06.59 WIB
Tergesa-gesa memasuki koridor sembari mencari topi di dalam tasnya, ia mengumpat kesal ketika tidak menemukan benda keramat itu.
Upacara akan segera dimulai, dirinya hampir saja kesiangan karena menonton film trilogi favoritnya sampai dini hari.
Ia juga terpaksa naik ojek di depan gang rumahnya tanpa mengenakan helm yang membuat rambut bergelombangnya menjadi kusut. Itu semua ia lakukan agar tidak terlambat mengikuti upacara.
Nada meringis sakit ketika badannya bertubrukan dengan seseorang hingga buku-buku berjatuhan menimpali kakinya.
Mendongak sekilas pada sang empunya, Nada pun ikut memunguti buku-buku tersebut. Ketika tangannya mau menyentuh buku bersampul hitam yang tampak mencolok, tangan lain lebih dulu mengambilnya.
"Sori, gue nggak lihat," ucap Nada sembari menyerahkan buku-buku tersebut pada gadis lugu di depannya.
"Gue juga salah karena buru-buru jadi nggak lihat ke depan," ujarnya. "Gue duluan," pamit Rima menuruni anak tangga menuju lantai bawah.
Mendesis kesal, Nada berlari ke kelasnya untuk menaruh tas. Saat melewati kelas 12 IPA 1, tangan Nada ditarik seseorang dari belakang. Hampir saja ia memekik kaget, tetapi saat tahu siapa yang menariknya, Nada langsung diam.
Jujur saja dirinya bingung dengan sikap lelaki pemilik iris hitam itu. Entah mengapa mengajak Nada bersembunyi di sebuah ruangan persegi cukup luas dengan perlengkapan olahraga di dalamnya.
"Lepasin!"
Nada hendak pergi, tetapi tangannya kembali ditarik hingga berhadapan langsung dengan Ezar.
"Apaan, sih? Gue mau upacara!" ketusnya.
"Jangan ikut upacara."
Mengernyit tidak mengerti pada ucapan Ezar barusan, Nada mendorong bahu lelaki itu.
"Lo mau apa, sih? To the point aja!" kesalnya yang tidak terima jika harus bolos upacara.
"Bolos," jawab Ezar tanpa beban.
"Sinting lo!" umpatnya.
Melangkah menuju pintu ruang olahraga, tangannya kembali ditarik dan tubuhnya di himpit pada pintu dengan tangan Ezar yang menahan lengan Nada di belakang punggungnya.
Mencoba melepaskan cekalan itu, Nada malah merasakan sakit karena Ezar mencengkeram terlalu kuat.
"Zar, lepasin atau gue akan teriak," ancamnya bersungguh-sungguh.
"Teriak aja." Ezar memajukan wajahnya, membuat Nada menahan napas.
Aroma tubuh lelaki itu selalu membuat jantungnya berdegup tidak karuan. Pikirannya jadi tidak tenang ketika matanya menelusuri alis, mata, hidung dan bibir Ezar.
"Ayo teriak. Gue pastikan kita akan dihukum di depan semua murid," bisik Ezar.
Nada meremang dibuatnya. Ia sebisa mungkin menahan gejolak aneh dalam dirinya.
Potongan kejadian beberapa hari lalu saat posisi seperti ini terjadi, berputar bak kaset yang kusut. Deru napas Nada semakin cepat. Ia takut kejadian di lorong loker terjadi lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAZAR [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Hidup Nada menjadi tidak tenang setelah peristiwa dua tahun lalu. Hingga akhirnya memutuskan pindah ke SMA Pancasila untuk menjalankan misi rahasia. Namun, rencananya tidak berjalan dengan mulus. Karena Nada harus ber...