TAKDIR TUHAN YANG RUMIT

458 42 0
                                    

13.22 WIB

Melemparkan tas sekolahnya ke atas kasur dengan emosi, Nada menutup pintu kamarnya penuh kekesalan.

"Ezar sinting!" umpatnya.

Ia tidak habis pikir jika Ezar akan memanfaatkan keadaan dengan mengklaim dirinya sebagai pacar dari lelaki itu.

Tidak ada penjelasan setelah insiden di koridor loker tadi. Lelaki itu hanya berlalu dengan wajah tidak berdosa meninggalkan Nada yang bertanya-tanya sekarang diri.

"Maunya apa, sih? Nggak habis pikir gue sama jalan pikirannya," gerutunya.

Membuka kulkas kecil di kamarnya, Nada mengambil susu kotak favoritnya yang baru ditaruh tadi malam.

Membawa susu kotak yang dingin ke meja belajarnya, Nada menghidupkan komputer yang sudah lama tidak ia jamah.

"Ada berita apa hari ini?" tanyanya seorang diri.

Jari-jarinya bergerak cepat pada keyboard timbul menghasilkan bunyi nyaring--mengisi keheningan ruang persegi bewarna abu-abu dengan hiasan dinding foto-foto keluarga kecilnya dan beberapa buku di rak yang ada di samping meja belajar.

Iris ambernya terhenti pada sebuah berita di laman berita. Ternyata berita sidang untuk kematian orang tuanya sudah diurus oleh kakaknya.

Kemudian, Nada beralih pada berita selanjutnya. Matanya fokus meneliti profil perusahaan Raden's. Tiba-tiba terlintas pikiran jahat di benaknya.

Menggeleng cepat, Nada mematikan layar komputer, lalu beranjak ke kasurnya. Menelungkupkan badannya, Nada kembali menggeleng.

"Nggak, Nad. Misi lo akan selesai. Lo pasti bisa untuk melawan hasrat itu," gumamnya.

Selang beberapa menit, kelopak mata yang hampir terpejam, terbuka kembali ketika pintu kamarnya diketuk.

"Nad, ini Kakak."

Nada mendudukkan dirinya.

"Masuk aja, Kak," perintahnya.

Pintu kamar dibuka, menampilkan wajah sumringah Rey.

"Kamu, kok, belum ganti baju?"

"Nanti aja," jawabnya.

Rey duduk di bibir kasur. Ia memutar-mutar ponselnya.

"Ada yang mau disampaikan?" tanya Nada.

Hubungan keduanya masih belum harmonis. Nada masih kesal dengan Rey yang memilih Amanda serta mengorbankan masa depannya untuk hal yang bukan tanggung jawabnya.

"Kamu sibuk nggak nanti?"

"Kenapa?" Nada memilih bertanya.

"Nanti malam kita mau makan di rumah kakak ipar kamu. Kak Candra dan kamu diundang," jawab Rey penuh hati-hati.

Merotasi malas, Nada mengambil ponselnya. Bertemu Amanda saja tidak berminat, apalagi ia pasti akan bertemu lelaki menyebalkan itu.

"Kak Candra mau datang. Kakak harap kamu juga, Nad. Semuanya sudah berlalu, terlalu membenci juga tidak baik," tutur Rey.

Lelaki itu meletakkan ponselnya, lalu menatap sang adik.

NAZAR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang