08.13 WIB
Telepon masuk dari berbagai kolega bisnis tiada henti mengisi ruangan persegi dengan jendela kaca yang besar, menampilkan jalanan besar kota Jakarta dari atas sana.
Pangkal hidungnya ia tekan dengan kuat. Rasanya, kepala akan pecah ketika telepon terus berdering secara berurutan. Menanyakan tentang video yang sudah beredar luas.
Melepaskan kancing jas serta melonggarkan dasi yang terasa menyesakkan dada. Tangan dengan urat-urat menonjol itu mengambil cangkir kopinya.
Menghirup kafein yang terasa menenangkan pikirannya. Perlahan, ia menyesap kopi yang baru diantarkan oleh sekretarisnya.
Baru saja meletakkan cangkir keramik tersebut, ponsel pribadinya kembali masuk. Melihat nama temannya, ia pun langsung mengangkatnya.
Berdiri sembari melihat pemandangan dari kaca besar di hadapannya, ia tersenyum tipis ketika suara di seberang sana terkekeh.
"Lo juga tahu Raj, sosial media adalah senjata mematikan untuk menyebarkan issue seperti itu," jawabnya dengan tenang.
"Saham lo aman?"
Memasukkan tangannya pada kantong celana, pria itu terkekeh miris.
"Harusnya lo jangan tanya itu Raj. Pagi ini saham V'aditya mengalami penurunan yang drastis. Beberapa kontrak kerja sama harus dibatalkan. Pertemuan dengan pebisnis dari Bangladesh juga terpaksa diundur sampai masalah ini meredam."
"Deraj Entertainment siap membantu lo untuk membungkam mulut mereka. Gue akan siapkan konferensi dan meliput lo."
"Belum ada pikiran gue untuk klarifikasi. Kenyataan Viola adalah anak dari hubungan terlarang gue dengan Olive bukanlah suatu kebohongan. Entah apa yang terjadi, kalau Viola tahu."
Suara cangkir kopi yang jatuh membuat Vicky terkejut. Badannya berbalik, melihat sang putri dengan riasan wajah sudah rusak serta mata sembab berdiri di belakangnya.
Menurunkan ponselnya dari telinga, lalu meletakkan di meja tanpa berniat mematikan sambungannya dengan Raj, tangan kekar itu hendak meraih bahu putri semata wayangnya, tetapi Viola menjauh.
"Jadi benar?!" tanya Viola penuh emosi. "Kalau Viola adalah anak haram," lanjutnya.
Pipinya kembali lembab. Air matanya tidak bisa ditahan. Berkali-kali ia mengusapnya di perjalanan menuju kantor papanya, berharap semua itu hanya rekayasa rekan bisnis untuk menjatuhkan bisnis orang tuanya. Namun, saat masuk ke dalam ruangan kerja Vicky, hatinya harus diremas karena mendengar kenyataan yang selama ini ia tidak tahu.
"Viola, dengerin Papa dulu."
"Nggak mau! Viola nggak mau dengerin Papa! Semua yang keluar dari mulut Papa adalah kebohongan!"
"Viola!"
"Papa!" Dadanya mulai sesak. Namun, ia harus mengeluarkan semua yang di dalam hatinya.
"Viola baru mengerti kenapa Mama Melin lebih memilih Abang saat perceraian kalian, karena dia bukan mamanya Viola. Pantas aja, Mama Melin dan Papa selalu berantem, karena itu alasannya, kan?" Menyeka air matanya, Viola mendekati Vicky yang masih terdiam tanpa membela diri sedikit pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAZAR [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Hidup Nada menjadi tidak tenang setelah peristiwa dua tahun lalu. Hingga akhirnya memutuskan pindah ke SMA Pancasila untuk menjalankan misi rahasia. Namun, rencananya tidak berjalan dengan mulus. Karena Nada harus ber...