09.27 WIB
Mengambil sepuluh kotak susu rasa hazelnut di lemari pendingin, selembar uang kertas bewarna biru ia berikan pada kasir.
"Makasih, Bu," ujarnya ketika kantong plastik putih diberikan padanya beserta kembalian.
"Sama-sama, Nak."
Keluar dari antrian, Nada mencari tempat yang sunyi. Kepalanya terasa pusing dengan nyeri di atas perutnya.
"Ganas banget jadi cewek," gumamnya ketika mengingat betapa menyeramkan Viola saat bertindak seperti itu padanya.
"Gue nggak suka sama pacarnya. Kenapa tiba-tiba gue dibilang pelakor. Manusia nggak jelas."
Menyelinap di balik semak-semak rerumputan pagar di belakang sekolah, Nada menemukan tempat yang cukup nyaman. Ada kursi kayu di sana yang seperti mulai melapuk, tetapi masih bisa untuk dirinya duduki.
Meletakkan kantong plastik di atas kursi, Nada mengambil satu kotak susu tersebut, lalu meminumnya sembari duduk.
Hazelnut selalu menenangkannya. "Sederhana banget ketenangan gue," lirihnya.
Ponsel Nada menyala, menampilkan pesan dari seseorang di seberang sana. Raut wajahnya berubah sedih. Ia merindukan dan menginginkannya berada di sini, tetapi Nada tidak mau semua orang tahu siapa dirinya. Karena jika itu terjadi, maka semua rahasianya akan terbongkar dan Nada juga tidak ingin menjadi bahan gosip.
Mengabaikan pesan singkat itu, jarinya mengetuk surat edaran di file dokumen. Raut wajahnya kembali murung. Surat itu berisi permintaan kehadiran orang tua di rapat nanti yang katanya penting dan harus dihadiri semua wali murid, kecuali mereka yang sudah tidak memiliki orang tua. Namun, harus ada wali yang menggantikannya.
"Gue harus minta tolong siapa?" tanyanya. "Sodara aja nggak punya di sini."
Mengantongi kembali ponselnya, Nada menghabiskan susu tersebut, lalu beranjak untuk pergi.
Baru saja kakinya hendak keluar dari tempat tersebut, telinganya mendengar suara menjijikan dari gedung bekas di bagian barat area sekolah.
Kebetulan tempatnya sekarang lumayan berjarak, tetapi suara itu jelas sekali terdengar olehnya.
"Bodo amat! Bukan urusan gue."
Mencoba untuk tidak peduli, nyatanya rasa penasaran terus melingkupi hatinya.
Memantapkan hati, kakinya melangkah dengan pelan seperti maling yang takut ketangkap. Sebisa mungkin ia tidak bersuara, napasnya pun seperti ditahan.
Terakhir, Nada melihat di lorong sempit di lantai kelasnya, kini ia haruskah melihatnya lagi.
Iris ambernya melihat dua remaja sedang melakukan ciuman dengan seragam sekolah si perempuan sudah terlepas menampilkan bagian atas dadanya. Sedangkan, lelaki yang Nada kenali sedang memberikan tanda kemerahan di sana. Keduanya terlihat saling menikmati, seakan lupa jika yang dilakukannya ada kesalahan.
"Apa mereka membolos?" tanyanya. "Gila. Sekolah ini isinya murid nggak bener semua."
"Termasuk lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NAZAR [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Hidup Nada menjadi tidak tenang setelah peristiwa dua tahun lalu. Hingga akhirnya memutuskan pindah ke SMA Pancasila untuk menjalankan misi rahasia. Namun, rencananya tidak berjalan dengan mulus. Karena Nada harus ber...