak menyentuhku, seperti pertama kali dia membawa aku ke mansion megah ini. Mungkin, Bara takut. Jika aku akan melakukan aksi nekat lagi.
Tidak lagi, Bara. Aku sudah sadar.
Tenang saja itu tidak akan terjadi lagi. Meski, sebenarnya aku tidak yakin pada diriku sendiri tidak akan melakukan itu. Sudah empat kali aku melakukan percobaan bunuh diri. Meski, aku selalu selamat. Seolah takdirku belumlah waktunya.
Bara datang, mencium keningku dan duduk di sampingku yang dikhususkan meja makan untuk kami berdua. Sebenarnya, ada meja makan utama disini. Cuma, karna mejanya terlalu panjang dimana membuat posisiku dan Bara akan berjauhan pada saat makan. Sehingga Bara meminta para pelayan mengantikan posisi tempat kami makan. Begitu pula sebaliknya denganku, aku juga tidak suka makan berjauhan dengan orang. Meski, orang itu adalah Bara.
"Pagi, tuan" sapa Mia menyiapkan sarapan buat Bara.
"Pagi juga, Mia" balas Bara seperti Biasa.
Kini, Mia beralih kepadaku. Mia menyiapkan sarapanku yang terdiri dari roti bakar yang telah ditaburi keju parut kesukaanku, dua buah sosis, telor ceplok dan segelas susu dan jus wortel. Semuanya, kelihatan nikmat sekali. Aku tak sabar untuk segera memakannya. Setelah berdoa, aku hendak segera makan. Namun, aku tunda. Karna aku ingin bilang makasih pada Mia dan para pelayan lainnya yang sudah menyiapkan semua ini.
"Makasih, Mia" dapat aku lihat wajah terkejut dari Bara saat aku mengucapkan itu. Bukan hanya Bara para pelayan yang masih di sekitar kami juga terkejut mendengar aku bersuara pada Mia. Aku ingin sekali tertawa melihat ekspresi lucu mereka saat ini, kecuali Mia.
Aku makan dengan lahap dan menatap polos Bara yang masih melongo melihatku yang asyik makan.
"Kenapa?" tanyaku di sela-sela makan.
Bara geleng kepala, menampar pipinya pelan. Kudengar Bara berkata "Ini tidak mimpi" ucapnya setelah menepuk pipinya sendiri. Bara kembali menoleh padaku yang menatapku saat ini juga.
"Ada masalah, Bara" tanyaku kembali. Bara sama sekali tidak menyentuh sarapannya.
"Kamu baru saja berbicara denganku, Pita" tanyanya ragu padaku. Aku tersenyum padanya.
"Bukankah semalam, aku juga bicara denganmu" kataku mengingatkan Bara kejadian semalam. Ku perhatikan wajahnya berubah dengan cepat. Wajah bingungnya menjadi wajah ketakutan akan diriku yang meminta dia melepaskan diriku.
"Baiklah. Aku senang aksi diammu padaku sudah berhenti. Tapi, aku lebih suka kamu diam padaku untuk selamanya tapi tetap disisiku daripada aku harus mendengar kamu berbicara meminta aku melepaskanmu dan pergi meninggalkan aku" jelasnya sebuah peringatan untukku.
"Ya, aku tahu. Kamu tidak akan pernah melepaskanku. Aku hanya mengikuti saranmu pada saat di meja makan malam." Aku mengucapkan kembali perkataannya padaku semalam.
"Apa ada yang ingin kamu katakan, katakanlah. Aku pasti mendengarnya, Pita. Kamu tidak perlu menatap aku seperti itu. Lebih baik bicara daripada kamu diam terus kepadaku"
Kulirik wajah Bara kembali berubah setelah aku mengucapkan kembali perkataannya.
"Apa kamu masih ingin aku diam seribu bahasa?" tanyaku padanya. Bara hanya diam seperti memikirkan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
#1 PITA
RomanceAku membuka mataku. Menatap sekelilingku. Aku berada di dalam kamarku sendiri. Kamar rapi seperti biasa. Kuraba diriku, pakaianku masih sama dan utuh. Saat aku ingin bangkit berdiri. Aku merasakan sakit di selangkangan. Ku berlari ke kaca dan ku lih...