MY GIRLFRIEND

489 41 3
                                    

07.58 WIB

Iris ambernya tidak teralihkan sedikit pun dari iris hitam legam milik Ezar. Keduanya saling mengunci pandangan satu sama lain.

Tersirat sebuah pesan dari hati yang sulit diungkapkan. Sorot mata keduanya sama-sama terluka.

Berdeham, Nada beranjak dari posisi tidak nyaman, sejak beberapa menit lalu. Ia tidak bisa terus seperti ini. Terlarut ke dalam pesona lelaki di hadapannya yang sekarang terdiam--melempar pandangan ke arah lain.

Meletakkan kantong plastik berisi susu kotak di kursi kayu tersebut, Nada mendudukkan diri pada tempat yang masih tersisa.

Ia menatap tidak tentu arah, sembari menetralkan degupan aneh dalam dirinya.

"Kenapa?" tanya Ezar memecahkan kecanggungan serta kesunyian yang sempat terjadi.

"Kenapa harus hati gue yang lo hancurkan?"

Mengerutkan dahi, ekor matanya melirik Ezar. Lelaki itu sedang menatapnya dari samping.

"Gue memang udah bersalah atas insiden dua tahun lalu terhadap Bang Rey. Tapi, Nad, kenapa lo harus sekarang mengacaukan  segalanya? Bang Rey dan Kak Amanda udah bahagia. Mereka hidup damai sekarang. Meskipun, Gama udah jujur kalau dia ayahnya Adiba, tapi Bang Rey tetap bertahan sama Kak Amanda. Cinta mereka mereka kembali tumbuh, Nad. Haruskah lo hancurkan?"

Menatap sekilas, Nada terkekeh pelan.

"Lo nggak mengerti apa-apa, Zar."

"Lo yang nggak mau mengerti, Nad." Intonasi Ezar meninggi. "Gue yang bersalah, tapi kenapa lo hancurkan kebahagiaan kakak kita?"

"Kakak kita?" Nada bertanya dengan tidak percaya. "Sejak kapan kakak gue menjadi kakak lo juga? Gue nggak suka berbagi, Zar."

"Lo egois!"

"Lo benar. Gue egois!" Dadanya terasa sesak ketika ingatannya bergulir ke masa lalu. "Gue hanya seorang anak yang meminta keadilan. Orang tua gue meninggal karena pembunuhan berencana. Mereka tewas, Zar, saat ulang tahun gue. Tiga hari setelah kematian, gue mendapatkan sebuah fakta kalau beberapa  oknum merencanakan semuanya. Untungnya gue pintar. Video itu akhirnya tersebar dimana kejayaan dan eforia tercipta. Sekarang, mereka harus terima kenyataannya bila hukum akan berdiri tegak. Gue nggak takut jabatan mereka apa, gue juga bisa melawan mereka dengan uang. Jika hutang harus dibayar, maka nyawa pun harus dibayar," tuturnya.

Pipi Nada sudah sembab. Air matanya mengalir begitu saja tanpa bisa dicegah.

"Tapi kenapa gue juga harus menerimanya?"

"Maksud lo?" tanya Nada tidak mengerti.

Tangan Ezar terulur mengusap jejak air mata pada pipi Nada. Bahkan, Ezar mengusapnya penuh kelembutan.

Kemudian, tangannya membawa tangan Nada ke dadanya. Tepat di jantung yang terasa berdetak jauh lebih cepat.

"Jantung ini berdetak lebih cepat itu karena lo. Gue benci mengakuinya, Nad. Tapi memang seperti itu kenyataannya."

"Aneh lo!" Nada menarik tangannya. Ia mengambil kotak susu, lalu meminumnya sampai habis.

"Gue tahu, Bokap juga salah. Tapi kenapa lo bidik hati gue?"

NAZAR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang