❀~~~~~~❀
"Emangnya aku ini kuyang...?"
Dalam sepersekian detik, tawa itu menghilang. Wajahnya langsung berubah datar plus menakutkan. Oh ayolah, tidak bisa kah hari ini aku hidup dengan bahagia, aman, damai, dan sentosa?
"E-eh, bukan gitu....Aku tadi cuma... Terkejut, lagian senpai ngapain di situ?" Aku berusaha berakting sealami mungkin. Berusaha menahan diri untuk tidak mengumpat. Huh.
"Apa aku mirip kuyang?"
Kenapa masih bahas kuyang sih? Lupakan aja napa?
"Itu... Aku lagi mikirin kuyang yang baru kubaca di artikel majalah sekolah tadi pagi... Terus tiba-tiba ada senpai..."
Aku jujur soal artikel kuyang di majalah sekolah. Coba cek aja. Tapi sebenarnya aku lagi nggak mikirin kuyang, melainkan insiden barusan.
Kita-senpai cuma diam. Aku melihatnya dengan seksama. Sepertinya dia baru saja memikirkan soal wajahnya. Habisnya, aku latah teriak kuyang.
"Kenapa Senpai ke sini? Bukannya ekskul voli sudah mulai." Yelah, aku bisa liat anggota klub voli yang lain pada keluar gedung untuk lari pemanasan keliling lapangan. Biang kerok kembar insiden tadi pada nunjuk gaje ke arahku. Otomatis, yang lain kepo. Sumpah, ini hari paling menyebalkan.
"Apa kau tidak ikut ekskul apapun?"
Aku menggeleng. Sepertinya aku bisa menebak pertanyaan selanjutnya.
"Apa kau mau bergabung dengan klub voli laki-laki? Sebagai manager maksudku."
Sudah kuduga. Tebakanku benar bambank. Meskipun aku sudah yakin kalau pertanyaan ini bakal keluar, aku sama sekali belum memikirkan jawabannya.
"Kenapa tidak yang lain saja?"
Kita-senpai menghela nafas panjang. Dia nampak lelah secara kejiwaan. Ini karena beban murid kelas elit atau karena ekskul voli?
"Aku sudah menanyakan teman seangkatanmu. Yang laki-laki sudah pada ikut ekskul, les, bantu orang tua... Yang perempuan, nggak ada yang berminat. Kupikir tinggal kamu yang belum ditawari."
Sudah sih, tadi siang, sama Koukupret. Aku kini ganti menatap tanah. Sebenarnya, aku ingin ikut kegiatan klub. Tapi... itu hanya akan menggali luka lama yang sudah susah payah kupendam. Akiko, sudahlah. Sekarang kamu ditawari sebagai manager, bukan pemain inti.
Aku mendongakkan kepala. Tampak Kita-senpai yang menyodorkan formulir pendaftaran. Aku menghela nafas dan mengambilnya.
"Akan kupikirkan."
Kita-senpai mengeluarkan senyum super rare miliknya. "Terima kasih banyak. Kami menunggumu." Ia kemudian turun dari sadel belakang dan berlari menyusul rekan-rekannya.
Aku akhirnya pulang juga. Sepanjang jalan pulang, aku memikirkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi kalau aku bergabung dengan klub voli. Apakah aku bakal tetap sehat jasmani dan rohani atau sebaliknya, aku tidak tahu.
~~~~~🐺🐺~~~~~
Pagi ini aku janjian sama Izumi, teman depan rumah untuk berangkat bareng. Hanya perlu menunggu 3 menit dan gadis dengan kuncir rambut tepat di leher itu keluar. Dialah teman masa kecilku bersama Kou. Meski tidak diberi tahu, aku bisa merasakan hawa Kou itu suka sama Izumi. Hanya saja, Izumi orangnya nggak peka dan galak. Makanya ikut OSIS bagian kedisiplinan.
Kami ngobrol soal guru di sekolah sepanjang perjalanan. Cuma sekitar 10 menitan kalau jalan kaki santai gini. Awalnya aku tertawa dengan candaan Izumi soal Asuma-sensei yang banyak fansnya. Akan tetapi, tawaku langsung berhenti begitu saja saat melihat sesosok penampakan di gerbang depan sekolah.
Seorang pemuda berambut putih dengan sedikit warna hitam di ujungnya menatapku dengan tatapan yang kalau dilihat oleh orang awam itu tatapan biasa, tapi bagiku tidak. Itu tatapan penuh tekanan dan arti. Kita-senpai ngeliatin dengan wajah datarnya.
Buru-buru aku memalingkan wajahku dan bergegas masuk gedung sekolah. Benar-benar kayak hantu.
"Kenapa?" Tanya Izumi.
"Ada hantu." Jawabku cepat sambil mengganti sepatu.
"Hah?"
Aku menunggu di dalam kelas sampai bel masuk berdering. Pelajaran berlangsung dengan lancar. Sekarang jam pelajarannya Matsushima-sensei yang mengajar bahasa inggris, beliau juga sekaligus menjadi wali kelasku. Aku sedang sibuk mencatat kosa kata asing sampai kurasa ada yang lewat di koridor.
Aku ya kepo aja pengin lihat siapa.
Wuanjer
Mereka kalau nggak salah kakak kelas tiga. Di barisan belakang, ada Kita-senpai. Kayaknya dia sadar kalau ada yang ngeliatin, jadinya noleh.
Jeng jeng jeng
Aku langsung balik lagi ke kamus dan menutupi muka dengan buku paket bahasa inggris. Sumpah, tadi itu horor banget. Lebih horor dari film Insidious kesukaan kakakku. Lain kali aku nggak bakalan kayak tadi.
Saat jam istirahat siang, Izumi mengajakku untuk makan di kantin. Aku iyain aja, toh aku nggak bawa bekal hari ini. Aku mendapatkan barisan agak depan dan Izumi beberapa orang di belakangku saat antre makan siang. Jadinya aku disuruh cariin meja buat makan bareng.
Agak rame hari ini. Aku tolah-toleh kanan-kiri mencari meja. Saat aku menoleh ke arah kanan, ada beberapa kakak kelas yang baru masuk kantin. Nggak tau kenapa, mataku ini langsung menangkap sesosok Kita-senpai yang ternyata juga ngeliatin aku dengan tatapan datarnya itu.
Ya ampun, segini horornya hidupku.
Izumi menarikku yang sedang berkeringat dingin. Ia rupanya menemukan meja untuk makan. Aku mengangguk saja, karena aku ingin secepatnya makan dan kabur dari kantin.
Selama makan, aku benar-benar merasa ada hantu yang ngeliatin. Ini namanya pemaksaan secara mental. Hanya dengan tatapan mata Kita-senpai, aku bisa merasakan tekanan ajakan untuk menjadi manager.
"Ada apa sih, Aki?" Tanya Izumi.
Aku cuma diam. Aku menoleh ke belakang dan melihat sesosok itu yang sedang makan roti sambil ngeliatin datar lurus ke arahku. Aku mengelus dada. Sialan.
Kou ada kegiatan klub, jadi Izumi mengajakku pulang bareng. Dia tidak ada rapat OSIS hari ini.
"Kamu duluan aja, aku mau ke gedung olahraga dulu." Ucapku
"Hm? Tumben?"
"Aku mau cari hantu. Bye." Aku segera lari sebelum ia kepo.
Izumi, loading
"WOI LAH! LU MAU IKUT SEKTE SESAT MACAM APA AKISAT?!! NJINK!!"
Sudah bacot, goblok pula. Mana ada hantu mistis di zaman sekarang, yang ada hantu tugas dan ulangan yang ngga kelar-kelar. Oh, tambahan hantu bernama Kita Shinsuke. Izumi kalau kuberitahu soal klub voli bakal nyerocos sampai capek sendiri.
Aku bertemu dengan Kita-senpai dan Suna-senpai di dekat parkiran sepeda.... Lagi. Cih, tempat ini angker amat dah.
Aku memberikan formulirnya dan diterima dengan senang hati oleh Kita-senpai.
"Terima kasih banyak ya. Apa kamu mau langsung ikut hari ini?"
Hah
"E-eh, mungkin pertemuan selanjutnya." Aku menggaruk kepala yang sebenarnya nggak gatel.
"Ooh, ya sudah. Berarti lusa ya, kamu pakai baju olahraga saja dulu."
"Ya." Buruan pergi. Udah kebelet pulang aku.
Kita-senpai masih diam di tempat, Suna-senpai udah jalan duluan tapi berhenti lagi. Aku ya belum beranjak semili pun dari tempat awal. Duh.
"Aku pulang dulu, sampai bertemu lusa, Kita-senpai."
Balik kanan, gerak. Lari secepat mungkin, gerak.
Akhirnya bisa bernafas lega setelah seharian dihantui...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Red Riding Hood || Inarizaki's Manager
FanfictionJadi manager di klub voli laki-laki yang isinya cogan? Iri? Jangan deh, mending kalian di rumah. Dijamin nyesel sampai ke ubun-ubun gara-gara nerima tawaran untuk menjadi manager klub voli laki-laki. Nyesel karena isinya rubah licik. Nyesel karena...